Ponsel di saku Kiki bergetar, menyela suara televisi yang masih menyala lirih. Ketika dia melirik jam di dinding, hampir pukul satu dini hari. Tiga jam setelah Reygan bercerita banyak hal. Kiki kehilangan kata-kata. Dia hanya terus mendengarkan ketika Reygan dengan setengah putus asa bercerita tentang semuanya, masalah yang selama dia pendam sendirian.
Dia memang tidak ada di posisi Reygan. Selama ini Kiki telah hidup dan besar di tengah keluarga yang terbilang harmonis dan penuh kasih sayang. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana semua rasa sakit harus dipendam sendiri di saat keluarga justru tidak ada. Dia tidak pernah tahu seputus asa apa Reygan selama ini, menjalani masalah sendirian.
"Halo?" Kiki yang lebih dulu menyapa Aneska di ujung telepon.
"Halo, Ki. Gue cuma mau...."
"Maaf ya, Nes, tadi nggak sempat pamit. Reygan sama gue ada urusan mendesak banget."
"Nggak apa-apa. Reygan udah tidur, ya? Soalnya gue telepon dari tadi nggak bisa."
"Belum, Nes."