Pagi itu saat matahari bersinar terang, semua orang di rumah keluarga Demir sudah bangun dari tidur mereka. Semuanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
"Aduh, berat," keluh Zeynep sambil menggeliat dengan suaranya yang parah karena bangun tidur. Di sampingnya Yusuf masih tertidur dengan tenang.
"Hey! Bangun!" teriak Zeynep saat dia sudah terbangun sepenuhnya dan sadar jika saat ini dirinyabtidur dengan berpelukan bersama Yusuf. Ya, meski pria itu adalah suaminya, tapi selama ini dia tidak ingin menyentuh Yusuf sejauh ini.
"Arggg, berisik sekali!" lirih Yusuf yang malah mengambil guling san menutupi wajahnya.
"Hey bangun! Katakan padaku kenapa kau tidur memelukku hah!" teriak Zeynep lagi sambil menggoyangkan tubuh Yusuf hingga pria itu bangun sepenuhnya dengan gerakan Zeynep yang sangat mengganggunya.
"Kau tidak ingat semalam kau ketakutan karena petir, dan sekarang kau emnuduhmu hal yang macam-macam," gerutu Yusuf sambil duduk di atas kasusnya. Sudah tidak ada lagi waktu tidur jika sudah seperti ini, apalagi Zeynep yang sangat berisik itu.
Seketika Zeynep terdiam, dia kembali mengingat tragedi semalam dia yang berteriak ketakutan, berlari keluar kamar mandi dan memeluk Yusuf dengan reflek. Wajahnya kini terasa panas, mungkin dia tengah merona saat ini mengingat kejadian semalam.
"Maaf," lirih Zeynep merasa tak nyaman.
Setelah mengucapkan kalimat barusan, dia langsung meninggalkan tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Rasanya sangat aneh sekali, apalagi respon Yusuf yang tenang itu.
"Dia sangat lucu ya rupanya," gumam Yusuf sambil melihat langkah Zeynep hingga menghilang di balik pintu kamar mandi. Tanpa dia sadari kedua sudut bibirnya tertarik untuk tersenyum. Untuk yang kedua kalinya dia merasakan sebuah kenyamanan, hatinya menghangat dengan sendirinya setiap kali bersama dengan Zeynep.
"Arggg, ada apa denganku sebenarnya?" gumam Yusuf lagi. Sekarang dia menepuk kedua pipinya dengan sedikit kasar.
Ya, katakan saja mungkin Yusuf saat ini tengah jatuh cinta pada istrinya.
Dia memilih bangkit dari tempat tidur, berjalan mendekati jendela. Laiknya yang sudah tidak terlalu sakit itu perlahan mencoba untuk berjalan.
Dia berjalan mengitari kamarnya setelah menyibak tirai kamarnyabterlebih dahulu mengijinkan sang cahaya masuk sepenuhnya ke dalam kamarnya.
"Kau sudah dapat berjalan lebih baik rupanya," ucap Zeynep yang baru saja keluar dari kamar mandi. Yusufhingga mengangguk dan menyambar tanduknya, kemudian masuk ke kamar mandi.
"Kalo kau sembuh total, justru aku sangat bahagia. Bukan karena kau sembuh, tapi karena aku tidak akan repot-repot mengurusmu," ucap Zeynep mengantar Yusuf masuk ke kamar mandi.
Dia duduk di meja rias dan mulai menata dirinya dengan make up tipis, kemudian mengenakan baju yang dia minati saat ini. Dengan senandung ria meski dengan suara bergumam terus mematung dirinya di depan cermin. Hingga Yusuf keluar dari kamar mandi, dia langsung menghampiri lemari di dekat Zeynep dan mengambil satu set pakaian formal
"Hari ini aku akan ikut dengan ayahku bekerja," ucap Yusuf memberitahu Zeynep.
"Mungkin aku akan pulang larut malam," lanjut Yusuf. Dia sekarang seakan tengah mengalahkan egonya dan memilih berprilaku sebagai seorang suami yang baik yang selalu mengabarkan istrihya tentang pekerjaan dan sebagainya.
"Baiklah, jika begitu hidupku lebih indah tanpa mu," celetuk Zeynep tanpa berpikir panjang. Sedangkan yusuf mengulas senyum tipis.
"Ayo kita sarapan ke bawah," ajak Yusuf yang langsung dibalas anggukan oleh Zeynep.
Keduanya keluar dari kamar dan menuju ruang makan bersama. Bahkan di sela-sela melangkahkan kakinya saja keduanya masih sempat saling menatap sekejap dengan malu-malu.
Di dalam sana sudah ada Demir yang tengah menikmati makan paginya. Pria paruh baya itu selalu rajin sarapan di pagi hari sebelum anggota keluarga lainnya makam.
"Selamat pagi Ayah," sapa Yusuf.
"Duduklah! Kau tidak lupa untuk pergi hari ini bukan? Cepat makan makananmu, juga kau Zeynep, " ucap Demir dengan nada suaranya yang terdengar dingin itu. Yusuf duduk di kursi nya yang juga diikuti oleh Zeynep yang duduk di samping Yusuf.
Mereka semua makan dengan tenang, tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari lisan mereka bertiga. Hingga acara makan itu selesai, menyisakan Zeynep sendirian di ruang makan karena ayah dan anak itu sudah meninggalkan rumah besar mereka. Dia menghela napas dan merebahkan tubuhnya di punggung kursi yang dia duduki itu.
"Apa yang dia kerjakan dalam pekerjaannya itu? Apakah akan terjadi tembak menembak? Itu terdengar sangat mengerikan," gumam Zeynep tanpa dia sadari mulai mengkhawatirkan Yusuf.
Dia sendiri berusaha memilih acuh dan beraktivitas seperti biasanya, pergi ke kebun anggur dan menyapa seluruh pekerja di sana dan bersantai di cafe dengan secangkir jus dan makanan ringan. Rasanya dua gelisah, sangat gelisah. Terlihat dari gerak geriknya yang terlihat duduk dengan tidak nyaman itu.
"Baiklah, sebaiknya aku pulang saja. Mungkin Yusuf sudah kembali. Astaga! Kenapa aku terus memikirkan dia!" pekik Zeynep yang menyadari pikirannya yang tanpa henti memikirkan Yusuf yang mungkin tengah melakukan aksi tembak menembak yang mengerikan itu.
Mengetahui semua hal tentang keluarga Demir itu membuat dirinya mengingat banyak hal tentang aksi tembak menembak yang dapat membebaskan manusia yang tidak bersalah pun.
Dia memilih segera kembali ke mobilnya dan melakukannya menuju rumahnya berada. Sepanjang jalan dia terus teringat kejadian semalam saya petir menyambar-nyambar.
Saat ini hujan turun saat dia hampir saja tiba di rumahnya. Dengan gesit para bodyguard itu membukakan pintu mobil Zeynep seperti biasa dan mempersilahkan keluar dengan sopan. Mereka juga memayungi Zeynep agar tidak kehujanan. Selanjutnya Zeynep masuk ke dalam dan segera menuju kamar. Suasana dalam kamar itu terasa sunyi sekali.
Tiba-tiba dia menarik terkejut jatinangor yang sahut menyahut. Sedari tadi dia berharap jika tidak ada suara petir di luar sana. Ternyata doa nya tidak dikabulkan. Malam semakin larut, hujan di luar sana semakin deras dengan suara petir yang sahut menyahut, perlahan dia merasakan kekhawatiran dengan Yusuf di luar sana.
Sedangkan Yusuf di tempat yang cukup jauh pun merasakan hal yang sama, dia berteduh di sebuah gazebo. Hujan sangat deras dengan petir yang saling sahùt menyahut, suaranya memejamkan telinga seketika. Sejenak dia teringat Zeynep. Entah apa yang gadis itu lakukan sendiri dengan keadaannya seperti ini.
"Astaga, kenapa aku malah mengkhawatirkannya," gumam Yusuf mengelak.