Tiara hanya mengangguk sambil tersenyum mendengar jawaban Rasty. Tidak lama setelah itu, soto mereka datang dan langsung disantap dengan lahap karena sudah kelaparan sehabis mengajar hingga jam terakhir.
Setelah mengobrol dan makan siang bersama Rasty, Tiara langsung kembali ke rumah.
Tepat saat itu ponsel Tiara berbunyi dan ternyata itu dari Ferdinan. Melihat nomor itu rasanya Tiara mau membanting ponselnya. Tapi dia mengurungkan niatnya karena ia harus bisa menunjukkan sikap dewasa yang menunjukkan dia sudah move on.
Dengan malas Tiara menggeser ikon warna hijau ke atas.
"Ada apa?" Tanya Tiara setelah selesai membuka percakapan dengan salam"
"Apa kita bisa bertemu? Kebetulan aku lagi ada di Desa?"
Mendengar pertanyaan Ferdinan, Tiara merasa heran dan tidak mengerti dengan sikap lelaki itu yang belum juga menyerah mengganggunya dalam setahun ini.
'Bukankah dia sudah bahagia dengan kekasih barunya? Lalu, kenapa dia harus meminta bertemu lagi? Apa dia sudah tidak waras?'
"Maaf aku sibuk!"
Mendengar jawaban Tiara Ferdinan terdiam sejenak.
"Baiklah kalau begitu, Aku pamit!"
Setelah itu Tiara menutup telepon, ia melakukan itu bukan karena benci tapi karena ia merasa tidak ada yang harus dibicarakan lagi dengan Ferdinan, apalagi sekarang ia ingin memulai hidup baru.
Setelah menerima telepon dari Ferdinan, Tiara lagi-lagi dikagetkan dengan satu pesan yang datang dari nomor yang tidak ia kenal.
Nomor baru : Apakah ini dengan Mbak Tiara?
Tiara : Iya, ini siapa?
Nomor baru : Aku Rina pacarnya Ferdinan. Aku cuma mau tanya, kenapa Mbak masih mau ketemu Ferdinan dan mempertahankannya?
Membaca pesan itu, membuat Tiara merasa kesal, dia benar-benar malas membahas tentang Ferdinan lagi. Baginya, semua tentang Ferdinan sudah selesai di saat hatinya tak dihargai. Sudah dia tutup.
Tiara : Siapa yang bilang begitu?
Nomor baru : Siapa lagi kalau bukan Ferdinan yang mengatakan itu kalau Mbak sendiri yang belum mau melepaskannya, dan orang tuanya hanya ingin melihat dia menikah dengan Mbak.
Tiara : Oh begitu. Sayangnya itu tidak benar. Jadi, Ferdinan buat kamu saja! Dan baik-baik bersama dia! Karena Ferdinan orang yang baik. Jangan khawatir! Karena aku tidak akan pernah mau bertemu dia lagi, meskipun akan bertemu tidak sengaja, itu tidak akan merubah apa pun. Jika dia masih mencintai aku pun, itu bukan urusanku lagi. Satu lagi, aku ingin berterima kasih karena kamu telah menggantikan posisiku!
Nomor baru : Mbak, tolong jaga perasaan saya! Hargai saya! Saya terlanjur mencintainya. Jadi, saya tidak bisa melepaskannya! Tolong lepaskan dia karena kami saling mencintai. Selain itu jangan ajak dia ketemu lagi!
Tiara tercengang setelah membaca pesan Rina. Bagaimana tidak heran, secara dia tidak pernah minta bertemu dengan Ferdinan. Tapi sebaliknya. Atau memang benar Ferdinan yang mengatakan itu? Kalaupun iya. Tiara benar-benar geram dengan watak lelaki itu, dia jadi merasa lucu jika dia ingat kalau dia pernah jatuh cinta sangat dalam pada lelaki plin-plan seperti Ferdinan.
Merasa pembicaraannya dengan Rina tidak penting, Tiara pun mengabaikannya, setelah itu dia tidur siang.
Malam tiba,
Selesai melaksanakan sholat Isya, Tiara berhias seperlunya karena malam ini Angga akan datang untuk menagih jawaban darinya karena dia tidak mau menunggu lama lagi.
Tidak lama kemudian, Angga datang yang disambut langsung oleh Ibu Tiara.
"Assalamu'alaikum Ibu" Ucap Angga sambil mencium punggung tangan calon Ibu mertuanya itu.
"Wa'alaikumsalam. Ayo masuk dulu! Ibu panggilkan Tiara!" Kata Ibu dengan ramah seraya tersenyum.
Angga mengangguk sambil tersenyum, setelah itu ia masuk dan duduk di ruang tamu. Sedangkan Ibu langsung menuju kamar Tiara.
"Bu ... Siapa itu?" Tanya Ayah menghentikan langkah Ibu yang hendak ke kamar Tiara.
"Itu Angga temannya Heru. Tapi, sekarang dia lagi dekat dengan Tiara, siapa tau jodoh, he"
"Bukankah pacar Tiara itu Ferdinan ya?" Tanya Ayah dengan bingung karena ia belum tau kalau Tiara sudah putus dari Ferdinan.
"Mereka sudah putus lama." Jawab Ibu tanpa ekspresi.
"Oh begitu." Ucap Ayah dengan ekspresi yang aneh. Setelah itu ia melanjutkan langkah menuju kamarnya untuk istirahat.
Ibu hanya menarik napas melihat ekspresi aneh suaminya, setelah itu ia melanjutkan langkahnya menuju kamar Tiara.
Tok tok ...
"Ra! Di luar ada Angga tuh!" Kata Ibu Dewi dari balik pintu setelah membuat ketukan tiga kali.
"Iya Ibu, ini sudah mau keluar"
"Baiklah." Setelah mendapat jawaban Tiara, Ibu langsung pergi meninggalkan kamar Tiara.
Sesaat kemudian Tiara keluar dan langsung ke ruang tamu dengan gerogi.
"Sudah lama kak?" Tanya Tiara setelah sampai di ruang tamu sembari duduk di sofa seberang Angga.
"Baru saja" Jawab Angga sambil tersenyum.
Angga adalah lelaki dewasa yang memiliki tubuh kecil dan tidak terlalu tinggi. Wajahnya mungil dan kulitnya kuning langsat serta memiliki senyum yang manis.
"Silahkan diminum air nya!" Ucap Hafifa istrinya Heru sambil tersenyum karena ia kenal Angga sebagai teman kerja suaminya.
"Terima kasih calon kakak ipar! Hehe .. " Balas Angga sambil tersenyum ke Hafifa.
Tiara tersenyum dalam hatinya mendengar Angga memanggil Hafifa kakak ipar. Ia langsung bisa membayangkan bagaimana rumah tangganya bersama Angga nanti.
Setelah menyuguhkan minuman dan makanan ringan, Hafifa meninggalkan ruang tamu.
Sebelum mulai pembicaraan, Angga menyesap minumannya sedang Tiara nampak grogi menunggu apa yang akan dikatakan Angga.
"Ngomong-ngomong ini sudah lebih dari satu minggu. Bagaimana? Apakah kamu sudah punya jawaban untukku?" Tanya Angga setelah meletakkan cangkirnya di atas meja.
Mendengar pertanyaan Angga, Tiara terdiam sejenak. Ia bingung, akan tetapi ia berpikir kalau tidak ada salahnya membuka hati dan kesempatan untuk orang baru. Selain itu ia juga merasa Angga adalah lelaki yang lucu dan baik, cocok jadi Imam dalam rumah tangganya.
"InsyaAllah saya setuju!" Jawab Tiara sambil menunduk karena malu.
"Alhamdulillah! Terima kasih sudah mau! Berarti dalam kurun waktu tiga bulan ini kita gunakan untuk berkenalan lebih dekat setelah itu habis lebaran aku akan melamarmu." Ucap Angga dengan ekspresi bahagia dan lega.
"Mulai sekarang juga, kita harus terbuka jangan ada yang disembunyikan!"
"Iya itu gampang. Tapi, sebelum itu aku ingin memperkenalkanmu pada Mamaku, bagaimana?"
Tiara terdiam sejenak, karena ia memiliki pengaturan sendiri kalau ia tidak ingin melangkahkan kakinya ke rumah lelaki sebelum ia dijemput untuk menikah, tapi kali ini apakah dia harus melanggarnya? Bukankah mereka akan segera menikah? Jadi wajar gitu?
"Aku akan bertanya pada Ibu dulu! Setelah itu aku akan menghubungimu."
Angga mengangguk setuju. Setelah itu mereka melanjutkan obrolan hingga jam 10 malam. Karena ini di Desa, jam malam bagi lelaki bertamu adalah sampai jam 10. Angga pun pulang dengan berat hati sebab ia masih ingin ngobrol dengan Tiara, tapi waktu membatasi.
Setelah kepulangan Angga, Tiara merenung di kamarnya sambil memikirkan tentang keputusannya.
'Ya Allah! Apakah keputusanku sudah benar? Tapi, kenapa hatiku malah menjadi bimbang? Bukankah aku sudah move on dari Ferdinan? Ya Allah! Jika Angga baik bagiku maka permudahlah urusan kami! Tapi, jika Angga tidak baik bagiku begitu pun sebaliknya maka pisahkan kami dengan cara yang baik!'