Bab 89
Aku bersenandung kecil mengikuti irama musik yang kuputar di dalam mobil. Intan yang duduk di sampingku tak berbicara sama sekali. Dia hanya memandang jalan di samping kirinya saja. Aku jadi merasa bersalah melihatnya.
Pasti dia sedang merasa sedih karena tak bisa mengantarkan ibunya untuk berobat.
Drrrtt! Drrrtt!
Ponselku berbunyi, segera kuangkat panggilan dari Rasyid yang memanage aku tunggu sejak tadi. Lalu sengaja aku menekan tombol speaker karena aku sedang berkendara. Sehingga percakapanku dengan Rasyid pun bisa juga didengar oleh Intan.
[Assalamualaikum, ada apa, Syd? Kamu sudah sampai di kafe?" tanyaku sambil melirik Intan yang masih tetap cuek.
[Waalaikumsalam, justru ini aku mau kasih tahu, kamu Bas,] sahut Rasyid di ujung sana.
[Apa itu, Syd. Katakan saja!]
[Aku minta maaf, Bas. Sepertinya pertemuan kita malam.ini gagal. Biasalah, nyonya besar ngajak kondangan, ha-ha-ha?]
Aku kembali melirik pada Intan, yang mulai tertarik dengan obrolanku di telepon.