Aku dan kecurigaanku menjadi hal tidak asing lagi. Emosi yang kerap mendadak tiba berubah seketika, hanya dalam beberapa sentuhan saja. Namun, adakalanya aku menutup malu dengan caraku sendiri.
Akhirnya mulutku yang celopar memilih diam.
"Gue balik dulu," pamitku bersapa kepada Oslan yang tengah menatap lirih.
Wajahnya bahkan tak sempat aku tatap dengan serius. Sementara kakiku bergerak untuk lebih gesit menuju parkiran mobil. Jika aku kembali sedari tadi, mungkin aku sudah menemui setengah perjalanan, atau bahkan nyaris sampai.
Tapi, Oslan terlalu bersikeras untuk menjelaskan segalanya kepadaku. Kemudian, aku pun menjadi malu, tak berucap banyak, lalu pergi begitu saja.
Di dalam mobil, mataku memicingkan sesaat keberadaan tas tangan yang tidak disentuh lagi. Dua tanganku jatuh ke badan setir kemudi dengan baik. Menyalakan mesin membawaku ke mana pun aku pergi.