"Aku tidak bisa berhenti memikirkan William. Apa yang di lakukan William sekarang? apa dia sadar atau tidak sadar lagi? aku sangat mencemaskan William, Harry." ucap Sheisha sambil mengusap air matanya yang masih mengalir tanpa bisa dia tahan.
"Jangan menangis lagi Sheisha, aku tahu kamu sangat mencintai William. Tapi kamu juga tahu, William sekarang terkadang sulit untuk di kendalikan. Dia bisa menyakitimu lebih dari ini." ucap Harry berusaha menenangkan hati Sheisha.
"Tapi Harry, William melakukannya tanpa sadar." Ucap Sheisha dengan tatapan sedih.
"Baiklah Sheisha, sekarang apa yang kamu inginkan?" Ucap Harry tidak ingin membuat Sheisha kecewa apalagi membuatnya menangis.
"Aku ingin melihat keadaan William, Harry. Pasti saat ini William sangat sedih. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya." ucap Sheisha merasa bertanggung jawab pada William karena William adalah tunangannya.
"Oke Sheisha, aku akan mengantarmu ke rumah William. Agar kamu bisa melihat keadaannya. Tapi bagaimana dengan kesehatanmu? kamu masih sakit." Ucap Harry dengan tatapan dalam.
"Aku tidak apa-apa Harry, aku masih kuat. Saat ini aku hanya mencemaskan keadaan William. William membutuhkan kita Harry?" ucap Sheisha meyakinkan Harry untuk tetap menjaga William.
"Kamu benar Sheisha, saat ini William membutuhkan kita. Seharusnya kita tidak membiarkan dia pergi." ucap Harry bangun dari duduknya dan membantu Sheisha untuk bangun dari tempatnya.
"Kita ke sana sekarang Harry." ucap Sheisha dengan berjalan pelan keluar rumah dan masuk ke dalam mobil Harry.
Tanpa bicara lagi Harry memeluk bahu Sheisha membantunya berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil.
"Pasang sabuk pengaman kamu, Sheisha." ucap Harry setelah berada di dalam mobil kemudian menjalankan mobilnya ke rumah William.
Sampai di rumah William, Sheisha segera keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan rasa sakitnya lagi.
Harry menatap Sheisha dari dalam mobil dengan perasaan sakit. Harry sangat tahu cinta Sheisha hanya untuk William bukan untuknya.
Walau sekarang Sheisha tahu dia mencintainya, sampai saat ini Sheisha tidak pernah bertanya atau ingin membahasnya seolah-olah hal itu tidak penting bagi Sheisha.
Lamunan Harry terhenti saat mendengar suara Sheisha berteriak keras di depan pintu.
"William!! William!! buka pintunya William!!" panggil Sheisha dengan menangis keras.
Harry keluar dari mobil dan mendekati Sheisha.
"Sheisha, bersabarlah. Siapa tahu William sedang istirahat didalam dan tidak mendengar suara panggilanmu." ucap Harry menenangkan hati Sheisha.
"Perasaanku tidak enak Harry, sepertinya telah terjadi sesuatu pada William. Kamu harus bisa membuka pintu ini Harry." ucap Sheisha dengan wajah cemas.
Harry menatap Sheisha kemudian mengetuk pintu beberapa kali hingga kemudian pintu terbuka. Tampak wajah tua pembantu William yang membuka pintu.
"Bibi Etin di mana William?" tanya Sheisha setelah tahu yang membuka pintu adalah Etin pembantu William yang usianya sudah setengah abad lebih.
"Maaf Nona Sheisha, Tuan William tidak ada di tempat. Tuan William sudah pergi dari rumah ini." ucap Etin dengan wajah sedih.
"Pergi?? pergi ke mana Bibi Etin?" tanya Sheisha dengan berlinang air mata.
"Saya tidak tahu Nona Sheisha. Tuan William tidak mengatakan apa-apa." ucap Etin merasa kasihan melihat Sheisha yang menangis sedih.
"Apa Bibi Etin tidak tanya kemana William pergi?" ucap Sheisha tidak tahan dengan kesedihannya hingga tubuhnya terasa lemas tak sanggup berdiri.
"Tuan Harry, sebaiknya Nona Sheisha anda bawa pulang. Kasihan kalau masih tetap di sini. Tuan William sudah tidak ada di sini dan saya tidak tahu ke mana perginya." ucap Etin dengan panik melihat keadaan Sheisha yang benar-benar kehilangan William.
"Dengarkan aku Bibi Etin, kalau ada kabar tentang William tolong segera hubungi kita." ucap Harry sambil memberikan kartu namanya pada Etin.
Etin menganggukkan kepalanya dan menerima kartu nama Harry.
"Sheisha, kuatkan dirimu. Kita pulang dulu saja, kita bisa minta bantuan polisi kalau William masih belum kembali." ucap Harry seraya menuntun Sheisha masuk ke dalam mobil.
Setelah Sheisha dan Harry pergi segera Etin masuk ke dalam kamar William dimana William bersembunyi di pojok kamar dengan wajah terlihat sangat tertekan.
"Tuan William, Nona Sheisha dan Tuan Harry sudah pergi. Anda harus tenang Tuan." Ucap Etin merasa telah terjadi sesuatu pada William.
"Bibi Etin bawa aku pergi dari sini. Aku tidak bisa tinggal di sini lagi. Tolonglah aku Bibi Etin, aku tidak ingin menyakiti Sheisha lagi." ucap William dengan wajah terlihat pucat.
"Memang apa yang terjadi pada anda Tuan William? ceritakan padaku. Sepertinya Nona Sheisha sangat sedih saat aku mengatakan Tuan sudah pergi dari sini." ucap Etin menatap penuh wajah William yang terlihat tersiksa.
"Aku telah berubah menjadi iblis, Bibi Etin. Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi padaku. Setelah aku mengalami kecelakaan sepertinya aku punya dua jiwa. Jiwa yang bukan jiwaku." ucap William bercerita pada Etin yang bersalah dari Desa.
"Maksud Tuan dua jiwa? jiwa seperti apa Tuan William?" tanya Etin dengan kening berkerut.
"Aku juga tidak tahu pasti Bibi Etin, Harry dan Sheisha yang tahu perubahanku itu. Terkadang aku menemukan diriku sendiri yang sangat menyayangi mereka berdua. Tapi terkadang aku menjadi iblis yang menyiksa Sheisha keji dan membenci Harry. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada saat ini. Aku merasa takut benar-benar menjadi Iblis." ucap William sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Etin terdiam mendengar cerita William yang terlihat serius.
"Apa sebelum kecelakaan terjadi Tuan William merasakan suatu kejanggalan? atau melakukan yang Tuan tidak sadari?" tanya Etin menatap penuh wajah William.
"Aku tidak ingat apa-apa Bibi Etin, aku juga tidak tahu kenapa aku bisa kecelakaan?" Ucap William dengan perasaan tersiksa.
"Apa Tuan mau tinggal di Desaku untuk sementara waktu? Mungkin dengan tinggal di Desa hidup Tuan William bisa sedikit tenang." ucap Etin punya saudara pria yang punya ilmu tinggi dan saudaranya itu tinggal di Desa.
"Aku mau Bibi Etin, bawa saja aku pergi ke sana. Aku tidak mau menjadi Iblis dan melukai orang-orang yang tak bersalah." ucap William membayangkan wajah Sheisha yang ketakutan saat dia berubah menjadi orang jahat.
"Baiklah Tuan William, kalau begitu aku akan mempersiapkan beberapa pakaian Tuan agar bisa tinggal di Desa. Di Desa nanti semoga Tuan William bisa kembali lagi seperti dulu." ucap Etin serius bangun dari duduknya dan mengambil koper William.
William menganggukkan kepalanya dengan pasrah. William tidak ingin tinggal di rumahnya lagi. William tahu, kalau dia masih tinggal di rumah Harry dan Sheisha pasti akan bisa menemukan dirinya.
Perasaan bersalah yang sangat pada Sheisha membuat William memutuskan untuk tinggal di Desa sampai dia sembuh kembali.