Azka menatap ke arah Azara dengan wajah yang takut.
"Si... Siapa kamu sebenarnya hah? Kamu bukan manusia ya? Kamu bukan malaikat pencabut nyawa kan?" kata Azka dengan suara yang terbata-bata.
"Aku manusia biasa sama seperti kamu juga," jawab Azara dengan santainya.
Azka menghela nafas panjang, ia mencoba untuk menenangkan dirinya agar tidak takut melihat Azara.
"Oke sekarang katakan padaku dari mana kamu bisa punya kemampuan itu? Kemampuan mendengar suara hati manusia?" ucap Azka dengan wajah yang sangat serius sekarang.
"Nanti aku akan jelaskan sama kamu. Yang lebih penting sekarang kita harus kembali menemui kakek itu dan kita cari buktinya di sana."
"Nggak perlu. Percuma saja! Kalau saksi tetap tidak mau diajak bicara baik-baik dan bekerja sama dengan kita, maka kita bisa gunakan cara lain," ucap Azka kembali menyalakan mobilnya.
"Cara lain? Maksud kamu cara apa?" tanya Azara mengerutkan keningnya.
"Kita langsung geledah rumahnya ketika kakek itu sedang pergi bekerja mencari barang bekas," ucap Azka sambil menyetir mobilnya kembali ke arah rumah kakek itu.
"Hah? Kamu yakin mau melakukan itu? Apa itu tidak berlebihan?" kata Azara merasa ragu.
"Aku biasa melakukan hal itu jika saksi memang tidak mau diajak kerja sama dengan baik," kata Azka dengan sangat percaya diri.
Azara hanya mengangguk dan percaya pada ucapan Azka. Mereka pun kembali menuju ke rumah pria itu.
Namun sesampainya di sana, mereka dikejutkan dengan kondisi gubug yang sudah berantakan.
Semua barang milik kakek itu berantakan di sana.
"Sepertinya ada seseorang yang sudah lebih dulu datang ke sini daripada kita," kata Azka menerka-nerka.
"Kalau begitu artinya kakek itu sedang dalam bahaya sekarang," ucap Azara mengambil kesimpulan.
Azka mengangguk dan berpikiran hal yang sama dengan Azara.
Kemudian mereka segera pergi dari gubug itu untuk mencari keberadaan kakek tersebut.
Mereka mulai menyusuri jalanan yang ada di sana.
Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah persimpangan jalan dan membuat mereka jadi bingung harus berbelok ke arah mana. Jejak si kakek masih belum terlihat di sana.
"Kamu ambil kanan dan aku ambil kiri. Biar lebih cepat," kata Azara memberi usul kepada Azka.
"Nggak. Aku nggak akan biarkan kamu pergi sendirian. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padamu Azara!" kata Azka begitu mencemaskan Azara.
"Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku pasti akan baik-baik saja," ucap Azara sambil turun dari mobilnya dan segera melangkah ke arah kiri. Azka tidak dapat lagi mencegahnya dan terpaksa membiarkan Azara berlari sendirian.
Azara terus berlari mencari jejak si kakek yang menghilang.
Sesampainya di depan sebuah gedung, ia mengeluarkan senjata tajam yang selalu ia bawa ke mana-mana.
Di depan gedung tua yang sudah hampir seperti rumah hantu itu terdengar suara seorang pria berteriak meminta tolong. Azara segera memasang badan dan bersiap dengan senjatanya.
Perlahan ia mulai mendekat ke arah gedung itu sambil mencari sumber suara yang tadi ia dengar.
Dengan langkah yang begitu pelan Azara terus melangkah semakin mendekati ke arah gedung.
Tiba-tiba datang seseorang yang sudah berdiri di belakang Azara. Dengan cepat Azara berbalik badan sambil menodongkan senjatanya.
"Huh, bikin kaget saja!" katanya ketika yang dilihatnya adalah Azka.
Azka pergi menyusul Azara karena ia terlalu mencemaskan wanita itu.
"Aku sangat khawatir denganmu makanya aku menyusulmu ke sini," ucap Azka sambil menatap mata Azara.
"Tolong! Tolong aku!" teriak seseorang dari dalam gedung tua itu.
Azka dan Azara yang mendengar suara teriakan itu segera berlari menuju ke gedung.
Mereka bersiap dengan senjata masing-masing di tangan mereka.
Perlahan mereka mulai memasuki gedung dengan langkah yang sangat berhati-hati.
Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati kakek itu sudah tergeletak dengan bersimbah darah. Kakek itu mendapat luka tusukan di bagian perutnya. Lebih tepatnya mengenai bagian ginjalnya.
"Cepat panggil ambulance!" ucap Azara kepada Azka. Dengan cepat Azka segera menghubungi ambulance untuk mendatangi ke lokasi mereka.
"Bertahanlah Kek. Sebentar lagi ambulance akan datang," ucap Azara sambil menekan bagian perut kakek untuk pertolongan pertama.
Melihat ketulusan Azara dalam menolongnya, pria itu jadi tersentuh dan sangat terharu. Ia juga berharap kalau Azara dapat mendengar suara hatinya lagi.
'Terimakasih Nak kamu sudah menolong kakek. Kakek akan beritahu kamu sesuatu,' katanya di dalam hati.
"Jangan sekarang Kek! Lebih baik Kakek fokus saja untuk kesembuhan kakek sekarang. Jangan pikirkan hal yang lainnya dulu," ucap Azara menyahut.
Azka yang mendengar Azara seolah bicara sendiri jadi semakin yakin dengan kemampuan Azara yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang.
Tidak berselang lama suara ambulance datang ke lokasi.
"Cepat bawa kakek itu! Selamatkan dia!" kata Azara sambil membantu tim medis mengangkat tubuh kakek ke dalam ambulance.
Dengan cepat kakek itu segera dibawa ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong.
"Sialan! Siapa pelakunya sebenarnya? Aku sangat tidak suka bermain teka-teki seperti ini. Aku yakin akan bisa menemukan dia dan menangkapnya dengan cepat! Dasar pelaku sialan!" ucap Azka yang sudah geram dengan semua tingkah pelaku yang sangat misterius.
"Tenanglah! Jangan marah-marah seperti itu. Sebaiknya sekarang kita balik ke kantor dan membuat laporan tentang semua kejadian ini," ucap Azara mencoba menenangkan Azka.
Akhirnya mereka pun mengangguk dan segera menuju ke mobil.
Sesampainya di kantor terlihat semua tim sedang sibuk dengan laporan mereka masing-masing yang nantinya akan diserahkan kepada Jaksa Ilham.
Yang paling sibuk di antara mereka adalah Ali. Ketua tim yang rela tidur di kantor berhari-hari untuk mengurus semua laporan yang masuk dari anak buahnya.
Azara juga terlihat sedang menulis laporan yang mereka alami tadi.
"Aku akan pulang dulu. Jika ada kabar berita terbaru segera hubungi aku!" kata Ali bersiap untuk pulang ke rumahnya. Ia sudah tiga hari tidak pulang karena menginap di kantor.
"Dasar pelaku sialan! Psicopat! Dia senang sekali bermain teka-teki seperti ini!" kata Arya yang merasa kesal. Arya juga sampai rela tidak pulang demi menyelesaikan kasus ini.
Meskipun sampai detik ini mereka masih belum berhasil menemukan bukti baru untuk mengusut kasus ini.
"Kita nggak boleh menyerah begitu saja! Kita sebagai polisi nggak boleh lemah menghadapi pelaku psicopat seperti dia!" ucap Azka dengan wajah yang merah menahan emosi.
Sementara Azara hanya diam karena masih sibuk mengerjakan laporannya.
"Azara kamu diam aja dari tadi? Nggak mau ikut berkomentar?" tanya Dion meledek.
"Aku masih sibuk dengan laporanku. Apa kamu mau membantuku?" jawab Azara sambil tersenyum tipis.
"Lebih baik aku tidur daripada harus ikut pusing dengan laporan kamu itu," jawab Dion menutup laptopnya dan merebahkan kepalanya yang sudah sangat penat.