Delapan jam lima belas menit kurang lebih seperti itu. Sinar terang masih benderang dari ufuk barat. Kurasa itu ufuk barat, ketika mataku mulai menyelinap di balik cermin tebal pada badan pesawat.
Jose yang menyandarkan kepalanya di kursi di sebelahku seolah-olah tidak menghiraukan, apa yang terpampang jelas di ujung penglihatan sana.
Sekilas aku menatap dirinya, masih menutup rapat-rapat kelopak matanya. Pandanganku jadi melesat kembali pada tujuan kepergian kami. Tibalah di tanah suci yang katanya menyimpan banyak cerita terdahulu.
Sayangnya, kami adalah kaum yang berbeda. Hanya saja, kami datang untuk mengisi kekosongan Jose pada usahanya. Ternyata, Jose terlalu memberatkan posisi hidupnya pada dua negara sekaligus.
Berbolak-balik ke dua negara memang sangat melelahkan. Apa lagi jaraknya tidak terlalu dekat. Pesawat akan landing dengan perlahan, menggunakan tanda peringatan yang disampaikan oleh para pramugari dengan dua bahasa, yakni Arab—Inggris.