Tengah malam buta, aku mendesak Oslan untuk kembali ke Jakarta Pusat. Tempat itu membuatku rindu. Walau tadinya hatiku sempat tergoncang, tidak semuanya berakhir dengan kepiluan.
Sang bibi telah hadir dan meredam emosi tangisku. Lalu di hadapanku, sosok pria yang selalu bertanggung jawab ketika aku dalam masalah.
"Tapi ini sudah malem banget. Nggak mungkin harus balik ke sana, lagian mata gue juga udah hampir ngantuk banget." Oslan menunjukkan arloji tergenggam di tangan kirinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.15 WIB. Ini waktu yang paling tepat untuk memejamkan mata. Tapi mataku sama sekali tidak terkantuk, sudah pastinya tadi aku tertidur beberapa jam.
"Kita balik ke penginapan, untung gue udah pesan kamar lebih."
Tidak mungkin harus menolak ajakannya. Oslan memang seorang manajer yang sangat cekatan. "Oke." Aku mengacungkan jempol di hadapannya, rautku berubah sangat ceria setelah berpapasan dengan si manajer paling baik.