Lucio pulang dengan kelelahan. Alhasil, Khaleed harus memanggil supir Lucio untuk menyetir mobilnya. Perjalanan lumayan jauh dan dia tidak mungkin membiarkan sahabat sekaligus atasannya itu mengemudi dalam keadaan yang lelah.
Di samping Khaleed, sudah ada Delicia. Sepertinya dia juga lebih lelah karena berdebat dengan ayahnya mengenai pernikahan yang akan dilaksanakan bulan depan tanpa izinnya dahulu.
Meski mereka berdua bicara di dalam kamar. Tapi, suara Delicia dan ayahnya terdengar sangat jelas.
"Kamu mau menikah tapi ayah belum memberikanmu izin," ujar ayah Delicia.
"Delicia tak butuh izin ayah. Toh, ayah juga tak akan mengizinkannya, kan?"
Terdiam cukup lama. Entah apa yang ada di dalam pikiran masing masing.
"Kalau kamu menikah bukan dengan orang kaya itu, ayah akan merestuinya."
"Lalu Delicia harus menikah dengan siapa? Dengan lelaki yang miskin agar hidup Delicia semakin menderita? Bukankah sekarang adalah kesempatan Delicia agar dapat hidup dengan enak?"
"Kamu pikir menikah dengan orang kaya dapat membuatmu bahagia? Jangan bermimpi Delicia. Yang ada kamu akan menderita."
Khaleed sudah tidak sanggup untuk mendengar lagi. Jadi, akhirnya dia keluar untuk menghirup udara segar sore itu. Menikmati matahari yang tenggelam dan merasakan angin sepoi sepoi membelai lembut kulitnya.
**
Setibanya di basement, Khaleed membangunkan Lucio. Sempat beberapa kali lelaki itu meracau karena saking kelelahan.
"Sudah sampai," kata Khaleed. Dia membuka pintu belakang, kali ini dia bersikap sebagai sahabat Lucio.
Lucio melihat di sekitarnya sudah bukan pantai lagi. Ia mengembuskan napas dengan lega.
"Di mana Delicia?" tanya Lucio.
"Sudah masuk duluan."
Lucio pun turun dari mobil. Matanya masih setengah terpejam karena dia masih mengantuk.
"Sepertinya rencana itu tidak berhasil, ya," tebak Khaleed.
Lucio menelengkan kepalanya. Kemudian menatap Khaleed dengan menakutkan. "Menurutmu, kenapa ayahnya tidak merestuiku? Padahal aku paket komplit, tampan, kaya, berkompeten, dan tentu saja aku pandai. Kenapa ayahnya menolakku?"
Khaleed tersenyum meledek.
"Mungkin karena terlalu sempurna, makanya ayahnya takut melepaskan anak perempuan satu satunya."
Lucio mencibir, meninggalkan Khaleed yang masih ada di samping mobil Lucio.
**
Pagi harinya, ponsel Delicia berbunyi. Dia melihat nomor asing yang tidak dia kenal.
Dia membiarkannya karena tak terbiasa mengangkat nomor asing. Hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya.
08XX Ini aku Andres, bisa kita bertemu sebentar?
Sudah beberapa minggu ini dia tidak bertemu dengan Andres. Karena sejak kejadian malam itu, Delicia memilih untuk tidak terlalu dekat dengan lelaki itu. Apalagi kata kata adiknya membuatnya sadar, jika dia hanyalah teman Andres. Jadi dia tidak bisa seenaknya terhadap lelaki itu.
Delicia Di kafe dekat apartemen lama. Di sana jam satu.
08xx Baik
Lucio tiba tiba muncul dari dalam kamarnya. Delicia terperanjat karena terkejut mendapati lelaki itu muncul dengan rambut yang berantakan. Image lelaki tampan tidak menempel padanya saat ini.
Delicia menyunggingkan senyum miring, mulai sadar jika Lucio adalah juga lelaki biasa saja.
"Kenapa kamu terkejut?" tanya Lucio.
"Tidak apa apa."
"Oh ya, nanti akan ada seseorang yang datang ke sini. Dia akan membawa beberapa gaun pengantin. Jadi kamu tidak perlu keluar." Lucio berkata dengan santai kemudian duduk di kursi di meja makan. Ia mengambil air putih dan meneguknya.
Sesekali dia merintih mengeluh jika pinggangnya terasa sakit.
"Hari ini? Jam berapa?"
"Mungkin jam satu."
"Jam satu? Kenapa harus jam satu?"
"Kenapa? Kamu tak bisa? Kamu ada kesibukan lain? Kamu kan pengangguran."
Lucio sialan, Delicia membatin.
"Kalau kamu ada acara tunda saja, lalu mengenai gedung pernikahan dan lainnya kamu tak perlu mengurusnya karena aku yang akan mengurus."
"Hmmm."
Delicia mengambil ponselnya, kemudian dia mengirimkan pesan pada Andres. Jika dia tidak bisa bertemu dengannya hari ini.
Andres : kamu sibuk?
Delicia : Aku harus menjajal gaun pernikahanku.
Andres : Menikah? Dengan siapa?
Delicia : Lucio.
**
Siangnya, orang orang yang membawakan gaun pengantin untuk Delicia akhirnya muncul juga.
Delicia menatap takjub pada gaun gaun yang menggantung di depannya. Totalnya ada sebelas buah. Dan semuanya adalah pilihan Lucio, jadi dia tinggal memakainya saja.
"Oh jadi semuanya adalah seleranya," gumam Delicia.
"Apakah ada yang tidak Anda suka?"
"Oh tidak. Saya suka." delicia tersenyum canggung. Mana mungkin dia tidak suka.
Delicia pun menjajal semua gaun pengantin tersebut satu satu. Lalu seorang perempuan memotret Delicia yang sedang mengenakan gaun pengantin tersebut pada Lucio.
Delicia yang melihat itu langsung bertanya, "Apakah foto foto itu akan dikirim pada Lucio?"
"Ya, saya mengirimnya karena permintaan Tuan Lucio. Nanti beliau lah yang akan memutuskan Anda untuk mengenakan yang mana."
Yah, Delicia tak bisa berekspetasi lebih. Mana mungkin dia yang memilihnya, lagi pula semuanya yang mengeluarkan uang adalah Lucio.
**
Ponsel Lucio berdenting berkali kali. Dia meliriknya dan melihat pesan pop up muncul di ponselnya.
Sebuah foto Delicia mengenakan gaun pengantin membuatnya menghentikan pekerjaannya.
Lucio menggeser satu persatu foto foto itu. Wajahnya memerah ketika melihat Delicia mengenakan gaun pengantin yang sebelumnya masuk dalam pilihannya.
"Cantik." Itu adalah kata pertama yang muncul dari bibir Lucio.