Setelah insiden ledakan di ruangan Alvien, kini tim Alvien sedang berhadapan dengan kepala laboratorium, Gregory.
"Jadi?" Tanya Gregory pada seluruh tim Alvien.
Wajah rasa bersalah dan ketakutan terpasang di seluruh anggota tim Alvien, termasuk Alvien sendiri.
"Sudah 2,5 tahun dan selalu berakhir ledakan, Vin." Gregory berujar dengan nada dingin sembari melemparkan berkas proyek Alvien ke arah meja.
Alvien mengambilnya, isi dari berkas tersebut benar adanya. Proyek Alvien selalu berakhir ledakan.
"Pak, sedikit lagi kita akan berhasil membuat mesin waktu. Tolong beri saya waktu lagi, pak." Alvien memohon pada Gregory.
Belum sempat Gregory membuka suara, pintu ruangan sudah terbuka terlebih dahulu. Eiger memasuki ruangan dan mendatangi Gregory.
"Ledakan lagi, huh?" Eiger bersuara tanpa menatap wajah Alvien.
Eiger menyuruh Alvien dan timnya keluar ruangan sehingga Gregory dan Eiger bisa berbicara berdua saja.
Alvien menyuruh timnya untuk segera kembali ke ruangan mereka yang masih berantakan. Alvien mengambil catatan kecil miliknya dan segera pergi ke meja kerjanya.
"Fokus ke pembuatan tabung." Kata Alvien ke Dean yang segera Dean perintahkan ke timnya.
Samuel mendatangi Alvien yang berkutat dengan catatannya. Melihat Alvien yang putus harapan namun masih memperjuangkan harapannya.
Samuel mendatangi Dean, meminta akses ke komputer. Samuel mencari sebuah file setelah diberikan akses oleh Dean.
Sebuah file berhasil dikirim ke komputer Alvien.
"Itu berisikan teori-teori tentang waktu." Ujar Samuel pada Alvien.
Alvien dengan cepat membuka file tersebut dan membaca satu-persatu dokumen yang ada didalamnya.
"Dean!" Panggil Alvien dengan suara lantang.
"Ya, Vin?" Dean menyahut dengan terkejut.
"Siapkan barang-barang mu." Kata Alvien dan segera beranjak dari kursinya.
Alvien, Samuel serta Dean pergi meninggalkan laboratorium Energi Atraxis dan pergi menuju suatu daerah.
Alvien dan kedua rekannya pergi menuju Orphen, suatu daerah yang ada di timur Atraxis, masih tergabung dengan benua Novanius.
"Pak Eiger akan mengurus sisanya, kita akan ke laboratorium pribadi milikku." Kata Alvien ketika dirinya ditanya kemana mereka akan pergi.
Hanya membutuhkan waktu 40 menit dari Atraxis menuju Orphen dengan kendaraan pribadi milik Alvien.
Sebuah laboratorium kecil namun cukup untuk melakukan berbagai eksperimen berada di dekat sebuah hutan. Ekspektasi Samuel, Alvien memiliki laboratorium besar dengan banyak ilmuwan didalamnya, namun ekspektasinya salah. Hanya ada 3 ilmuwan, Samuel, Alvien dan Dean.
Alvien mengajak mereka kedalam laboratorium, didalamnya terdapat banyak peralatan yang tak kalah bagus dari laboratorium di Atraxis.
"Dilatasi waktu, mekanika kuantum, satuan energi, hukum Newton akan membantu teori waktu yang kamu berikan. Serta catatan ini, persiapkan alatnya tuan Dean, kita akan berpesta." Alvien berucap lantang dan yakin.
Dean yang diperintahkan segera menyiapkan alat yang dirasa perlu dan Samuel membantu yang perlu dibantu.
Percobaan pertama diakhiri dengan ledakan. Hari berikutnya, Alvien mencoba percobaan keduanya dan berakhir sama seperti di hari sebelumnya.
"Suhu dingin menyebabkan ledakan akibat pembekuan." Alvien menuliskannya di catatan miliknya.
Percobaan ketiga, gagal. Itulah yang dilakukan Alvien selama 6 bulan lamanya. Menjalani ratusan eksperimen yang berujung ledakan. Alvien, Samuel dan Dean kembali menuju laboratorium Energi Atraxis.
"Setelah 6 bulan menghilang, kau akhirnya kembali ke sini ya?" Gregory menyambut kedatangan Alvien dengan pertanyaan yang mengejek.
Alvien hanya tersenyum dan berjalan menuju ruangannya. Tabung yang dibuat sudah selesai, sebuah tabung yang mampu menyesuaikan suhu yang ada didalamnya.
"Setelah ratusan eksperimen, aku akhirnya berhasil membuat sebuah sampel. Siapkan ICYTP, pertama bekukan setelah itu panaskan. Perbandingan ICYTP harus lebih banyak daripada kadar oksigen. Langkah berikutnya, masukkan atom biru!" Perintah Alvien pada timnya.
Timnya yang terkejut dengan kehadiran ketua mereka langsung saja mengerjakan apa yang diperintahkan. Ditengah-tengah kesibukan mereka, Eiger memasuki ruangan bersama dengan Gregory.
"Sudah menemukan jalan lain?" Kata Eiger pada Alvien.
"Seperti yang anda lihat, pak." Sahut Alvien.
Eiger dan Gregory hanya menyaksikan kesibukan tim Alvien dan setelah itu beranjak pergi tanpa meninggalkan sepatah kalimat pun.
Samuel mendatangi Alvien, menatapnya dengan serius.
"Manusia tetap akan mengalami kehancuran, Sam. Utopia, dunia yang selama ini manusia dambakan hanya akan menghancurkan sistem dunia. Keadaan dimana kamu bisa mendapat segala yang kamu inginkan tanpa proses dan tanpa perjuangan yang akhirnya hanya ada kebanggaan hampa." Alvien berbicara seolah mengetahui apa yang ada didalam benak Samuel.
"Manusia akan hancur karena ulahnya sendiri." Lanjut Samuel yang membuat Alvien menatapnya.
Alvien kembali pada tugasnya, menghiraukan Samuel yang masih diam ditempatnya. Tetap fokus membuat mesin waktu yang entah kemana akan membawanya.
Media antariksa juga penasaran dengan mesin waktu yang dibuat Alvien. Professor Liam, sang astronot mendatangi Alvien dan menunggu di ruang tunggu tamu.
Alvien menjawab panggilan dari Professor Liam dan berbincang berdua di suatu tempat yang telah disediakan.
"Kudengar lubang cacing merupakan suatu mesin waktu alami, kenapa anda tidak ke lubang cacing saja?" Alvien menjawab pertanyaan Professor Liam dengan pertanyaan.
Sebelumnya Professor Liam bertanya tentang mesin waktu yang sedang dikerjakan Alvien.
"Begini, nak. Kami telah menjelajahi luar angkasa, kami tak menemukan lubang cacing. Kurasa lubang cacing hanyalah mitos belaka, oleh karena itu kutanyakan mesin waktu ini padamu." Jawaban Professor Liam terdengar seperti bukan jawaban, melainkan pembelaan.
Alvien merasa tertarik dengan kenapa Professor yang ada dihadapannya ini begitu tertarik dengan mesin waktu.
"Kemana anda ingin pergi? Masa depan? Atau masa lalu?" Alvien bertanya kembali sembari menyenderkan punggungnya.
Professor Liam sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Alvien.
"Kurasa ini saatnya pergi, aku menanti mu di Pusat Antariksa Novanius, nak." Professor Liam mengakhiri pembicaraan dan pergi meninggalkan Alvien sendiri didalam ruangan.
Alvien tersenyum, menyadari sikap Professor barusan membuktikan dugaannya. Alvien kemudian kembali ke ruangannya, melihat timnya yang sedang menyesuaikan ICYTP dan Nanoteknologi.
Dilihatnya Samuel yang turut membantu proyeknya membuat Alvien merasa lebih yakin dengan harapannya.
Alvien beristirahat di atap laboratorium, menikmati indahnya pemandangan Atraxis dengan secangkir kopi susu.
"Melihat pemandangan ini membuatku berpikir bahwa dulu Bumi tak pernah hancur." Samuel berkata pada Alvien dengan secangkir susu coklat di tangannya.
Alvien diam tak bersuara walau awalnya dirinya terkejut dengan kehadiran Samuel. Menunggu ilmuwan muda yang umurnya 7 bulan lebih muda darinya ini kembali berbicara.
"Vin, kau takkan mengubah semua ini bukan?" Tanya Samuel akhirnya setelah sekian menit hening.
"Sam, tak ada bukti yang menunjukkan jika kamu pergi ke masa lalu akan mengubah segala peristiwa yang telah terjadi. Tak ada yang tau mengenai hal itu." Alvien menjelaskan pikirannya kepada Samuel yang masih ragu.
Mendengar penjelasan Alvien membuat Samuel merubah pola pikirnya. Memang benar bahwa tak ada bukti mengenai penjelajah waktu. Bisa saja orang yang berasal dari masa depan juga sudah melakukan perjalanan waktu.
"Jawaban itu benar-benar tak terpikirkan olehku." Samuel berkata sambil tertawa, menyadari apa yang dikatakan Alvien ada benarnya.