Bab 98
"Ratri, Arif! Kalian di sini?" tanyaku dengan dingin.
Sepasang manusia di depanku tak kalah kagetnya dengan diriku. Genggaman tangan keduanya pun terlepas begitu saja.
Arif kelihatan malu sekali, dia tak berani memandang wajahku barang sedetikpun, sementara Ratri, dengan senyum palsunya mendekatiku kemudian memelukku dengan eratnya.
"Sayang, kamu jangan marah, ya. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Kami Isak ada hubungan apa-apa, percaya, deh!" rayunya dengan suaranya yang mendayu-dayu.
Sungguh memuakkan, rasanya aku ingin melempar tubuhnya ke kandang harimau aja saat ini. Untung saja kandang harimau adanya di kebun binatang.
"Oh, ya. Memangnya kamu tahu aku sedang memikirkan apa?" tanyaku pada Ratri.
Dia kelihatan salah tingkah dan gugup saat kutatap dengan tajam.
"Aku ... maksudku, aku cuma—"
"Sudahlah, Ratri. Aku bukan anak kemarin sore yang cukup bego untuk kamu bohongi. Aku hanya heran dengan sahabatku ini. Kok bisa dia menikung aku dari belakang."