Sementara itu, di dalam ruang manajer di salah satu perusahaan besar di Mataram, terlihat sosok pemuda tinggi mengenakan kemeja putih lengkap dengan dasinya, dan menggunakan celana kain hitam, sedang berdiri menatap jalanan dari jendelanya di jam makan siang.
'Kenapa Tiara begitu dingin padaku? Apakah dia masih sakit hati karena sudah aku selingkuhi? Atau dia hanya jual mahal saja agar aku mengejarnya lagi seperti dahulu? Aku benar-benar menyesal telah melepaskan wanita seperti dia yang setia dan sabar.'
Ferdinan mulai merasa tidak tenang dengan balasan yang dikirim Tiara melalui pesan singkatnya. Ia tidak terima kalau Tiara mengabaikannya. Ferdinan memang orang yang masih labil walaupun usianya sudah dewasa. Emosinya turun naik yang membuat dia suka tidak berpikir jernih sebelum mengambil keputusan.
Tok .. Tok ..
Tepat saat itu, terdengar suara ketukan pintu. Ferdinan langsung menoleh.
"Masuk!"
"Hi .. Bos! Kenapa kamu mengurung diri di ruanganmu? Apa kamu tidak mau makan siang?" Tanya Ryan yang baru saja masuk ke ruangan Ferdinan setelah dipersilahkan masuk.
"Aku sedang kesal." Ucap Ferdinan dengan wajah yang ditekuk.
"Apa karena perempuan?" Ryan mencoba menebak. Karena dia tau betul kalau masalah sahabatnya selain dari pekerjaan dan keluarga, pasti perempuan dan itu yang paling dominan.
"Aku kesal karena sepertinya Tiara sudah melupakanku begitu cepat. Ini tidak boleh terjadi! Aku tidak akan membiarkan dia melupakanku dan semua kenangan indah kami termasuk membiarkannya berhubungan dengan lelaki lain."
Mendengar perkataan sahabatnya, Ryan mendesah tak habis pikir dengan jalan pikiran sahabatnya yang begitu cepat berubah.
'Bukankah dia yang meninggalkan Tiara? Lalu, kenapa dia yang kesal? Oh Tuhan … Dia benar-benar labil atau memang bodoh? Apakah otaknya sudah konslet?
"Memangnya kamu masih mencintainya?" Tanya Ryan seraya menyeringai aneh ke arah Ferdinan.
Ferdinan terdiam sejenak ketika mendapat pertanyaan yang membingungkan seperti itu.
"Seperti yang aku pernah katakan padamu. Bagiku, Tiara adalah satu-satunya calon istriku. Sementara Rina hanyalah selinganku saja ketika aku merasa bosan dengan Tiara. Aku tau kalau Tiara sangat mencintaiku, oleh karena itu dia pasti menungguku sejauh apa pun aku pergi. Tapi, semenjak putus, kenapa aku tidak pernah melihatnya menyesal atau sedih? Di sosmednya tidak aku temukan kata-kata atau postingan-postingan yang galau yang menghujatku atau ungkapan rasa sakit hati. Apakah itu artinya aku tidak berarti baginya? Sehingga dia baik-baik saja putus dariku? Untuk itu, aku tidak terima dan merasa sakit hati oleh sikapnya."
Ferdinan mengeluarkan semua uneg-uneg yang dia simpan selama ini tentang Tiara kepada Ryan dengan raut wajah yang dipenuhi amarah.
'Bukankah dia yang meninggalkan gadis baik itu? Lalu, kenapa dia yang harus merasa sakit hati? Dasar aneh.'
Ekspresi Ryan benar-benar rumit, dia tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya yang aneh dan tidak bisa ditebak itu.
"Kenapa kamu mengatakan itu? Memangnya kamu sudah putus dari Rina? Bukankah hubungan kalian baru seumur jagung? "
"Iya, aku sudah putus kemarin karena dia tidak seperti Tiara. Makanya aku langsung mencoba menghubungi Tiara, karena aku yakin dia masih menungguku." Jawab Ferdinan dengan mudahnya seolah tak memiliki salah.
"Jangan salahkan aku karena aku sudah mengingatkanmu sebelumnya! Antara Rina dan Tiara, aku lebih mendukungmu dengan Tiara. Kamu tau kenapa? Karena kamu tidak akan pernah menemukan cinta sehangat dan setulus Tiara." Ucap Ryan.
"Tapi... "
Ferdinan mencoba membela dirinya. Namun, Ryan tidak memberikannya kesempatan itu.
"Tidak perlu kata tapi! Karena kata tapi hanya akan kamu gunakan untuk membenarkan kelakuanmu yang sudah tentu salah. Bosan dalam hubungan itu wajar. Tapi, menyakiti karena bosan, itu keliru."
"Aku … " Ferdinan mulai bingung dan tidak tau harus berkata apa sehingga dia terdiam tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah! Kayaknya percuma ngomong panjang lebar sama kamu. Tapi, sebelum aku pergi, aku pesan satu hal buatmu! Cermatlah dalam memilih sebelum jiwamu terikat oleh penyesalan!"
Setelah menyampaikan kalimat terakhirnya, Ryan keluar dari ruangan Fedinan. Sedang Ferdinan kembali duduk di kursinya sembari merenungi kata-kata Ryan.
Di kantor, Ferdinan dikenal memiliki kepribadian yang baik dan tidak banyak bicara. Wajahnya tampan dan kulitnya putih serta betubuh tinggi dengan tatapan mata yang indah.
Banyak gadis di kantor yang terpesona denganya. Sehingga Rina merasa bangga menjadi pacar Ferdinan. Akan tetapi, satu-satunya hal yang disayangkan adalah, dia pintar, tapi tidak memiliki pendirian yang kuat, mudah goyah dan cepat terpengaruh.
Rina adalah gadis yang cantik pada umumnya. Tubuhnya padat dan berisi. Katanya, Rina dan Tiara memiliki beberapa kemiripan dari segi cara bicara dan hobi. Meskipun pada kenyataannya karakter mereka berbeda.
Hanya Ferdinan saja yang terlalu melebih-lebihkan agar dia bisa menemukan alasan untuk mengkhianati Tiara.
Karena Ferdinan tidak terlihat makan siang. Rina bertanya-tanya meski mereka sudah putus tapi komunikasi mereka tetap lancar.
'Ferdinan kemana ya? Kenapa dia tidak makan siang? Apa dia sakit?'
Tiba-tiba Rina dikagetkan oleh bunyi ponselnya. Ia pun mengangkatnya karena itu dari orang yang baru saja dia pikirkan.
"Hallo Ferdinan! Kamu ada di mana? Kenapa tidak makan siang?"
"Aku ada di ruanganku."
"Oh begitu. Terus, ada apa kamu meneleponku?"
"Rina, ayo kita balikan!"
Sudut bibir Rina membentuk senyum kecil ketika mendengar ajakan Ferdinan, karena sebenarnya ia tidak pernah benar-benar ingin putus dengan Ferdinan.
"Aaa … ? Kamu mau balikan? Emangnya kenapa kamu tiba-tiba mengajakku balikan? Perasaan kita baru putus?"
"Karena aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku masih sangat mencintaimu. Kita balikan ya! Please … !"
"Baiklah kalau kamu maksa, kita balikan lagi. Hehehe ... "
Rina merasa bangga dengan dirinya karena lelaki yang dikagumi di kantornya masih mengejarnya dan memohon kembali padanya. Tapi, bagi Ferdinan, Rina adalah makhluk yang mudah untuk dirayu. Jadi, ia tidak kesulitan untuk datang dan pergi.
Dia tidak siap kesepian, itu sebabnya dia meminta balikan dengan Rina, karena Tiara tidak memberikan respon padanya.