Chereads / ISTRI RASA PEMBANTU / Chapter 16 - DIBERI PEMBANTU

Chapter 16 - DIBERI PEMBANTU

Siapa yang tidak kesal melihat tingkah laku Indy? Wanita itu dengan mudahnya memelototi serta memarahi Alin dan Yugi. Mendapati dirinya dilecehkan membuat Alin menjadi naik darah.

Seketika Alin menarik rambut Indy sehingga ia terlempar dari pusat pintu kamar. Meski tua, tapi bukan berarti Alin akan kehilangan tenaga. Deretan gigi Alin menggeletuk. Tidak sabar untuk meremas mulut cerewet Indy.

"Jadi, ini perempuan pilihan Dito? Dasar, gak berguna!"

Detik itu juga Alin mengencangkan tarikannya, kemudian melepaskan tangannya begitu saja. Kepala Indy terombang-ambing di udara.

"Biar kamu tahu aja ya, wanita perebut suami orang! Kami ini orang tua Dito,"

Glek!

Indy sampai membisu mendengar penuturan Alin. Dia memang belum pernah mengetahui wajah orang tua dari selingkuhannya sendiri. Jantung Indy berdetak tidak normal. Rupanya Indy telah salah memperlakukan orang tua.

"Dito bener-bener keterlaluan! Heran liat dia," imbuh Yugi. Dia pun ikut tak mengira, jika Dito mampu memilih Indy yang tak beradab dan meninggalkan Ira.

"Ngapain kamu ada di kamar anak dan menantuku, hah?" Alin kembali angkat suara. Belum puas rasanya memberi pelajaran pada Indy.

Sedangkan sosok yang dilabrak mendadak mati ketakutan. Indy bingung harus berbuat dan mengucapkan apa kepada orang tua Dito, selain permintaan maaf.

"Maaf, Tante. Aku gak tahu Tante dan Om ini adalah orang tuanya Mas Dito," kata Indy gugup. Bahkan, untuk mengangkat kepala saja pun ia tidak berani.

Ira merasakan bahwa Alin dan Yugi sungguh menyayanginya. Di samping itu, Ira juga lega karena pada akhirnya kebusukan Indy dan Dito dapat terbongkar. Ira tak banyak bicara di belakang sana. Dia hanya menjadi penonton dan pendengar budiman atas perlakukan mertuanya terhadap Indy.

"Telepon Dito sekarang!" pinta Alin pada wanita yang sedang tertunduk lesu.

Jika orang tuanya yang menghubungi Dito, pasti pria itu tak akan pulang dan mencari alasan lain. Jadi, lebih baik Indy saja yang dijadikan tumbal.

Buru-buru Indy mengambil ponselnya di atas ranjang dan berbicara dengan Dito via udara. Ketika Indy berniat mengetikkan sebuah pesan, tiba-tiba Ira menyeru dari penjuru lain.

"Simpan aja Handphonenya, Ma! Takutnya Indy ngambil kesempatan buat cerita keadaan rumah,"

Perkataan Ira sontak membuat Indy merasa tersindir dan dipojokkan. Ira berhasil membalikkan keadaan yang pernah menimpa dirinya beberapa waktu lalu. Ira tersenyum saat Alin merampas ponsel dari tangan Indy.

Mereka semua menyandera Indy agar perempuan itu tidak kabur. Setelah menunggu selama beberapa waktu, akhirnya Dito kembali.

Kelima orang suruhan Dito tidak berani ikut campur urusan keluarga Yugi, meskipun tahu bahwa bos mereka akan marah besar. Si pria botak merupakan orang yang paling menyesal, karena sudah mengizinkan Alin dan Yugi masuk ke rumah.

Dito pulang penuh rasa penasaran. Pasalnya, Indy tak pernah memintanya untuk balik ke rumah pada siang hari. Terlebih tak ada janji untuk berbelanja ataupun jalan-jalan diantara keduanya.

Saat Dito membuka pintu, betapa terperanjatnya ia saat menyaksikan seluruh orang termasuk Alin dan Yugi berkumpul di ruang tamu.

Dito meneguk air liurnya dengan sulit. Kenapa dan sejak kapan orang tuanya hadir? Pertanyaan itu terus berlarian dalam kepalanya.

Perlahan Dito melangkah dan memasang senyum palsu. Meski begitu, Dito tetap dapat merasakan hawa panas di sana. Seakan baru saja terjadi pertempuran.

"Ma, Pa. Sejak kapan ada di sini? Kok gak ngabarin?" Dito mulai basa-basi.

Melihat Dito yang hadir tanpa rasa bersalah, membuat emosi di dalam jiwa Yugi kembali menggebu-gebu. Tanpa pikir panjang, lelaki paruh abad itu langsung mendaratkan kelima jarinya di pipi kanan Dito.

BUGH!

"Anak gak tahu diri kamu!"

"Aaaaargh!" Indy menjerit, tatkala darah segar mengalir dari bibir Dito.

"Sudah puas kamu mempermainkan Ira, hah?" tanya Dito dengan nada lantang.

Sosok yang menjadi korban pemukulan tak sanggup memberi reaksi apapun. Sejak awal, Dito memang sudah curiga jika ia ketahuan selingkuh, karena ada Indy yang ikut bergabung dengan orang tuanya.

Pria itu meraba sudut bibirnya yang terasa nyeri. Sesekali diliriknya wajah Ira. Dia seolah membiarkan suaminya sendiri menderita di tangan Yugi.

"Mama kecewa sama kamu, Dito! Selama ini kamu bilang kalau hubungan rumah tangga kalian baik-baik aja. Ternyata kamu simpan perempuan gak tahu diri ini!" Alin menunjuk wajah Indy.

"Kamu juga ambil Handphone Ira, supaya dia gak bisa ngasih kabar ke kami. Ingat, Dito! Ira itu anak yatim piatu. Sama siapa lagi dia mengadu kalau bukan sama orang tuamu ini, hem?" lanjutnya seraya membeliakkan mata.

"Kurang ajar! Pasti Ira sudah ngadu yang bukan-bukan sama Papa dan Mama," gumam Dito. Sempat heran kenapa orang tuanya bisa hadir di sini.

"Ira, kenapa kamu diam aja? Tampar suami kamu yang gak tahu diri ini. Ayo!" Alin menghadapkan tubuhnya pada Ira. Dia ikhlas dengan tindakan Ira yang akan menghakimi Dito.

Namun, nyatanya Ira tak melakukan apa-apa selain memilin ujung bajunya. Walaupun sudah mendapat restu dari Alin, tapi Ira tetap tidak enak jika harus menampar Dito di depan orang tuanya sendiri.

"Aku cuma mau Indy diusir dari rumah kami, Ma,"

Akhirnya Ira menggantinya dengan sebuah keinginan tertunda. Dengan begitu, Ira dapat hidup tenang bersama Dito seperti sedia kala.

"Iya. Dia memang harus segera diusir," kata Yugi penuh penekanan.

Ira tersimpul samar. Akhirnya kemenangan berpihak pada dirinya. Sedangkan Indy malah tak terima, karena dirinya diasingkan.

"Aku mohon Tante, Om. Aku tetap mau tinggal di sini. Gak masalah kalau aku harus jadi pembantu lagi." Indy menangkupkan kedua tangannya di depan Alin dan Yugi.

"Jangan mimpi kamu! Bisa-bisa kamu balas dendam sama Ira." Alin membalas ucapan Indy dengan culas. Mana mungkin ia membiarkan anak-anaknya tinggal dengan seorang benalu.

"Dito. Kenapa kamu diam aja?"

Dito tersentak saat Yugi memanggil namanya. Sejujurnya Dito tidak tahu harus bersikap bagaimana. Ia benci suasana ini, tapi mustahil baginya untuk membela Indy.

"Mama gak mau tahu. Pokoknya kamu harus tinggalkan perempuan satu ini!" timpal Alin.

Dito tak ingin menimbulkan masalah baru. Sesegera mungkin ia harus terbebas dari jeratan orang tuanya. Dito memutuskan untuk menjadi anak kucing. Ia tak melawan Alin dan Yugi barang sedikit pun.

Sejank Dito melirik paras merah Indy, kemudian memandang Ira. Dia meraup seluruh oksigen yang masih tersisa, kemudian berseru, "Iya. Aku bakal tinggalin Indy,"

Krak!

Hati Indy robek mendengarnya.

"Loh, Mas? Kenapa secepat itu? Kamu kan janji bakal terus sama aku."

Merasa tak terima ditinggalkan, Indy pun memberanikan diri untuk berbicara di hadapan Alin dan Yugi.

"Sudahlah, Indy. Percuma juga kalau kita lanjutkan hubungan ini. Toh, orang tuaku juga gak merestui," balas Dito, lalu menurukan sepasang bahunya.

Indy memandang Dito penuh curiga. Tak percaya jika Dito benar-benar mencampakkan dirinya. Indy berharap semoga saja Dito hanya berakting di depan Alin dan Yugi.

"Nah. Kamu dengar sendiri, kan? Sekarang angkut barang-barangmu dan keluar dari rumah kami,"

Alin mendorong tubuh Indy dan menggiringnya agar masuk ke kamar. Alin tak ingin kejadian semacam ini terulang lagi, makanya dia mengharapkan agar Indy segera cabut.

***

Bersambung