"Mengejutkan! Ini bukan Statin golongan lipitor. Tapi Scopolamine, Sukie-kun," ucapnya memulai penjelasan atas hasil pemeriksaan Kenkyo. Rae Ah memang sering memanggilku dengan panggilan 'Sukie-kun' padahal namaku Shinsuke. Tapi, terserah pada Rae-ah sajalah. Semua perempuan 'kan memang suka berbuat sesuka hati.
Aku tetap diam mendengar penjelasan detektif muda ini. Sudah kuduga, ini bukan sekedar obat statin.
"Scopolamine dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hilang ingatan. Dalam kasus Kenkyo-san, dia tak akan ingat apapun dari waktu penculikan sampai kita menjemputnya kemarin." Detektif Rae-ah masih setia dengan penjelasannya.
Aku tau jenis obat ini. Obat ini biasanya dapat menyebabkan halusinasi kuat. CIA menggunakan obat ini sebagai bagian dari interogasi perang dingin.
Aku juga tau kalau obat ini berasal dari pohon yang ditemukan di sekitar Kolombia, dan di sebut 'borrachero', atau harfiahnya berarti 'pohon yang akan membuatmu mabuk'.
Obat ini sering di sebut The Devil's Breath, ya... nafas setan!
"Satu gram Scopolamine sama dengan satu gram Kokain. Dan lebih buruk dari serangan Anthrax. Ini sangat mematikan!" ucap Rae-ah lagi.
KUSO!
Brengsek!
Siapa yang tega melakukan ini?!
"Tidakkah kita juga memvisumnya, ya maksudku ...."
"TIDAK!"
Aku sudah tau maksud kekasih detektif Lee ini. Well, dia menanyakan keperawanan istriku. Aku tidak perlu visum, aku akan mengeceknya langsung nanti.
Sebentar, aku jadi teringat kedekatan tak biasa detektif Kang dengan detektif Moo. Tak sengaja kemarin aku melihat mereka.
Aku mencurigai Detektif Moo, dan bagaimana jika Rae-ah pun terlibat?!
Sial!
Otakku membeku sekarang.
Aku tak bisa berpikir jernih. Pikiranku hanya tertuju pada Kenkyo saja.
Sebenarnya, terbersit ketidakrelaan jika benar dia sudah tidak ... akh! Bicara apa aku?
Kenkyo-koibito tetaplah gadisku meski apa pun yang terjadi.
Jika benar dugaan Detektif Kang, bukan salah Kenkyo, 'kan? Kenkyo-ku hanya lah korban.
"Sukie-kun?" panggil Rae-ah lagi.
Aku menoleh tanpa menjawab.
"Kita harus ke kantor sekarang, setengah jam lagi rapat akan di mulai," ucap Rae-ah mengingatkanku.
Aku mengangguk singkat.
***
Detektif Kang memimpin rapat. Kali ini bukan tentang Kawamoto Murasaki saja, tapi juga Kenkyo. Takahashi Kenkyo, istriku.
"Pelaku pasti orang Jepang!" Detektif Moo memandang ke arahku dengan sinis. Aku paham makna pandangan sialan itu.
"Senior, kenapa Anda malah menuduh orang Jepang? Sementara kita tau, sebagian besar korban adalah wanita Jepang?"
Entah kenapa kali ini Seong-chan berkata hal yang masuk akal. Apa kepalanya terbentur aspal? Atau dia memang sedang tidak mau mendapat tatapan tajam dariku, atau apa pun itu alasannya, aku terkesan pada analisisnya.
Tapi, sejurus kemudian detektif termuda itu, Seong-chan, melayangkan pandangannya pada Rae-ah.
"Berhenti lah menatapku begitu, Bodoh! Sudah kubilang bukan aku pelakunya, Seong-chan!!" Rae-ah balas menatap Seong-chan tajam. Wanita itu kuakui memang cantik, namun juga galak.
"Sekali lagi kau melakukannya, aku akan memutuskan lehermu, Seong-chan!" Detektif Lee berujar dingin. Dia tentu saja membela pacarnya.
Lee Tae-gyeon memang sangat overpossesif plus overprotektif jika sudah menyangkut kekasihnya itu.
"Aku semakin yakin kalau pelakunya benar-benar perempuan." Detektif Lee memberikan pendapatnya, yang untuk kesekian kali hipotesanya mengenai tersangka adalah seorang perempuan.
Mungkin benar.
Banyak motif untuk itu. Iri, cemburu, dan kalah saing. Mungkin saja.
Perempuan ya?
"Detektif Kang, boleh aku bertanya?" ucapku menatapnya lurus.
"Jangankan bertanya, aku pastikan aku pun menjawab pertanyaanmu, Sukie-kun," balasnya manja.
Aku menyeringai tipis.
"Kenapa kau begitu lama tiba di TKP malam itu? Lalu ...." Aku menatap tajam ke arah Detektif Moo.
".... aku juga melihatmu bersama Moo-senpai."
Detektif Kang tampak gelagapan, demikian juga dengan Detektif Moo.
Aku memang sudah curiga, sesuatu telah mereka sembunyikan dari kami. Ah, aku salah! Setiap detektif di hadapanku ini memiliki sebuah rahasia yang belum dapat aku kuak.
Rahasia yang mana berkaitan dengan misi ini.
Kulihat ada kilatan kemarahan pada mata Detektif Lee. Aku tidak perduli.
Sudah menjadi aturan dalam dunia penyelidikan, tak ada rasa dalam sebuah misi!
*Senpai = senior
***
Pukul delapan tepat aku sudah sampai di kediaman sepupu jauhku.
Beberapa pelayan menyambutku dan menginfokan kalau Kenichi berada di Busan saat ini.
Aku mengangguk singkat merespon penjelasan pelayan wanita yang menyambutku.
"Kenkyo?"
"Nona Kenkyo berada di kamarnya."
"Dia sudah makan?" tanyaku
"Sudah, Tuan. Apa tuan ingin saya siapkan makan malam?"
Aku menggeleng.
"Katakan pada Kenkyo, aku menunggunya di kamarku."
Pelayan itu mengangguk. Dan sepertinya akan ke kamar Kenkyo.
Aku melepas dasiku sambil berjalan ke kamarku.
"Okaeri!" seru Kenkyo yang cepat-cepat menghampiriku.
Aku menyambutnya dengan senyuman.
"Tadaima," ucapku setelah ku kecup punggung tangannya.
"Nii-san memanggilku untuk apa?" tanyanya antusias.
Aku menarik tangannya dan menuntunnya masuk ke kamarku tanpa menjawabnya.
Aku mendudukkannya di ranjang king size yang di sediakan Kenichi untukku.
"Happy First Wedding Anniversary, Sweetheart," ucapku seraya memberinya sebuah kalung bertuliskan namanya.
T.KENKYO!
Begitu yang tertera pada kalung itu.
"Wooah! Choukawaii," (WOW! How sweet!) katanya memuji hadiah yang kuberikan.
"Boku no soha ni ite kurenai ...." (Maukah kamu berada di sisiku) Dia menatapku saat kukatakan itu.
"... selamanya?"
Dia mengangguk dengan semangat.
"Ai shitemo ii?" (Bolehkah aku mencintamu?) tanyaku lagi
"Mochiron." (Tentu saja) jawabnya
"Ai shiteru yo!" (Aku mencintaimu) kataku lagi.
"Ai shiteru mou," balasnya malu-malu.
Aku memeluknya erat. Sangat erat.
"Nii-san, Kenkyo tidak bisa bernapas."
Aku langsung melepaskan pelukanku.
"Gomennasai, Koibito," ucapku menyesal.
Dia menyerahkan kalungnya, untuk kupakaikan di lehernya.
Aku tersenyum, entah kenapa aku jadi sering tersenyum jika di dekatnya.
Harum mawar yang menguar dari tubuhnya hampir membuatku mabuk. Jangan sampai aku melakukan hal itu padanya meski sebentar lagi dia akan tamat sekolah.
Dan entah kenapa pula kata-kata detektif Kang terus terngiang. Bagaimana jika itu benar? Aku tidak rela! Harusnya aku yang mendapatkan kesucian istriku!
"Kenkyo." Aku dapat merasakan suaraku mendingin saat memanggil istriku.
"Hm?"
"Kamu wangi. Aku mau mandi dulu ya?" ucapku kemudian.
Kheh! Konyol! Tapi hanya itu yang terlintas dalam kepalaku.
Tidak mungkin aku bertanya hal sebenarnya. Lagipula, dia kan tak dapat mengingat.
Kudengar dia terkikik. Entahlah, gadis remaja sekarang memang semakin aneh saja.
"Nani atta no?" (Ada apa?) tanyaku.
Dia menggeleng.
Benar kan? Aneh!