Angin yang berhembus dari sela-sela pintu membuat bulu di tangan dan tengkuk berdiri. Suara getir dari langit kian terdengar menabukan dan membuat siapapun getir saking kerasnya.
Zeynep yang sedang ketakutan karena petir itu. Dia hanya meringkuk di balik selimut tebal dengan keringat mengucur deras dari keningnya. Tubuhnya gemetar, sesekali dia memekik karena terkejut sekaligus takut.
"Ibu, aku takut," lirih Zeynep. Dia benar-benar sudah ketakutan saat ini. Hujan semakin deras saja, padahal sudah 2 jam berlalu. Tidak adabtanda-tanda hujan akan berhenti. Setidaknya tidak ada petir itu lebih baik agar Zeynep tidak setakut ini.
Sedangkan Yusuf di tempat yang cukup jauh pula bergerak gelisah. Dia harusnya sudah pulang, hujan deras dengan petir ini tentu saja menghambat perjalanannya.
"Tuan, kau ingin pergi ke mana?" tanya salah satu anak buah yang ikut serta dengan Yusuf.
"Aku akan pulang," ucap Yusuf.
Yang seketika meminta sopirnya untuk membawanya pulang. Tentu saja semua anak buahnya yang membawa motor itu ikut Yusuf menerobos hujan.
Sebenarnya yusuf tidak masalah jika mereka menyusul nanti saat hujan sudah reda, tapi sayangnya mereka harus ikut tuan mereka.
Mobil yusuf dan anak buahnya di belakang membelah hujan deras tersebut, melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah.
Yusuf tidak dapat membohongi dirinya sendiri jika dia saat ini tengah mengkhawatirkan Zeynep yang sendirian di rumah. Dia pasti sedang ketakutan karena hujan deras yang disertai petir yang tanpa henti bersahutan itu.
Setelah 1 jam menempuh perjalanan, hujan masih terus turun dengan derasnya.
Yusuf segera keluar dari mobilnya, dengan langkah sedikit tergesa dia masuk ke rumahnya dan setengah berlari menuju kamarnya di lantai atas. Dia dengan cepat membuka pintu kamarnya.
Benar apa yang dia khawatirkan sejak tadi, Zeynep tengah meringkuk di bawah selimut sehingga tenggelam di dalamnya.
Dia dapat mendengar suara lirih Zeynep yang tengah ketakutan.
"Aku pulang," ucap Yusuf dengan suara pelan. Mendengar itu Zeynep langsung menyingkap selimut tebal yang selama tiga jam ini menemaninya. Dia menghambur memeluk Yusuf, menumpahkan rasa khawatirnya dan rasa takutnya saat ini. Ia tidak sanggup jika sesuatu terjadi.
"Yusuf, aku sangat takut," rengek Zeynep yang mengerahkan tubuhnya pada Yusuf.
Yang dipeluk hanya diam, perlahan dia mengulas senyum di bibir nya. Dia memberanikan diri untuk membalas pelukan Zeynep, dia mengelus punggung Zeynep guna menenangkannya. Tapaknya ia juga sedikit kaku tadi. Namun tak masalah sekarang, semuanya baik-baik saja.
Dan benar saja, Zeynep sudah tidak merintih ketakutan seperti sebelumnya.
"Terima kasih sudah kembali," ucap Zeynep sambil merasakan kenyamanan ada di dada bidang Yusuf yang terasa banget itu.
"Iya," jawab Yusuf dengan tenang.
Perlahan hujan mulai mereda, sudah tidak ada lagi suara petir yang memetakan telinga seperti tiga jam sebelumnya. Zeynep dengan perasaan malu dia menjauhkan tubuhnya dari Yusuf.
"Hujan sudah reda, kau tidak akan takut lagi,: ucap Yusuf yang dibalas anggukan kecil oleh Zeynep.
"Aku ke kamar mandi dulu ya, aku belum mandi dan mengganti pakaian. Aku langsung memelukku, sepertinya kau merasa sangat nyaman dalam peljkanku ya," goda Yusuf yang kemudian langsung meninggalkan Zeynep sendirian yang kini tengah menggerutu seperti biasanya meluapkan kekesalannya.
Namun, setelahnya dia terdiam, dia menyadari jika apa yang Yusuf katakan itu benar. Dalam pelukannya dia sama sekali tidak merasa takut. Tapi, dia tidak departemen dengan perasaan nyaman ini. Dia ingat tujuan pertamanya menyetujui pernikahan ini, yaitu untuk membalas dendam kematian neneknya.
Setelah cukup lama dia sendirian, Yusuf keluar dari kamar mandi dan duduk di sisi ranjang,tepat di dekat Zeynep yang hanya diam di atas kasur sambil memeluk bantal di kedua pahanya.
"Kamu belum tidur?" tanya Yusuf saat melihat Zeynep masih terjaga.
Perempuan itu tampak gelisah entah kenapa.
"Aku tidak bisa tidur," ucap Zeynep berterus terang.
"Kenapa? semuanya sudah baik-baik saja bukan? Yidak perlu ada yang kau takutkan lagi." Zeynep terdiam mendengar ucapan Yusuf.
Hari ini dia merasa tidak baik-baik saja, dia merasa rindu ibunya. Dia ingin bertemu ibunya sekali lagi, dia ingin menceritakan semua hal kepada ibunya, mengeluarkan keluh kesannya, namun semuanya tidak dapat dia lakukan.
"Aku, aku sebenarnya sedang merindukan ibuku," ucap Zeynep akhirnya.
"Aku pun sama." Balasan Yusuf itu berhasil membuat Zeynep mengernyit. Selama ini dia selalu terlihat biasa saja, bahkan sangat dingin. Namun, dia hari terakhir dia merasa Yusuf seperti sedikit berbeda dari yusuf yang batu dia kenal itu.
"Memangnya, ibumu kemana?" tanya Zeynep akhirnya dengan perasaan yang sedikit penasaran.
"Sudah meninggal beberapa tahun lalu," balas Yusuf yang membuat Zeynep langsung memerintah maaf.
Dia pula menyatakan kesamaan tersebut. Mereka ternyata memiliki kesamaan, yaitu kehilangan ibu dengan cara yang sama. Dan mereka hanya dapat merindukan dan berangan-angan dapat bertemu dengannya.
Malam ini Yusuf terlihat semakin berbeda, bahkan dia terlihat seperti pria yang memmiliki sifat lembut, hilang dari sikapnya yang dingin, cuek, menyebalkan bagai Zeynep selama ini.
Bahkan sekarang, Yusuf tengah bercerita tentang masa lalunya tentang ibunya hingga wanita yang melaporkannya itu wafat. Tentu saja bukan hanya Yusuf yang bercerita.
Zeynep pun ikut menceritakan semua tentang ibunya, hingga wanita yang saat ini dia merindukan itu wafat.
Keduanya bercerita sambil berbaring di atas kasur empuknya itu, mengebelakangkan seluruh ego dan rasa malu satu sama lain, memilih untuk membuka diri dan saling bercerita.
Mereka memiliki kesamaan, mungkin Itulah yang membuat mereka saling membuka diri tentang masa lalu tersebut. Suasana di antara mereka menghangat, ada rasa nyaman san tenang yang dapat dirasakan hati mereka.
"Aku tidak menyangka jika kita memiliki kesamaan," ucap Yusuf saat mereka berhenti bercerita tentang ibu mereka.
"Ya, begitu juga denganku. Oh, aku mengantuk," ucap Zeynep sambil menguap lebar. Dia mengerjap-erjapkan matahya berulang kali.
"Tidurlah jika demikian. Aku pun merasa sangat lelah," balas Yusuf yang kini memposisikan dirinya untuk tidur.
Keduanya langsung tertidur dengan pulas, malam yang dingin dengan sisa air hujan yang masih membasahi tanah, tumbuhan dan tentunya buku ini seakan menjadi saksi bisu tentang kebersamaan mereka hari ini.
Entah mengapa semua terjadi begitu saja tentang kebersamaan mereka ini. Walau keduanya tampak canggung karena suatu hal.
Zeynep juga bukan gadis yang mudah terbuka, apalagi dia yang tidak seperti sebelumnya. Di Italia bahkan dia tidak bermain dengan anak sebayanya, bertemu Yusuf dan langsung menjadi suami adalah suatu hal yang membuatnya canggung.
Walau tekad sebenar nya dia juga tetap balas dendam tentang kematian nenek Ilayda.
Perasaan nya pada Yusuf kali ini membuatnya sedikit ragu. Dia takut, ya takut jatuh cinta pada lelaki yang seharusnya menjadi musuh.