"Lo yang sok tahu atau cuma mau cari tahu?" Baron mendekatiku, dilihat dari pergerakan tubuhnya yang perlahan ikut menggetarkan suasana tegang.
Akan tetapi, aku sudah terbiasa dalam kondisi seperti ini. Tiba-tiba saja kepalaku terbungkuk, aku akan meminta pamit setelah mengatakan itu, serta meminta bantuan. "Kalau begitu, saya permisi."
Aku menggunakan bahasa formal, selagi punya cara untuk menghormati seorang bos. Tak kusangka, dunia ini sesempit yang tak dikira.
Gedung pencakar langit miliknya, memiliki nama yang unik. Itulah stasiun televisi yang bergengsi.
"Saya harap tuan bisa memakluminya, dan menyetujui kesepakatan di antara kita berdua kemarin." Aku melanjutkan lagi.
Baron terpaku, memahami, lantas, apa yang akan dia jawab terhadapku. Hanya sekadar menatap lirih, kemudian dia pun ikut meranggul santai.
"Baiklah, kita deal!" Baron menyetujui. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari balik saku celana. Sebuah ponsel pintar, mengarah tepat ke depan wajahku.