Semua Siswa berhamburan turun ke lapangan saat bell berbunyi nyaring di seluruh penjuru kelas, Upacara bendera sebentar lagi akan di mulai, Guru BK terlihat mulai kewalahan mengatur Siswa yang sangat sulit di atur.
Shafa menatap sekelilingnya dengan malas, Rasanya ia sudah bosan dengan kehidupannya yang itu-itu saja. Selama bersekolah di SMA swasta ini, ia tidak menemukan hal menarik yang dapat di jadikan kesan berharga ketika Lulus nanti.
Hari-harinya begitu datar, Di sekolah ia hanya memiliki sedikit teman, itupun, ia sulit meluangkan waktu bersama mereka, karena yang ia lakukan hanya terus belajar dan belajar, Pulang sekolah yang seharusnya menjadi waktu bersantai, harus ia urungkan dengan les privat bahasa Prancis dan matematika.
Semuanya ia lakukan demi Ayahnya, Ia bertekad akan memberikan yang terbaik pada Laki-laki paruh baya itu.
"Shafarah Adijaya, Mau sampai kapan kamu berdiri di sana!"
Shafa tersentak kaget mendengar suara bariton guru BKnya, sejenak ia linglung kebingungan, namun detik berikutnya seketika wajahnya berubah merah menahan malu, Ia baru tersadar bahwa dirinya masih berdiri di tengah lapangan, sementara semua orang telah berbaris di barisannya masing-masing. Shafa dapat mendengar suara tawa mengejek yang menggelar dari banyak barisan.
MEMALUKAN!
Dengan Menahan malu, Shafa berjalan menuju barisannya dengan wajah merah padam, Masih pagi tapi ia sudah menjadi trending topik. Sialan. Upacara berlangsung dengan lancar, Meski banyak dari teman-teman satu kelasnya yang menggodanya dengan bisikan karena kejadian tadi.
"Aduh Shafa, Aku beneran gak bisa berhenti ketawa kalau inget kejadian kamu tadi, Pfttt" Mira, Teman sebangku Shafa kembali cekikikan seraya memegang perutnya yang mulai sakit karena terlalu banyak tertawa.
Shafa hanya mendengus kesal, lalu kembali melanjutkan kegiatannya membaca buku, biar bagaimanapun ia tidak bisa marah, karena kejadian tadi pagi memang sangat memalukan dan konyol.
"Permisi!" Terdengar suara dari ambang pintu, namun Shafa terlihat tidak peduli, ia lebih memilih membaca materi yang di berikan guru Les Bahasa Prancis nya kemarin.
"Disini ada yang bernama Shafarah Adijaya?"
Shafa mendongak merasa terpanggil, ia dapat melihat seorang anggota OSIS perempuan yang di ketahui bernama Vera tengah menatap ke sekeliling kelas, .
"Saya" Shafa membuka suara seraya mengangkat satu tangannya, mendengar itu, Vera memusatkan perhatiannya pada gadis yang berada sepuluh meter darinya, Ia menatap gadis itu dari atas hingga bawah, Kemudian mengangguk dalam diam.
"Bisa ikut saya sebentar?, Ada yang ingin bertemu dengan kamu"
Shafa mengangguk dan mengikuti Vera dari belakang. Tapi Shafa mengernyitkan keningnya heran ketika langkahnya di tuntun naik ke atas rooftop, siapa yang mau bertemu dengannya di atas sana?, Ia kira, ia hanya akan di panggil oleh wali kelas atau guru saja.
Saat tiba di rooftop, ia tidak menemukan siapapun di sana, Vera bahkan sudah pergi dua menit yang lalu, apa mungkin ia sedang di permainkan?, namun Tepat saat Shafa ingin membalikkan tubuhnya, tiba-tiba, sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang bertepatan dengan suara serak seseorang.
"Aku pulang, Sayang,"
Suara itu...
Seketika tubuh Lira menjadi lemas, ia jelas hafal suara ini, Suara ini adalah Suara yang paling ia benci dan suara yang ia harap tidak pernah lagi di dengarnya kembali, namun sepertinya, Tuhan tidak mau mengabulkan permintaannya yang satu ini.
Embusan nafas di lehernya terasa sangat berat, namun itu justru membuat Shafa merinding, Ia melirik di ujung mata, melihat laki-laki itu tengah menutup matanya tampak menikmati. Tanpa sadar, Shafa gemetaran.
"Aku benar-benar merindukanmu, dua tahun sudah cukup membuat aku tersiksa," ucap lelaki itu.
Shafa hanya diam ketika laki-laki itu memutar tubuhnya hingga mereka berhadapan, tatapan gadis itu menjadi kosong, ia masih tidak percaya bahwa laki-laki di hadapannya kembali, laki-laki yang paling tidak Shafa Harapkan kepulangannya.
"Bagaimana? Kamu baik-baik saja kan, selama aku pergi?"
Mendengar itu, Shafa hanya tersenyum sinis, Ia memandang laki-laki di depannya dengan pandangan benci.
"Kamu harus ingat Garra, sejak dua tahun lalu, Kita gak ada hubungan apapun lagi,"
setelah mengucapkan itu, Shafa melangkahkan kakinya ingin beranjak dari sana, namun baru saja satu langkah, tangannya justru di cekal erat oleh laki-laki itu, sangat erat, hingga tangan Shafa rasanya ingin remuk.
"Kamu juga harus ingat Shafa, apapun yang menjadi milikku, tidak akan pernah aku lepaskan,"
Shafa meringis kesakitan saat Garra mencengkeram erat kedua baunya, Laki-laki itu masih sama gilanya seperti dulu, mendekap erat raga dan batinnya hingga membuat ia kesulitan bernapas.