Keesokan paginya Alina terbangun, ia membuka matanya perlahan, langsung di suguhkan dengan sebuah dada bidang di hadapannya. Ya..., dada bidang milik David, suaminya.
Suami? Ah.., astaga Alina masih belum mempercayai dengan semua yang terjadi pada dirinya saat ini. Apa daya, Alina tak dapat menghindar dari takdir yang sudah di tentukan untuknya ini.
Ia akan berusaha untuk percaya dengan ucapan dari Eleanor padanya, bahwa pasti akan ada kebahagiaan pada akhirnya. Semoga saja itu terjadi pada Alina.
Rasanya seluruh tubuhnya begitu lemah dan letih, ia dapat merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Setelah ia mengalami malam panjang yang menyiksa namun, ahh..., entahlah, mengingatnya membuat wajah Alina merona.
Ia tak dapat berpikir jernih saat ini. Yang ia tahu aktivitas semalam yang di lalui bersama David membuatnya sangat lelah, tubuhnya begitu lemas tak berdaya.