Setelah dibujuk oleh Paman He, tangis Mu Ruishu perlahan mulai mereda.
Dia mengusap wajah penuh air matanya dengan punggung tangan. Kemudian, dia bertanya, "Benarkah Kakek? Apa gigiku akan segera tumbuh?"
"Ya, tentu akan segera tumbuh." jawab Paman He sambil tersenyum.
Setelah menerima jawaban dari Paman He, akhirnya Mu Ruishu menjadi lebih tenang.
Di saat yang bersamaan, dia membuka mulutnya dan menunjukkan gigi depannya yang hilang.
Akhirnya, Paman He dapat melihat dengan jelas bahwa si kecil memang kehilangan giginya. Pantas saja, dia menangis sampai sesenggukan.
Namun, tidak ada darah yang keluar dari gusinya. Seolah-olah gigi itu tanggal dengan sendirinya.
Paman He membungkus gigi depannya yang tanggal dengan sapu tangan. Dia menghibur tuan muda kecil itu sebentar dan hendak pergi.
Namun, ketika dia berbalik, ujung bajunya ditarik oleh tangan kecil Mu Ruishu.
"Tuan Muda Kecil, ada apa lagi?"
Paman He membungkuk dan mengusap rambut Mu Ruishu dengan penuh kasih sayang.
"Kakek He, dia adalah wanita jahat. Bisakah Kakek menyuruhnya pergi?" Mu Ruishu mendongakkan kepala. Dia menatap pelayan He dengan sedih.
Di masa lalu, Paman He akan sangat khawatir saat melihat ekspresi sedih sang tuan muda.
Tapi saat melihat si kecil yang kehilangan gigi depannya sekarang, entah kenapa dia tiba-tiba merasa lucu dan ingin tertawa!
Namun, Paman Shu berusaha menahan tawanya agar tidak melukai hati sang tuan muda.
Paman Shu memandang Mu Tianyan dengan malu saat mendengar permintaan Mu Ruishu.
Meskipun dia adalah kepala pelayan keluarga Mu dan Mu Tianyan sangat menghormatinya, tapi dia tahu betul di mana posisinya. Apa yang harus dia atur dan apa yang tidak boleh dia lakukan.
Bukannya menanggapi Paman He, Mu Tianyan justru menatap Lu Zijia yang masih makan dengan lahap.
Merasa Mu Tianyan tengah menatapnya, Lu Zijia pun mengangkat kepalanya dan mengerjap. Dia diam-diam bertanya apa yang pria itu inginkan.
"Selesaikan kekacauan yang sudah kamu buat." kata Mu Tianyan sebelum mengambil sumpit dan melanjutkan makannya.
Melihat Lu Zijia yang makan dengan lahap, entah kenapa Mu Tianyan merasa ingin makan lagi.
Mu Tianyan tidak berusaha menahan diri dari rasa dipengaruhi orang lain. Sebaliknya, dia membiarkan dirinya dikuasai perasaan tersebut.
Dan dia tidak tahu apa alasannya.
Lu Zijia yang ditatap lurus oleh tuan muda kecil dan Paman He, "..."
Jadi, maksudnya dialah yang menyebabkan kekacauan ini? Jelas-jelas dia adalah korban sejak awal!
Meskipun hatinya sangat kesal, tapi Lu Zijia dengan patuh membereskan kekacauan itu.
Bagaimanapun juga, ini bukan rumahnya sendiri. Selain itu, Mu Tianyan masih menjadi penyelamatnya.
"Paman, percayalah aku benar-benar tidak bersalah. Tuan Muda-mu inilah yang tiba-tiba menggigitku sampai membuat giginya tanggal." kata Lu Zijia sambil menunjukkan lengan kirinya ke arah Paman He.
Namun, Paman He tidak menemukan bekas luka apapun di lengan itu. Apalagi bekas gigitan.
Lu Zijia yang juga menyadarinya pun langsung menarik tangannya kembali. Hatinya merasa kesal. Tahu begini, harusnya dia meninggalkan beberapa bukti tadi.
Tapi, meskipun tidak ada bukti, masih ada saksi bukan?
"Aku memiliki daya tahan yang baik. Tidak masalah jika bekas gigitannya sudah hilang. Aku masih memiliki saksi untuk membuktikan bahwa Tuan Mudamu yang menggigitku."
"Benarkan, Tuan Muda Kedua Mu?"
Lu Zijia berkata santai pada Paman He. Dia mengalihkan pandangannya pada Mu Tianyan.
Mu Tianyan diam-diam melihat lengan kiri Lu Zijia yang mulus tanpa bekas gigitan. Tatapannya begitu rumit, tidak ada yang bisa menebak apa yang dia pikirkan.
Mu Tianyan tidak menjawab Lu Zijia. Jadi dia anggap sebagai persetujuan. Pasalnya, pria itu tidak menyangkalnya.
"Lihat, Aku sudah bilang kalau aku tidak bersalah." Lu Zijia mengangkat lengannya lagi. Dia menunjukkan bahwa dia benar-benar tidak bersalah.
"
"Akan tetapi, karena Tuan Muda Kecil menangis begitu keras, maka aku akan memberinya sepotong buah sebagai gantinya."
Lu Zijia berpura-pura merogoh sakunya. Dia mengeluarkan buah roh yang tersisa dari Ruang Kuno.
"Nah, ini. Jangan menangis, kamu adalah seorang pria. Jika kamu menangis lagi, kamu akan menjadi perempuan."
Lu Zijia berdiri. Kemudian, dia menyerahkan buah roh itu ke telapak tangan Mu Ruishu.