Aneska akhirnya sadar kalau dia hanya menjadi obat nyamuk di sini. Mau pamit duluan, tapi kopinya belum tersentuh sama sekali. Mana dia sudah terlanjur nyaman duduk di kursi super nyaman yang berada di sini pula. Sungguh licik yang punya restoran ini. Pintar sekali membuat orang malas bangkit dan betah untuk mengobrol lebih lama. Lagu jazz yang diputar secara random dari piringan hitam membuat kopi lebih nikmat.
"Kerjaan lancar, Nes?" Merasa Aneska sejak tadi hanya diam, Sonia pun mencoba untuk adil.
"Lancar. Selamat btw karena udah dimutasi ke sini. Jadi dekat kan kalau mau ketemu-ketemu." Aneska tersenyum seraya melirik ke lelaki di depannya.
"Iya, makasih." Tapi masih ada yang Sonia ingin tanyakan. "Ceritain dong pengalaman seru selama kamu ngeliput. Aku lumayan tertarik sama kerjaan yang nantang kayak gitu."
"Apa, ya? Baru dua tahun aku, Son. Belum dapat pengalaman banyak juga." Aneska merendah.