Chereads / Si dungu mendadak kaya / Chapter 15 - Jangan jatuh cinta

Chapter 15 - Jangan jatuh cinta

Masih terngiang suara Jose yang tiba-tiba muncul dari balik bahuku, telingaku terasa menggelikan. Sisa suaranya masih hangat di dalam ingatanku ketika mata ini hendak terpejam. Aku mencoba mengintip dari balik bahuku, yang ternyata Jose tertidur lebih awal.

Sob, ini kota Jakarta! Masa dia tidur secepet ini, kan aneh? Ini masih terlalu pagi, hehe. Aku mendadak terkekeh sendirian tanpa suara. Ops! Kok tiba-tiba aku tertawa karena mengintip dirinya. Sontak kepalaku langsung jatuh kembali pada posisi tiduranku.

Mataku terpejam rapat, lalu bertumpu pada bantalan lembut. Ranjang yang sudah dipenuhi oleh beberapa bantal, selimut tebal, ruang AC pastinya. Ini layaknya surga dunia bagiku.

Akhirnya aku memaksa untuk tidur bersama suami sementara ini. Tidak ada perasaan cinta, sayang, suka, mau pun terpikat. Dia tertidur, dan mungkin selanjutnya diriku.

***

"Satu, dua, tiga."

"Satu, dua, tiga."

Mulutku bergumam sambil menggerakkan kedua kakiku agar tetap seimbang di atas papan treadmill. Kedua tanganku berayun dengan santai karena sengaja aku melakukannya agar lebih leluasa mengambil napas.

Aku berlari dengan keringatku untuk menjaga kesehatan selalu. Bahkan keringatku bercucuran pelan di atas mesin treadmill terus bergerak otomatis.

"Pagi-pagi udah berisik lo!" ketus Jose keluar dari ruang kamar.

Aku belum menoleh dan masih terfokus menatap mesin ini masih mengitari jalan untuk berlari. Jose malah mendekatiku lalu menjulurkan wajahnya menghadap diriku.

"Aaahh!!"

Sontak aku berteriak hingga menekan tombol untuk mematikan mesin. Tubuhku langsung terkinjat berhenti mendadak dibuat olehnya.

"Gitu aja kaget! Sakit jantung?" Jose menegakkan kembali tubuhnya dengan pakaian lebih santai dan begitu rapi. Celana panjang, kaos oblong, dilapisi dengan blazer berwarna hitam bergaris cokelat di saku dada sebelah kanan.

Akhirnya kakiku turun dari benda ini, kemudian menyapa dirinya untuk lebih sopan menjadi seorang istri di pagi hari. Tanganku mengusap keringat dari handuk kecil yang melingkari badan leher.

Baju senam yang sering aku pakai memang agak ketat, memperlihatkan lekukan pinggul dan buah dada yang memadat. Sedikit terlihat pusar di tengah lebih terbentuk. Jose memperhatikan diriku dari atas hingga ke bawah.

"Ternyata olahraga lo berhasil juga!" pujinya lalu meranggul.

Tangannya menepuk bahuku hingga menatap dengan begitu dekat, kepalanya tiba-tiba membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ganti baju yang bagus, kita jalan-jalan!"

Bisikannya seolah-olah menyentuh pipiku, suaranya begitu lembut dan tersentuh. Kepalaku malah mematung diam, memutar penglihatan ke arah wajahnya yang dingin. Tanpa senyuman sedikit pun.

Alisnya naik setinggi langit, sedangkan aku belum menjawab.

"Eh, lo tuli ya? Lo nggak inget hari ini? Setiap weekend, lo harus wajib nemenin gue jalan-jalan," tegurnya memelotot.

"Oh!" sergahku langsung menjelengar.

Kepalaku spontan merunduk, melewati tubuhnya yang sudah menjejalkan tangan ke saku celana. Aku terpukau melihat penampilan nyaman nan elegan. Dia memang orang yang rapi dan teliti.

Tanganku segera membuka pintu kamar, dengan anehnya aku tidak menolak dari ajakannya. Setelah pintu kamar ditutup rapat, aku jadi sadar kalau aku sudah terkena hipnotis.

"Oh my god! Sebisanya dia ngajakin gue jalan-jalan? Nyebelin banget! Tapi—"

Aku berpikir sejenak, "Tapi, nggak apa-apa deh! Itung-itung ngilangin jenuh gue." Kakiku berupaya mengitari ruang kamar meraih handuk untuk lekas membersihkan tubuh yang pastinya bau menyengat.

Tak lama kemudian, semua selesai aku lakukan dan kini dengan penampilanku mengenakan blouse krim, rok mekar berwarna cokelat tua. Dengan tas selempang kecil menemani penampilan agar lebih terlihat manis.

Rambut lurus yang panjang kukuncir kuda biar lebih rapi. Maka aku siap untuk keluar dari kamar dengan sepatu hak mini bertali kecil.

Jose menatapku sambil memiringkan kepalanya, "Itu baju yang gue beli kan?" tunjuknya mengacungkan salah satu telunjuknya mengarahku.

Aku mengangguk dan merasa diam.

"Gue bilang apa? Gue nggak sembarangan milih baju. Itu cocok banget buat lo!" Jose mendongakkan dagunya ke depan dan melesat ke samping, memerintahku untuk mengikuti ekornya menuruni anak tangga.

Bibirku mengerucut diam, tidak memaksa untuk menyahut mulutnya yang cerewet. Berakhir lugu dan sedikit manja untuk yang pertama kalinya diajak jalan-jalan oleh suami asing ini. Satu per satu anak tangga dengan rapi kujejaki hingga singgah di lantai bawah.

Kakiku terus mengikuti arahan kakinya mendekati ambang pintu. Dari arah pintu, angin bertiup sepoi menyelinap di balik kerah blouse baruku. Ini terasa nyaman dan dingin, angin bisa masuk bahkan lebih sejuk.

Jose mendekati mobil sport yang sudah diparkir di luar pagar, hanya sekali tekan tombol saja, pagar ini terbuka dengan sendirinya. Rumah ini sudah dikelilingi oleh alat otomatis yang hanya dengan kode dan sekali tekan tombol remote maka akan bergerak sendirinya.

Pintu pagar terbuka untuk kami. Kami berdua harus berposisi yang sama di depan pintu mobil kerennya. Dia membuka dengan pelan lalu menoleh ke arahku. Menatapku dengan begitu lama.

"Tunggu!"

Jose malah memasuki mobil mencari sesuatu dari dalam sana. Kepalanya kembali muncul setelah mendapati sebuah syal halus panjang serasi dengan warna rok mekar yang kupakai. Dia mengikatnya dengan pelan, ada perekat di tengah hingga tidak mencekik badan leherku.

Dia menatap bola mataku sendu, lalu melepaskan kuncir kudaku hingga rambutkku jatuh terurai.

"Hah!" Mulutku sontak terkejut ketika tangannya membuka kuncir kuda. Aku melihat tangannya merampas pita kain sambil menggoyangkannya.

Alisnya terjal dan naik turun. "Nggak usah dikuncir, kan rambut lo nggak hancur." Lalu dia memasukkan kuncir ke dalam saku blazer yang ada di sebelah dada kanan. Tangannya sigap memegang pintu agar aku masuk dengan aman.

Aku menduduki kursi nyaman ini, sebenarnya … aku sedikit malu ketika dia menatapku tadi, memberi perhatian memakaikan syal ke badan leherku, lalu terngiang dengan bola matanya yang panjang membuka pita kuncir rambutku.

Tiba-tiba saja pipiku terasa panas, kedua tanganku menekan pipi dengan pelannya. Dia memasuki dudukan kemudi, dengan cekatan, aku melepaskan tangan dan berpura-pura tidak tahu. Kepalaku malah berpaling dari hadapannya menghadap kaca jendela.

Dia tidak peduli lagi, dan aku pun sama.

DEG! DEG! DEG!

Tapi, kenapa tiba-tiba jantungku jadi kurang nyaman? Mataku terpejam sesaat seolah-olah merasakan perputaran angin menyelinap ke seluruh ruang mobil mahal ini. Padahal dalam hati aku gelisah.

'Jangan jatuh cinta! Jangan jatuh hati padanya.'

Keresahan pertama yang kudapatkan setelah nada berbeda ketika dia menyentuhku dengan lembut.

Dia mengitari perkotaan dan melewati keramaian. Tampaknya dia sedang mencari tempat yang nyaman untuk menghabiskan weekend bersamaku. Akankah istrinya curiga dan penasaran dengan hubungan kami yang sudah menjadi suami-istri?

Aku tidak mengkhawatirkan hal semacam itu, yang aku khawatirkan adalah ….

Bagaimana dengan nasibku jika sudah melahirkan seorang anak untuknya? Aku yang sudah tidak perawan, ketika sudah melahirkan akan terlihat lusuh dan jelek. Aku harus ditinggalkan menjadi gadis layu karena kumbang nakal yang hinggap lalu pergi.