"Ocha."
"Ocha."
Sebuah lambaian tangan mengarah wajahku. Secara tidak sadarnya aku masih mematung melihat posisi pria di depanku. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi?
"Oh!" sergahku membulatkan ujung bibir menjadi lingkaran oval.
"Lo kenapa, Cha?"
Oslan merundukkan pandangan kepalanya, sambil melambai-lambai tangannya, hingga yang terakhir dia menepuk bahuku sedikit keras.
"Eh."
Aku terlonjak, kalau aku baru saja berpikir aneh. Oslan tidak mengatakan perasaannya. Ternyata, mimpi itu menghantuiku sampai aku harus berhalusinasi tepat di dekat Oslan. Koper dan tas tangan sudah ditaruh ke atas lantai, tetapi matanya terus menatapku aneh.
"Mau gue bawa kan ke atas?" Oslan menunjuk telunjuknya mengarah koper dan tas tangan.
"O-oh, ya, ya." Aku terpaksa terbata-bata dengan keraguan dalam menjawab setiap ucapan Oslan.
Sementara Oslan malah berpaling setelah mendapati kejelasan di depan matanya. Dia langsung memapah koper dengan tas tangan ke lantai dua.