Chereads / Hello My Girl! / Chapter 35 - Apa yang Disembunyikannya?

Chapter 35 - Apa yang Disembunyikannya?

"Nyenye, ocehan ibu-ibu memang menyebalkan."

Fafa tersenyum sopan. Jika bukan karena Lewan yang sibuk memadu kasih maka saat ini dia sudah pasti pulang dan mengajak putrinya jalan.

Ah, Fafa bahkan lupa kapan terakhir kali putrinya diajak keluar. Berkat bantuan He-eun perkejaan lainnya ringan tapi tidak untuk yang satu ini. Terkadang ucapan pimpinan PT ReJy agak mengganggu ketenangan batinnya.

"Aku tahu semuanya bisa selesai hari ini jika saja Lewan tak ogah-ogahan. Tapi Fafa, untuk apa sih kamu bekerja keras? Seperti saat mendapatkan putrimu, coba saja gunakan lubang bawah dan goyangan mautmu," bisik wanita yang dijuluki ular oleh He-eun ini.

Sebetulnya Fafa ingin mencoba paham bahwa pimpinan ReJy yang dulu tak seperti ini. Dia menikahi seseorang yang salah dan berakhir di pengadilan negeri untuk menggugat cerai suaminya itu.

Perpisahan mereka terjadi karena adanya orang ketiga yang diam-diam ternyata memiliki anak dengan mantan suami pimpinan ReJy ini. Namun, haruskah Fafa menerima kalimat-kalimat tajam tersebut?

"Maaf Bu Re tapi saat ini kami memang benar-benar harus menunda sebagian besar. Untuk bahan-bahan pembangunan gedung tersebut berada di tanggal e-sports diselenggarakan. Pak Yang harus menjadi panitia, saya sendiri belum mampu menghandle itu semua," jelas Fafa masih dengan sikap profesional seperti biasanya.

Pimpinan Re tampak mendumel. "Tetap saja! Shit, gara-gara mantan suami sialan itu aku jadi apa-apa merasa resah dan tak bisa mengontrol emosi melihat wanita. Maafkan aku Fafa."

Mendengarnya Fafa ingin berkata 'ya tak masalah, Bu' dengan sangat tegas. Namun, hati Fafa pun sama terlukanya jadi dia hanya membalas dengan senyuman disertai anggukan ringan.

"Jadi bagaimana, Bu? Kami benar-benar meminta maaf lantaran untuk yang satu ini tidak berjalan seperti rencana Anda," papar Fafa ulang

Re tampak mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di meja, wanita yang jauhhh lebih tua dari Fafa itu mengembuskan napas pelan. Tampak dia memejamkan mata karena mungkin saja ada hal yang harus segera diselesaikan sayangnya tak mungkin bisa.

"Jangan sampai melebihi yang kamu bilang tadi, begitu e-sports selama sebulan penuh untuk pembukaan itu selesai segera tugaskan tim. Dan untuk bahan-bahan ataupun material lain akan kami urusi, tenang saja kamu hanya perlu mengawasinya," balas Re.

Untuk kali ini Fafa benar-benar menampilkan senyum yang sangat lebar. Dia merasa bersyukur karena berhasil menyelesaikan tugas terakhir ini.

"Baiklah kalau begitu saya pamit, Bu," tutur Fafa.

Re mengangguk. "Hati-hati dan maaf soal yang tadi "

***

"Mama mau es krim boleh?" Ji-ya tampak mendusel manja.

Hal itu tentu saja membuat Fafa tertawa geli. "Ini sudah malam, Sayangku. Besok saja ya kita pergi beli es kirim nanti sama—"

"Sama Ayah? Mama, Ayah He-eun mengatakan sesuatu yang cukup manis akhir-akhir ini tapi jujur saja aku rindu Papa. Masak papa pulang kerjanya masih lama?" celoteh putrinya itu.

Kelas 3 SD, semenjak memasuki sekolah dasar putrinya memang lebih sering menanyakan perihal Papa, Papa, Papa dan Papa secara terus-menerus. Fafa bukannya tak tahan menghadapi putrinya sendiri. Hanya saja

"Sebentar lagi," ucap Fafa.

Papa yang dimaksudkan Ji-ya adalah Jie-soe. Fafa sudah menemui adik kelasnya itu hari ini, dan tentunya hal tersebut membuat kekhawatiran Fafa kian menjadi-jadi. Bagaimana kalau nanti Gia menemuinya lagi?

Mungkin saja Regia yang merupakan kakak Gibran terlihat seperti wanita manis juga ibu yang baik. Namun, Fafa dan teman-teman seangkatan mereka jelas tahu betul seberapa bengisnya wanita itu.

Pernah sekali Fafa melihat Regia membully habis-habisan adik kelas yang mencoba untuk menampar Gibran. Ya memang di depan Gibran yang Regia lakukan hanya tertawa geli, tapi sebetulnya jika menyangkut adiknya termasuk Jeno dan Jie-soe maka ... Fafa benar-benar tak bisa membayangkan nasibnya akan berakhir bagaimana.

"Tapi Mama selalu saja mengatakan hal-hal yang sama. Semua teman sekelasku berkata bahwa jangan dekat-dekat sama om He-eun, mereka berkata bahwa aku akan ditinggalkan papa kalau memiliki ayah. Mereka juga meledek kalau nama belakang ayah itu harus sama dengan anaknya bukan beda," cibir Ji-ya.

Fafa tersenyum tipis. "Mama sudah sering mengatakan hal yang sama untuk Jia. Sedari dulu papa sangat sibuk, untuk membeli ini dan itu butuh uang bukan? Nah, Mama tak cukup mampu membiayai semuanya jadi papa bekerja untuk kita."

"Kalau begitu kenapa tak telpon papa saja dulu?" Ji-ya membalas dengan sorot mantap.

Entah takdir atau bagaimana, Fafa melihat sebuah panggilan masuk dari aplikasi bernama hitam kuning itu. Sialnya ponsel miliknya ada di samping Ji-ya. Seakan-akan Tuhan sedang menguji kemampuannya, di foto profil terpampang jelas wajah si penelepon, Lee Jie-soe.

"Ini papa!" Ji-ya yang mengambil ponsel miliknya berseru.

Sebelum Fafa sempat mengatakan sesuatu, Ji-ya sudah mengangkat panggilan dan mengucapkan sesuatu yang mengerikan.

"Papa aku rindu!"

***

["Papa aku rindu!"]

Febi mematung mendengar suara yang keluar dari benda pipih milik temannya itu. Sosok yang diam-diam masih dia harapkan sebagai calon pendamping hidupnya tengah ke kamar mandi saat ini.

Sementara di samping Febi ada Kanneth sang calon suami. Ketiganya berada di Korea untuk menyelesaikan masalah, dan malam ini Febi berencana menjelaskan singkat data-data yang dia dapatkan.

Namun, kenapa saat dia menelepon Fafa menggunakan nomor Jie-soe yang terjadi malah seperti ini?

10 tahun, selama itu mereka bersama-sama. Jadi, bagaimana bisa ada sesuatu yang tak diketahui oleh Febiranza saat ini?

"What's wrong, Baby?"

Febi mencoba tersenyum dan menggeleng. Dia tak lagi memiliki kekuatan untuk memegang ponsel Jie-soe. Untungnya laki-laki itu segera datang dan mengambil alih.

"Beb, keluar yuk aku pusing dikit," ajak Febi.

Kanneth tampak malas, tapi untuk pria itu Febiranza adalah segalanya. Meskipun merasa amat sangat malas sekali pun dia tidak pernah mengeluhkannya.

Kini dengan segera Kanneth berdiri dan membawa calon istrinya keluar dari kamar hotel. Semula Kanneth menyarankan agar mereka pergi ke taman saja, sayangnya sang pujaan justru ingin makan tteobokki.

Sedikit meringis Kanneth karena lupa bawa kunci mobil. Sebelum-sebelumnya dia selalu saja membuat Febiranza memiliki segalanya. Namun, bagaimana bisa kali ini dia justru mengacaukan segalanya?

"Hey, nggak perlu pusing-pusing, Beb. Ayok jalan kaki aja, lagian karena beberapa masalah akhir-akhir ini kita jarang kencan loh," tutur Febi sambil tertawa geli.

Mata Kanneth tak bisa dikelabui, dia tahu ada yang wanita itu sembunyikan. Namun, rasanya tak cukup baik untuk langsung melakukannya. Lagipula Febiranza pasti akan menceritakannya. Lambat laun meskipun butuh banyak waktu Kanneth akan menunggu sifat terbuka wanita itu.

"Hem, ayo jalan-jalan. I Miss date with you," balas Kanneth.

Kedua sudut bibir Febiranza melengkung, menampilkan senyuman yang mempesona. Ah, dalam keadaan ini Kanneth ingin menanyakan sesuatu, tak bisa berkata gamblang dia pun menanyakannya dalam hati,

"Bisakah di masa depan nanti kau tak menemui Jie-soe sementara waktu agar bisa melepaskan teman yang kau ingin menjadi pasangan itu, Bee?"

-Bersambung ...