Senja duduk di barisan kursi paling belakang yang paling nyaman menurutnya, lembaran kertas yang sedang ia kerjakan di bawah pengawasan guru sudah hampir selesai hanya tinggal pertanyaan esai. Hari ini adalah semester terakhir Senja sebelum naik ke kelas 12 rasanya ia sudah tidak sabar menginjak kelas terakhir itu.
Setelahnya Senja akan kuliah di luar Jakarta sepertinya Jogja masih menjadi pilihan yang terkuat.
"Selesai." Senja menutup lembaran terakhir soal yang dikerjakan setelahnya, ia sudah berjalan ke depan memberikan lembaran pada guru pengawas yang sedang duduk di kursinya.
Disusul anak lain juga sudah selesai mengerjakan ulangan.
"Mau ke mana?" tanya Lintang mensejajarkan langkahnya dengan Senja ikut keluar dari kelas.
"Toilet." Senja tahu untuk sampai ke sana ia harus melewati kelas Mega siswa yang tidak pernah menyukai Senja karena urusan anak laki-laki.
Mega menyukai Azka sedangkan Azka menyukai Senja, sudah pernah Senja katakan jika ia tidak pernah menyukai Azka tidak pernah ada hubungan apa pun diantara keduanya.
Mega tidak percaya itu, ia malah semakin membenci Senja karena sombong menolak Aksa. Semenjak itu Mega membenci Senja walaupun tidak melakukan apapun, sekarang kenyataannya Azka juga sudah memiliki kekasih lain dan itu bukan Senja ataoun Mega.
Andai saja toilet bukan diarah kelas Mega? Senja hanya bisa mendesah malas kembali melanjutkan langkahnya untuk melewati kerumunan anak lain di pintu kelas Mega.
Benar saja belum sampai Senja melewati kelas itu suara mengejek juga sorakan mulai terdengar. Senja heran mengapa mereka semua membencinya tanpa sebab, jika yang bermasalah hanya Mega dan kembarannya kenapa siswi satu kelas itu ikut membully Senja.
"Pada ngapain lo! nyorakin orang?" Lintang yang menjawab sambil melewati kelas Mega, ia yang selalu membela Senja. Sedangkan Senja sudah tidak mau ambil pusing lagi dengan perkara yang sudah berlarut-larut tanpa ujung.
Teman-teman Mega hanya mengambil sisi Mega yang katanya dikhianati teman sendiri padahal tahu Mega suka Azka kenapa Senja malah suka juga sama Azka. Tuduhan itu yang sampai saat ini melekat pada Senja padahal kenyataannya Senja sama sekali tidak menyukai Azka.
Senja tidak akan peduli ia terus melanjutkan langkahnya untuk sampai ke pintu toilet.
"Heran gue kenapalah mereka malah ikut-ikutan si kembar dajjal, ikut-ikutan benci sama lo yang gak jelas apa masalahnya. Soal Azka kan udah dijelasin itu cowok yang naksir dan juga lo udah nolak dia," tutur Lintang menggebu ia semakin tidak suka pada kelakuan si kembar yang seenaknya.
Kalau begitu bagaimana ke adik kelasnya Lintang yakin Mega maupun Mesya pasti berlaku tidak baik?
"Biarin aja, Lin. Itu yang mereka mau kita lawan mereka juga, jadi keliatan sama salahnya. Gue ga mau, mending didiemin orang kaya gitu. Ngapain juga lo harus kepancing sama yang kaya gituan, coba?" Senja melemparkan senyum manisnya membuat Lintang kembali menggodanya.
"Ini ini, yang bikin semua cowok kelepek-kelepek, sikap sabar lo itu, Ja. Kadang gue gak habis pikir sama lo yang masih aja diem padahal duo kembar itu udah keterlaluan banget ngebully. Tapi lo masih santai aja ngadepinnya."
Lintang mengatur napas kesalnya mendengar Senja yang selalu menerima keadaan. "Kalo gue jadi lo, gue jambak-jambak rambut mereka."
Senja tertawa mendengar bagaimana Lintang gemas dengan kelakukan si kembar.
Akhirnya sampai di depan pintu toilet setelah melewati kerajaan api.
Senja pikir semuanya selesai dengan sorakan tadi, nyatanya tidak tulisan-tulisan di dinding toilet yang ditujukan padanya masih membekas.
Semua tulisan itu sudah beberapa bulan yang lalu dan sudah coba Senja hapus dengan kain pel tapi tetap saja samar masih bisa terbaja.
Bully-bullyan tak kasat mata hanya berupa tulisan tidak menyakiti fisik tapi malam meruntuhkan mental. Terkadang tulisan-tulisan itu bertambah dan Senja hanya bisa menghela napas kemudian mencoba menghapusnya dengan kain basah.
Sudah pernah diadukan pada guru? belum, Senja tidak ingin memperkeruh keadaan ia yakin tulisan itu tidak akan pernah berhenti sekalipun guru sudah melarang. Malah mungkin semakin bertambah karena kebencian sang penulis, itu yang Senja tebak. Jadi lebih baik ia diam saja.
Senja akan bersabar dengan diam sampai para pelaku pembulian dengan tulisan yang tidak pantas akhir lelah dengan sendirinya. Itu hal yang Senja lakukan saat ini menunggu mereka merasakan lelah kemudian berharap berhenti menulis hal yang tidak baik itu.
Toh Senja tidak selamanya di sekolah ini setelah lulus ia akan jauh dari Jakarta mencari tempat kuliah yang nyaman Jogjalah pilihannya. Katanya di sana semua orang ramah tidak saling menjatuhkan.
"Gila ya! Gue masih gak habis pikir kelakuan minus orang-orang kaya gini." Lintang menunjuk tulisan baru yang mengatai Senja seperti hewan tidak tahu malu.
Ada gambar-gambar wajah yang diberi nama Senja dan masih banyak yang lain, sepertinya mereka yang menulis hanya mengikuti si penulis pertama dan yang belum mengenal Senja terus ikut-ikutan.
"Anggap aja mereka lagi nulis senja sore bukan nama gue. Bereskan, cabut yuk."
Senja sudah berdamai dengan keadaan satu tahun ini, jika dulu ia akan mencuri waktu untuk menghapusnya atau membalas tulisan mereka di dinding. Kini Senja sadar semakin ia melawan semakin ia sakit. Lebih baik ia mengabaikan tulisan itu dan senja yang mereka maksud bukanlah namanya.
Setelah menyelesaikan keperluannya d dalam toilet Senja bergegas keluar meninggalkan tulisan tanpa moral yang hanya bermodal rasa benci yang tidak tahu berasal dari mana atau kesalahan apa. Tetapi ada pelajaran yang Senja ambil dari kondisinya saat ini di sekolah.
Bahwa sebaik apapun kamu bersikap para pembenci akan selalu tumbuh. Jadi cukupkan hanya kebaikan pada dirimu sendiri. Itu saja.
Jam istirahat masih berlangsung Seja dan Lintang memuaskan hawa lapar mereka dengan berada di kantin. Lontong sayur gorengan ditambah sambal merah. Senja melahapnya dengan tenang, sayang ketenangannya seketika menghilang melihat mantan kekasih menggandeng gadis lain.
Hubungan Senja dan Nandar memang tidak banyak diketahui anak lain tapi untuk teman-teman dekat Senja mereka tahu bagaimana Senja menyukai Nandar.
Kerongkongan Senja terasa kering bagaimana kakak kelasnya, gadis itu merangkul lengan Nandar dengan tawa bahagia saat bicara dengan orang lain.
Itu yang tidak pernah bisa Senja lakukan, orang tuanya melarang keras untuk terlalu bebas dengan anak laki-laki. Apa lagi Fajar, mungkin jika ia melihat Senja mengandeng anak laki-laki seperti itu ia yakini akan diseret Fajar untuk pulang.
"Ja, udah kelar makanya? Ko diem." Lintang bukan tidak tahu siapa yang Senja lihat tapi ia hanya mencoba mengalihkan perasaan Senja atas Nandar. Anak laki-laki tanpa hati yang menghianati sahabatnya.
"Mm… iya nih gue udah kenyang. Balik kelas yu?!"
Lintang mengikuti apa mau Senja padahal ia ingat tadi Senja mengatakan jika ia lapar dan sebelum melihat Nandar, Senja makan dengan semangat.
Senja terlalu pintar meredam perasaan sampai Lintang sendiri yang akhirnya jengkel pada mereka yang menyakiti Senja. Tapi untunglah Senja punya keluarga yang luar biasa menyayanginya Lintang sendiri betah berlama-lama di rumah Senja secara ia hanya anak kos yang jauh dari orang tua.
Lintang seperti memiliki rumah kedua jika di rumah Senja, selain itu ada cowok ganteng yang bikin Lintang betah berlama-lama di sana tentu saja itu Fajar kakak Senja.