Chereads / Hamil Diluar Nikah : Belenggu Pernikahan / Chapter 3 - Hak Seorang Kekasih

Chapter 3 - Hak Seorang Kekasih

Bell istirahat baru saja berbunyi karena hari ini bulan ramadhan jadi semua kantin tutup. Senja baru saja keluar dari pintu saat sorakan siswa lain terdengar, refleks Senja menoleh pada arah keramaian di lorong kelas dua belas. Di sana, mantan kekasih Senja ada, merangkul kekasih barunya. Mungkin karena Senja tidak berhubungan layaknya pacaran anak muda. Saat melihat itu, hanya menyisakan sedikit rasa tidak nyaman pada hatinya. Setelahnya Senja abaikan kedua orang itu bersama teman-temannya pergi ke belakang sekolah tempat biasanya mereka berkumpul.

Senja dulu juga dibawa ke sana oleh Nandar awal mereka jadian. Nandar bisa dibilang anak laki-laki paling tampan di sekolah ini, ditambah ia aktif di organisasi dan pertama kali dulu Senja masuk sekolah Nandar sebagai kakak kelasnya membimbing Senja. Dari sana keduanya mulai dekat dan akhirnya Nandar mengungkapkan perasaannya pada Senja di dalam kelas. Kenapa di kelas, karena Senja sulit diajak keluar bahkan untuk Nandar main ke rumahnya ia selalu melarang dengan alasan belum boleh pacaran.

Awalnya Nandar menerima semua keadaan, jadi keduanya hanya bertemu di sekolah dan jam istirahat barulah keduanya bisa bicara, interaksi keduanya di luar sekolah mungkin bisa terhitung dengan jari, itu pun dengan status hanya berteman biasa. Sedangkan kekasih Nandar sekarang adalah teman dari kecilnya. Senja juga sudah beberapa kali bertemu dengan Mila, kekasih mantannya sekarang.

Jika Senja sedang bersama Nandar di kantin, Mila pasti akan datang dan berlaga sebagai teman dekat. Senja ingat dua hari sebelumnya ia melihat Mila menangis lantas Nandar merangkulnya dibawa ke belakang sekolah. Senja tidak curiga ia pikir Mila hanya sedang patah hati dan sebagai teman dari kecil Nandar bersikap menenangkan, satu hari setelah itu Nandar tidak ada menghubunginya sama sekali tapi kembali lagi Senja terlalu polos menilai keadaan. Jika Nandra juga butuh kehadiran kekasih saat ia menginginkannya dan hanya Mila yang ada.

Sekarang Senja bisa mengerti saat Mila menangis waktu itu. Itu adalah awal gadis itu mengatakan perasaannya pada Nandar sialnya anak laki-laki itu memilih Mila dan meninggalkan Senja.

"Ada yang patah hati. Pacarnya direbut orang." Suara tawa yang lewat di belakang Senja saat tatapannya masih tertuju pada Nandar begitu puas dan Sanja kenal suara itu.

Si kembar. Mega dan Meysa. Deretan sakit hati atas Senja yang dulu bertahta dalam hati Nandar. Mega menyukai Nandar bahkan gadis itu tidak malu secara terang-terangan mengejar kakak kelasnya itu, tapi sayang Nandar menolaknya dan malah mengungkapkan rasa sukanya pada Senja.

Senja hanya sekilas menoleh pada kedua gadis itu yang akhirnya berlalu masih dengan tawa puasnya. Paling tidak Sanja tetap unggul, ia tidak perlu mengejar-ngejar Nandar saat itu, bahkan Anak lelaki itu yang secara terang terangan mengejar Senja.

"Ga usah didengerin. Barisan pesakit hati," ujara Iris teman sekelas Senja. "Lo gak mau curhat, apa kasih tahu gue apa yang terjadi?" tentu saja yang dimaksud Iris adalah Nandar yang gosipnya menghebohkan sekolah disaat statusnya masih kekasih Senja dan sangat banyak yang mengatakan keduanya cocok. Jika Nandar adalah anak laki-laki yang paling tampan di sekolah, sedangkan Senja adalah anak gadis paling cantik di sekolah jadi keduanya sangat cocok.

Senja masih diam memilih duduk di lantai di depan kelasnya.

"Jadi udah putus?" tanya Iris lagi.

"Udah."

"Kapan? Jadi lo diduain tanpa kejelasan dari dia?"

"Kemarin, ga sengaja ketemu dia sama Mila, pas lagi jalan sama Mas Fajar."

Iris menutup mulutnya spontan. "Jadi lo udah tahu duluan, ya ampun. Parah mereka. Harusnya Nandar urus hubungan kalian dulu baru jadian sama cewek itu."

"Ya udahlah Ris, kita juga pacaran biasa aja ngga kaya pacaran," sesal Senja menerima keadaan adalah hal yang paling baik. Selagi ia juga memang tidak bisa memberikan Nandar atas haknya sebagai kekasih.

"Tapi dia cinta pertama elo, Ja. Lo bilang sendiri baru kali ini ada cowok yang bisa bikin lo inget terus. Dan lo mau nerima dia diantara puluhan cowok yang suka sama lo dari kelas sembilan."

"Terus gue harus apa, Iris? Minta tanggung jawab, ngaco deh." Senja tertawa. Gigi gingsul di kedua sisinya semakin terlihat menambahkan manis senyumannya.

"Ya, nggak juga sih. Minimal minta maaflah dan putusin elo secara baik-baik ngga maen kabur sama cewek lain. Udah gitu, itu cewek nggak tau malu. Kalo gue mah ogah sama cowok yang udah jelas punya pacar. Cowok jomblo masih bertebaran."

"Jadian sama ketua OSIS mau ga? Filing gue dia suka sama lo, tapi sayang Lo kurang peka sama sinyal asmara." Iris tertawa.

"Nggak. Sekarang ia katanya gapapa pacaran kayak temenan ketemu di sekolah aja. Nggak ada acara kencan atau jalan bareng. Serius gak papa. Nyatanya dia pergi sama cewek yang bisa diajak jalan." Senja tertawa sumbang. Mungkin untuk awal ketua OSIS itu akan bermulut manis menerima peraturan pacaran Senja yang gak boleh jalan keluar, yang lebih tepatnya dilarang pacaranan.

"Kaya Nandar dong." Keduanya tertawa.

*

Saat pulang sekolah ternyata Mega masih belum puas mengejek Senja, ia kembali menertawakan hubungan Senja yang naas. Dulu Senja begitu dipuja sekarang dicampakkan tanpa harga.

"Ini malem Minggu ya? Ada yang merana dong." Mega dan adiknya kembali tertawa sambil melewati langkah Senja menuju gerbang depan. Iris yang mendengar sudah ingin maju, paling tidak menjambak rambut dua anak kembar itu.

Senja menahan siku Iris. "Jangan kepancing, mereka makin seneng kalo kita kepancing."

"Sumpahnya, Lo bisa-bisanya tenang. Kalo gue udah mencak-mencak dari tadi. Geregetan pengen ngelakban mulut nyinyir mereka."

Dari luar gerbang Fajar sudah menunggu. Senja membuka pintu mobil setelah tadi berpamitan pada Iris yang diantar pulang oleh kekasihnya. "Tumben Mas. Bisa pulang cepet?" tanya Senja setelah duduk di samping Fajar.

"Izin keluar, nanti balik lagi ke kantor. Mas abis beli alat-alat buat naik gunung nanti. Banyak yang sudah rusak ternyata."

Senja melihat jok belakang mobil. Napasnya tertarik pelan, lantas melirik Fajar dengan jengkel. "Ikut Mas!" Ujarnya kesal.

"Iya nanti!"

"Kita ke puncak aja sama ayah, ibu." Lanjutnya sambil melirik Senja yang terlihat menggembungkan pipinya lantas melipat tangan nya, kesal. Fajar tidak bisa menahan tawanya melihat adik perempuannya merajuk dari kemarin.

"Puasin ketawanya Mas. Man tahu nanti udah gak bisa ketawa." Senja masih merajuk. Bibirnya terlipat kesal.

"Udah dong jangan ngambek terus, nanti Mas bawain oleh-oleh dari gunung. Udara. Mau?"

"Mas Fajar!" Rajuk Senja. Ia semakin kesal dan Fajar malah semakin tertawa melihat anak gadis itu memajukan bibirnya.