Jembatan yang tadinya kulihat dari kejauahan. Tapi kali ini, kami sudah berada di depan sana. Padahal, sinar matahari cukup bersinar dengan terang. Hingga menyoroti mata penglihatan, masuk ke bagian terdalam.
Jose masih berdiri di sampingku, berupaya menemaniku. Namun ada yang berbeda dari tatapannya, yakni kepanasan.
"Eh, Cha. Lo malah seneng ya panas-panas begini? Duh," keluh Jose mulai merengek. Di kedua sisi tangannya mengibas menyamping, ke kiri bahkan sebelah kanan.
"Duh, cerewet!" ketusku malah memajukan langkahku.
Aku sama sekali tidak peduli dengan sinar matahari berada tepat di tengah kepalaku. Namun, saat ini mataharinya agak condong lebih turun. Jam tangan yang menunjukkan waktu setepatnya. Pergelangan tanganku naik, lalu memperlihatkan sisi petunjuk jam.
"Udah pukul satu kok, Jose. Lo ngerengek kek bocah aja." Aku tidak cemas, tidak sedikit pun memalingkan wajah ke raut wajah Jose.
