Ballroom hotel sudah disulap dengan apik. Kursi-kursi yang dihias dengan pita-pita, sudah terisi separuh. Langit-langit hotel penuh dengan rangkaian bunga yang menjuntai indah. Ijab kabul dimulai satu jam lagi. Tapi calon mempelai laki-laki sudah tiba lebih awal. Terlihat cukup, bahkan sangat gugup. Beberapa kali membuang napas.
Di kursinya, Reygan tidak melepas pandangan dari pintu ballroom. Satu pintu yang menjadi akses utama. Beberapa orang kru WO masih berlalu-lalang. Melengkali perlengkapan yang masih kurang. Mengecek sekali lagi, memastikan tidak ada yang terlewatkan.
"Pintunya nggak akan lari meski lo tinggak kedip."
Reygan menghela napas dan melepas pandangan dari pintu.
"Gue yakin Anes datang kok," lanjut Kiki.
"Iya. Gue tahu." Reygan tersenyum tipis. "Gue cuma--"
"Nggak sabar? Udah kangen banget emang?" Kiki seakan membaca pikirannya.
"Iya, gue kangen. Tapi gue juga takut."
Kiki merangkul bahunya. "Takut kenapa?"
"Gue takut. Tapi nggak tahu takut kenapa."