Semakin larut, semakin hatiku merasa dingin. Bahkan tatapanku berganti kecut untuk menepis segala penglihatanku. Tangan Jose, segera kusingkirkan dari lenganku, sedangkan daguku terbawa tinggi lalu berbalik.
"Gue nggak ingat apa-apa. Jose, sebaiknya lo jangan maksa gue buat ngingetin semuanya. Tapi, kenangan serta ingatan itu bisa kembali pulih dengan sendirinya." Aku mengubah nada bicaraku menjadi sangat pelan.
Terdengar sangat sendu, kurasa inilah cara yang paling benar, untuk mengucapkannya kepada pria—si pemaksa.
Lalu, aku pun bergegas dari bangunan ini. Tepat di bagian belakang, tidak ada yang mencurigakan dari kami. Jose mungkin tidak akan mengejarku, aku tidak peduli.
Nyatanya, Jose mengejar keberadaanku, dia berlari untuk menangkapku lagi. Tapi tidak mencegatku pergi, berjalan, dan dia melangkah menyamaiku. Kami hanya dibatasi dengan satu jengkal saja.
