"Heeeyyyy..., Maniakkk, rupanya kau masih hidup hah??!"
Seketika Danzel menoleh pada sumber suara dan memutar bola matanya jengah.
Sudah jelas Danzel tahu siapa pemilik suara yang menyebalkan tersebut. Danzel tidak peduli, pura-pura tidak melihatnya. Masa bodo.
Tidak akan ada pelukan, tidak ada tangisan yang mengharu biru antara penyelamat dan orang yang di selamatkan, hanya ada keributan. Kenapa mesti bocah tengil itu yang menyelamatkanku hah?!.
"Wahhh.., kau sedang membakar ikan? Kau tahu aku akan dan menyelamatkanmu, maka dari itu kau membuat ikan bakar itu untukku kan?!" seru Pascoe riang, karena perutnya memang sudah lapar, apalagi dari kejauhan sudah tercium wangi ikan di bakar hingga perutnya berontak minta diisi.
"Ck! Tangkap sendiri sana," Danzel menunjuk ke sungai.
"Ahh.., tidak, ribet, aku ingin yang sudah matang, dan tinggal makan saja," dengus Pascoe seraya menunduk dan mengambil ikan yang sudah matang begitu saja.
"Kauuu!!!" geram Danzel.
