[Aneska]
Jantungku berdebar.
Tanganku berkeringat.
Beberapa kali aku sudah mengembuskan napas.
Tangan Mama sejak tadi kuremas untuk mengurangi rasa gelisah yang terlalu berlebihan. Sebenarnya, tidak perlu mencemaskan apa-apa. Aku hanya perlu melangkah menuju suamiku. Menjemput kebahagiaan kami.
Aku merasa jadi pusat perhatian ketika melewati pintu utama gedung. Semua mata tertuju padaku. Sesekali flash kamera menyela setiap langkah. Mendadak jarak pintu dengan meja itu terasa jauh. Mama terus meyakinkan untuk tetap melangkah. Di sisi kiriku, Mbak Maya hampir mencubit karena aku sempat berhenti melangkah.
Air mataku cepat menggenang ketika punggung itu sudah terlihat. Aku sama sekali tidak membayangkan jika kami akan sampai di sini, di titik ini. Tempat di mana kami berhenti menjadi egois dan memulai apa yang seharusnya kami mulai bertahun-tahun lalu.