Rasa canggung memang terlihat dari keduanya, tepatnya ketika mereka berada dalam situasi yang membuat canggung kemarin.
Setelah kejadian di perkebunan anggur tentang Yusuf yang menyatakan cintanya kepadanya Zeynep membuat keduanya semakin dekat, meski Zeynep tidak membalas perasaan Yusuf.
Bagaimanapun, dia yang masuk ke keluarga Demir ini hanya untuk membalaskan dendam atas matinya neneknya dua tahun lalu.
Selain Zeynep dan Yusuf yang semakin dekat. Bahkan mereka terlihat akur, sudah sangat jarang beradu mulut dan saling meneriaki. Terlebih lagi dengan Yusuf yang sekarang sering sekali menuruti permintaan Zeynep atau perintah dari Zeynep.
Demir yang diam-diam memerhatikan hubungan anaknya itu dengan Zeynep yang semakin dekat, tentu saja membuatnya kesal dan sangat marah. Dia tidak ingin melihat jika anaknya itu mulai jatuh cinta atau sudah mencintai Zeynep yang sampai saat ini memang masih berstatus sebagai istri dari putranya itu.
"Yusuf, Ayah ingin kau pergi ke luar kota untuk melakukan tugas ini," ucap sang ayah di meja kerjanya. Ya pria itu tengah duduk di kursi nya yang empuk, dengan meja bercatkan coklat kayu di depannya itu terlihat menawan dengan setumpuk berkas dan laptop yang masih menyala.
"Maaf Ayah, kali ini aku sedang tidak ingin pergi dan tidak ingin melakukan itu," balas Yusuf dengan hati-hati dia menolak perintah ayahnya.
"Kenapa sih? Tidak biasanya kau menolak permintaanku? Apa karena perempuan itu hah?! Katakan padaku Yusuf!"
Yusuf hanya diam, dia tidak ingin memperkeruh suasana anatara ayah dan anak. Yang ada dalam benaknya adalah tidak ingin melakukan tugas yang ayahnya berikan. Selama ini dia selalu menuruti permintaan ayahnya dan tidak peduli dengan nyawanya sendiri. Namun, kali ini dia tidak ingin melakukannya.
"Kenapa diam hah? Tembakannya benar bukan? Pulsanya itu telah menghasutmu agar kau membantah bukan?!" ucap Demir dengan suaranya yang tinggi itu, terlihat jelas dari raut wajahnya yang merah padam, menyatakan jika dirinya tengah menahan amarah padanya.
"Bukan begitu Ayah. Jangan salahkan Zeynep, dia sama sekali tidak melakukan itu. Ini semua karena aku, aku sedang tidak ingin pergi dan bekerja terlebih dahulu."
Demir menatap Yusuf dengan tajam, bahkan saking tajamnya seakan ingin menerkam putranya itu. Dia menghempaskan punggunghyapada tunggu kursi yang didudukinya dan menghela napas beratnya.
"Kau membela wanita itu ya sekarang," lirih Demir dengan senyum.kiring tercetak di bibirnya yang tertarik sedikit ke atas itu sebelah. Sedangkan Yusuf, dia masih diam di tempat, berdiri di depan ayahnya yang terus memintanya untuk pergi melakukan tugasnya sebagai seorang mafia dan menuduh Zeynep telah menghasut Yusuf, atau mencuci otaknya.
"Ayah, dia adalah wanita yang kau menikahkan denganku, dia adalah istriku. Bukankah itu hak aku sebagai suami untuk membelanya, karena aku tahu dia tidak melakukan apa yang seperti Ayah katakan," ucap Yusuf dengan tenang, dia berusaha mengendalikan emosinya agar dapat berpikir dengan jernih dan tidak terlalu keras melawan ayahnya.
"Jadi, aku menolaknya Ayah. Juga, aku.mohon pamit," lanjut Yusuf yang kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Demir tersebut dengan perasaan tak nyaman sekaligus khawatir jika akan terjadi sesuatu pada Zeynep jika ayahnya sudah marah demikian.
Sedangkan Demir di dalam ruangannya mengamuk, dia membanting apa saja yang ada di atas mejanya, memporak-porandakan isi mejanya tersebut. Dia sangat marah dengan apa yang Yusuf lakukan padanya harinya. Anak yang selama ini dia didik untuk menjadi penerusnya sebagai mafia itu seketika seakan sirna dari pandangannya karena gadis yang dia manfaatkan dan menjadikannya dengan Yusuf. Dia telah memilih rencana yang salah.
Para bodyguard yang berdiri di sana merasa takut melihat bos mereka mengamuk sambil sesekali berteriak. Dia amat marah, tidak.ada kemarahannya yang lebih besar dari pada perintahnya yang ditolak putranya itu.
"Aku akan membalasmu Zeynep," gumam Demir dengan senyum.miring tercetak di wajahnya, dia mulai menyiapkan berbagai rencana untuk membalas Zeynep.
Sedangkan Yusuf, dia tengah melangkahkan kakinya menuju kamarnya berada. Setelah tiba di sana, dengan cepat dia membuka pintu kamar tersebut dan tengah menampakkan Zeynep yang sedang bersantai dengan sebuah buku novel yang dibacanya. Gadis itu menoleh saat mendengar pintu tersebut terbuka.
"Kenapa wajahmu Yusuf?" tanya Zeynep melihat wajah Yusuf yang tidak biasa, seperti menggambarkan banyak perasaan yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata.
"Tidak ada apa-apa, mungkin aku hanya merasa lelah saja," ucap Yusuf sambil melangkah mendekati Zeynep yang duduk di sisi kasur mereka. Dia segera merebahkan tubuhnya diatas kasur, tepat di.samping tubuh Zeynep. Yusuf menghela napas beratnya, dia terlihat sedikit gusar.
"Kau terlihat tidak baik," ucap Zeynep. Dia menyentuh kening Yusuf, siapa tahu kan pria itu sedang sakit, atau demam. Lengannya yang tengah menyentuh kening Yusuf itu langsung mendapatkan sentuhan lembut dari lengan Yusuf yang menggapai lengannya yang menempel di keningnya tersebut.
"Aku tidak apa-apa. Sudah aku katakan bukan? Aku hanya lelah, sekarang aku ingin tidur," ucap Yusuf sambil menarik selimut dan memposisikan tubuhnya dengan baik di sana, pada posisi ternyaman untuk tidur.
Rasa lelah memenuhi tubuhnya sekarang.
"Baiklah. Tapi, jika ada apa-apa katakan padaku ya Yusuf," kata Zeynep dengan lembut yang dibalas anggukan oleh Yusuf.
"Tentu saja. Sekarang, ayo kita tidur Zeynep," ucap Yusuf dengan lembut, yang dibalas anggukan oleh Zeynep. Dia juga ikut berbaring di samping Yusuf dan menarik selimut yang kemudian menutupi setengah dari tubuhnya.
"Selamat malam," ucap Yusuf dengan lembut. Ini adalah kali pertamanya mengucapkan selamat malam menjelang tidur, memang sedikit malu jika mengutamakan egonya, tapi dia pula ingin mengatakan itu dengan mengebelakangkan egonya tersebut.
"Selamat malam juga," balas Zeynep dengan malu-malu. Dia sedikit merona hanya karena itu. Ya, karena untuk pertama kalinya Yusuf terlihat sangat manis terhadapnya.
Dia segera.membalikkan tubuhnya, menjadi memunggungi Yusuf yang sudah tertidur di belakang punggungnya itu. Dia mengulas senyum kecil di bibirnya dan mulai memejamkan matanya bersiap untuk pergi ke alam mimpi.
Sedangkan Yusuf masih terjaga beberapa saat, dia belum mau menyusul Zeynep ke alam.mimpi. Dia bangun dari tidurnya dan duduk di sana, sejenak dia menatap wajah cantik Zeynep yang selama ini selalu dia lihat itu.
"Aku harap, tidak akan terjadi apa pun padamu Zeynep. Aku akan melindungi," lirih Yusuf dengan perasaan cinta yang sudah dia sadari itu meluap-luap seakan ingin tumpah dari tempatnya itu.
Setelah puas memandangi wajah dari samping itu, dia segera ikut tidur menyusul istrinya ke alam mimpi.
Mereka memang sering mencuri pandang satu sama lain ketika salah satu tidur lebih dulu.