Kimberly membulatkan matanya, membelalak, menatap Nathan. "Jangan bermain-main denganku!" pekik Kimberly.
Nathan mendengus kesal melihat reaksi Kimberly. "Oh, jadi kau ingin bermain-main denganku?"
"Tidak!" Kimberly begitu tegas.
"Kau sendiri yang mengatakan, kalau kau mau kutiduri asalkan aku mau melepasmu. Baiklah, ayo kita lakukan. Sudah lama aku tidak menyentuh gadis perawan."
Kimberly merasa ucapan omong kosongnya tempo hari di rumah Nathan justru menyerangnya. Ia tak benar-benar ingin tidur dengan Nathan. Atau dengan siapa pun.
"Kau ... tertarik padaku?" Kimberly bertanya tanpa menatap Nathan sama sekali.
"Bodoh. Mana mungkin. Aku tak semudah itu suka dengan wanita sepertimu!"
Kimberly memutar otak. Ia harus mencari cara agar Nathan tak mengganggunya lagi. Ia hanya butuh ketenangan di kota ini. Kehilangan ayahnya sungguh membuat Kimberly terpukul. Ia tak ingin memiliki masalah baru di tempat tinggal baru.
"Kalau begitu, kau harus melepaskanku. Kau tak perlu punya urusan denganku. Tak ada untungnya bagimu. Ki-kita tak saling mengenal. Kenapa kau harus tersinggung hanya karena aku melihatmu sedang bersama seorang wanita? Kau bebas mau tidur dengan siapa pun." Sebisa mungkin Kimberly mencari alasan agar Nathan melepasnya.
"Kau mengganggu kenikmatanku, Nona!" pekik Nathan.
"Kau bisa melanjutkannya lagi, kan?" Eh? Bisa tidak, ya?" Kimberly yang memang sangat polos tak mengerti apa-apa tentang hal vulgar seperti itu.
"Kutunggu kau di markasku. Hari Sabtu. Kita lakukan di sana. Aku akan melakukan semua yang kumau padamu di sana," ucap Nathan.
Kimberly menggelengkan kepalanya. "Tidak bisakah dengan cara lain?" tanya Kimberly.
"Kau menjadi pelayanku selama kau kuliah di sini," ucap Nathan.
"Pelayan?"
"Ya, lakukan apa pun yang kusuruh." Nathan tersenyum jahil kepada Kimberly.
"Tapi kau tak akan memintaku tidur denganmu, kan?"
"Tentu," jawab Nathan. Tetap dengan senyumnya yang nakal.
"Baiklah," jawab Kimberly.
****
Kimberly baru saja kembali dari kampus. Ia sangat lelah. Begitu masuk rumah, ia melemparkan tasnya di sofa. Dan ia langsung merebahkan tubuhnya begitu saja.
"Kenapa aku bodoh sekali? Bukankah menjadi pelayanannya tak ada bedanya dengan menjadi buruannya? Aku akan terus terlibat dengan pria sialan itu. Aaah! Kimberly! Kenapa hidupmu malang sekali!" Kimberly sangat kesal karena ia bukannya lepas dari jeratan Nathan. Tapi justru semakin terlibat dengannya.
Saat Kimberly meracau seorang diri. Ibunya datang. Ia tatapannya terlihat kosong. Sepertinya ia baru melalui hari yang melelahkan.
Viona duduk di sofa tempat di mana Kimberly merebahkan tubuhnya.
"Ibu, menyingkirlah! Kau membuatku sesak!" ucap Kimberly. Pikirannya yang sedang kesal semakin tambah kalut saat ibunya datang.
"Kim, besok ibu akan bekerja," ucap Viona dengan tatapan kosong.
"Kubilang juga apa. Ibu pasti akan mendapatkan pekerjaan lain," ucap Kimberly begitu yakin.
Viona tak mengatakan apa pun kepada anaknya. Ia tak ingin Kimberly tahu kalau ia menerima pekerjaan di rumah Tuan Drigory.
"Kau tak perlu khawatir sekarang, Kim. Ibu akan membiayai seluruh kebutuhanmu," ucap Viona.
Kimberly menatap ke langit-langit. Ia tak menggubris perkataan ibunya. Ia sedang sibuk memikirkan Nathan.
****
Tuan Peterson terlihat sedang melakukan pekerjaan di ruang kerja walikota. Ia bertemu dengan beberapa orang penting untuk membicarakan tentang hal-hal yang terjadi di kota X selama masa jabatannya.
"Jika Anda ingin mencalonkan lagi. Lebih baik, Anda tidak terlalu bermasalah dengan Keluarga Drigory. Jika mereka mengerahkan anak buahnya, maka Drigory bisa mengacaukan jalannya pemilu," ucap pria tua memakai jas putih. Ia terlihat begitu santai saat berkata begitu.
"Tuan Sanchez, kau meremehkan negara ini. Mana mungkin kelompok mafia bisa punya pengaruh dalam hal politik? Mereka tak bisa masuk mengacaukannya begitu saja," ucap Tuan Peterson.
"Kau mungkin benar, Tuan Tapi kau tak bole meremehkan hal ini begitu saja. Aku khawatir, Moreno Drigory akan membuat ulah setelah kematian putranya akibat .... "
"Diam saja," ucap Tuan Peterson dengan nada yang tegas tapi suaranya tak terlalu keras. "Kau ingin merusak karierku di sini? Kau hanya perlu diam. Dan nikmati hasil yang kau peroleh. Aku akan memberikan proyek penggarapan waduk itu pada perusahaanmu. Tapi jaga mulutmu." Tuan Peterson mengancam Sanchez.
"Baik, Tuan Drigory," jawab Sanchez.
****
Nathan baru kembali ke rumah. Ia melihat Black dan Lucy sedang berdiskusi sesuatu. Tapi saat Nathan datang. Keduanya diam dan menatapnya.
"Ada apa?" Nathan menoleh ke sana kemari. Seolah mencari apa yang salah.
"Tidak. Masuklah ke kamarmu. Tuan Drigory memerintahkanmu datang ke ruang tembak setelah makan malam," ucap Black.
"Untuk apa? Apa hal yang penting?" tanya Nathan.
"Ayahmu yang akan menjelaskan," jawab Black.
Nathan melirik ke arah Lucy yang terlihat tersenyum bahagia. "Apa yang sedang kalian rencanakan?" tanya Nathan kepada Lucy. Tatapannya tajam, mengintimidasi wanita simpanan ayahnya itu.
"Kau tak perlu tahu, anak kecil. Sekarang kau masuk kamar dan kerjakan tugas sekolahmu. Jangan ikut campur urusan orang dewasa," ucap Lucy begini memuakkan.
Nathan yang geram segera mencengkeram leher Lucy. "Jaga bicaramu!"
"Nathan, hentikan!" Black berusaha untuk melerai Nathan, namun cengkeraman tangannya terlalu kuat. Jika Black memaksa, maka Nathan akan terluka. Ia tak bisa melukai anak bosnya.
"Kau hanya pelayan di sini. Jangan mengatur apa pun yang harus kulakukan!" pekik Nathan.
Lucy yang dicekik oleh Nathan tak bisa melawan. Meskipun usianya masih dua puluh tahun. Nathan sangat kuat. Didikan keras sang ayah membuat Nathan menjadi petarung yang unggul. Apalagi ia selalu berlatih dengan Black.
"Uhuk, uhuk! Le-pas-kan a-ku." Lucy tak bisa melepaskan diri dari Nathan. Nathan terlalu dibakar emosi saat ini.
"Black segera menarik paksa tangan Nathan. Ia tak bisa membiarkan Nathan membunuh Lucy dengan cara konyol seperti ini.
"Lepaskan, Nathan!" teriak Black. Tubuh Nathan terhuyung setelah Black memaksanya melepaskan Lucy.
Tubuh Nathan terjerembab ke lantai. Dan Lucy akhirnya bisa lepas dari Nathan. Lehernya terlihat memerah karena ulah Nathan.
"Kurang ajar!" pekik Lucy.
"Lucy, hentikan! Kau ingin memulainya lagi!" hardik Black.
Nathan segera bangun. Ia menatap Lucy seolah ingin membunuhnya. "Jangan bicara padaku lagi! Mengerti!" pekik Nathan.
Saat itu, Nathan tidak sengaja melihat kertas yang tergeletak di atas meja saat tadi Lucy dan Black berdiskusi. Ia melihat foto Viona dalam lembaran phorto polio.
"Dia tetap bekerja di sini?" tanya Nathan kepada Black.
"Apa masalahnya?" tanya Black.
"Anaknya satu kampus denganku!" sahut Nathan dengan sangat kesal.
Lucy melihat reaksi Nathan yang berlebihan hanya tentang pegawai baru. Ia mencurigai sesuatu.
"Dia di sini untuk bekerja. Tak lebih. Ayahmu butuh pelayan di rumah ini," ucap Black.
"Apa saja yang dilakukan wanita ini sehingga ayahku harus mencari karyawan baru? Apa dia terlalu asyik mengulum kemaluan ayahku sehingga lupa dengan tugasnya sebagai pelayan di sini!" pekik Nathan kesal.
Bersambung ....