Di dalam ruang kerja pribadinya, Kaisar William mengerjakan dokumen-dokumen seperti biasa. Ia menghentikan pena-nya ketika konsentrasi makin terpecah. Banyak hal yang bergulir memasuki benaknya; utamanya perihal urusan keluarganya yang terkoneksi ke politik. Detik ini ia makin yakin kalau sejarah asli keluarga yang pernah diceritakan oleh ayah-nya dulu mungkin ada benarnya. Sejarah berdirinya Esezar dengan De Jove sebagai keluarga kekaisaran tidaklah se-megah yang ada di buku pelajaran formal. Itu pun hanya beberapa sekolah formal saja yang memiliki buku 'karangan indah' tentang berdirinya Esezar.
Berdasarkan kisah dari sang ayah; setelah De Jove, De Hillary dan De Mattias mengambil alih kekuasaan tanah ini, tampaknya beberapa dewa murka dengan ketiganya. Dikatakan siapapun yang menjadi kaisar, maka darah keturunan-nya akan penuh pertumpahan darah serta kutukan mata yang khas. Tidak ada yang mau menjadi kaisar setelah mendengar beberapa isi kutukan tersebut. Sayangnya De Jove yang biasanya memimpin pun tersudutkan, hingga mengalah untuk menjadi keluarga darah kekaisaran; menamai tanah itu dengan nama Esezar. Itulah alasan para De Jove meski berjumlah sedikit, De Mattias dan De Hillary tidak berusaha merebut kursi tahta; bahkan cenderung melindungi De Jove. Mungkin karena De Mattias dan De Hillary tidak sudi menanggung kutukan tersebut, benar? Serta mereka tidak percaya kalau golongan lain mampu serta mau menanggung rahasia kutukan tersebut?
Di sisi yang berlawanan William juga tidak terlalu mempercayai sejarah tersebut, terlebih De Hillary sering memberikan ia sakit kepala karena segala tingkahnya dalam istana. Namun tetap saja sejarah tersebut lebih masuk akal dibandingkan sejarah formalitas 'karangan' penuh rekayasa dari buku. Jumlah anggota De Jove sudah sangat sedikit, tetapi kekuasaan mereka tetap utuh. Tidak ada tanda-tanda De Mattias dan De Hillary mau merebut kekuasaan secara sungguh-sungguh.
"Andai ada pilihan untuk pensiun dini sebagai kaisar tanpa harus mengalami kematian, maka akan kupilih walau gaji menjadi ala kadarnya," ucap William dengan nada serius, terlepas dari ucapannya yang absurd. Ia menepuk jidatnya sendiri setelahnya, merasa jalan hidup serta cara pikir-nya memang makin tidak karuan setelah menjadi kaisar.
"Haruskah rencana itu kupercepat saja?" ia meraih pena-nya lagi, kini mulai menulis surat untuk wanita 'baik hati' yang mau mengandung anaknya; yaitu Irene De Hillary. Beberapa tahun yang lalu Irene pernah memberikan kabar kalau ia sudah melahirkan anak tunggal yang William idam-idamkan. Tercekik dengan segala politik istana serta William tidak memiliki 'Mana' yang banyak bila ingin melakukan teleportasi; ia tidak pernah bisa menjenguk anaknya tersebut. Terkadang ia bahkan lupa kalau ia sudah memiliki anak dengan Irene.
"Sepertinya mendali ayah idaman tidak akan pernah jatuh ke tanganku, huh?" ia meletakkan pena-nya. Berat mengakui bahwa ia termasuk golongan ayah biadap. Wajar bila anak-nya nanti akan membencinya. Atau justru sudah membencinya?
Usai menulis surat, William bersandar di kursinya; menatp langit-langit ruangan. Ia memang 'seperti' ini adanya, namun nyatanya di depan para rakyat dan bangsawan lain; ia tetap harus memasang wajah dingin dan bersikap seperlunya sebagai seorang kaisar. Bersikap seperlunya dan seharusnya; seperti tindakannya dulu untuk menikahi Minerva sang permaisuri hanya demi bisnis dan kekuasaan. Tidak hanya itu, ia juga harus bisa bersikap sinis bagai tidak perduli meski banyak rumor miring terarah kepadanya dan/atau De Jove dalam kehidupan sehari-hari. Itulah salah satu alasan kenapa De Jove jarang memberikan argumen maupun pembelaan di depan publik, berbeda dengan De Hillary yang lantang berucap di depan publik. Oke, mungkin karena ia saja yang terlalu malas membela diri dan/atau De Jove yang ia pimpin.
***
Di lorong bangunan tua penuh hawa mencekam, Logan (11 tahun) tengah berjalan bersamping-sampingan dengan Ares (11 tahun) sang kakak. Di belakang mereka terdapat Irene sang mama serta beberapa penyihir lain; yang siap menghadang Ares dan Logan bila keduanya memberontak. Tidak seperti biasa, Logan merasa lebih khawatir pada Ares di hari ini sebab semalam Ares bermimpi buruk sampai seolah lupa kalau Logan adalah keluarganya. Pagi tadi juga nampak Ares nampak tidak bisa berkonsentrasi; bahkan sampai dalam kondisi ini Ares masih nampak ling-lung dan sulit konsentrasi. Logan bisa melihat tangan kakak-nya tersebut gemetaran seolah menahan rasa khawatir dan takut yang kuat. Logan sudah mencoba membujuk Irene untuk mengistirahatkan Ares hari ini, namun berujung Logan terkena tamparan untuk kesekian kalinya. Seharian hingga detik ini Ares seperti kehilangan suaranya; tidak mampu berucap apa-apa, terlihat seperti anak hilang.
"Hahaha. Aku tidak tahan hidup seperti ini sebenarnya," tawa miris serta ucapan tadi berasal dari bibir Logan, merasa memandang Ares pun sudah tidak tega. Andai ia bisa membawa Ares kabur ke tempat yang lebih baik, maka akan ia lakukan. Buat apa dikatakan ia dan Ares memiliki darah De Jove kalau hidup mereka malah seperti kutukan? Oh. Iya juga ya. Bukankah ada desas-desus dari pada maid kalau darah De Jove memang terkutuk? Kenapa pula golongan orang-orang berdarah terkutuk dibiarkan menjadi darah pewaris kekaisaran? Aneh.
"Masukkan mereka berdua ke ruangan itu!" titah Irene sang mama pada para penyihir lainnya. Jari lentik Irene menunjuk ke sebuah ruangan beraurakan kegelapan, berpintu baja serta penuh jimat pelindung. Aroma dari ruangan tersebut saja terasa memuakkan serta penuh amarah dan dendam.
"Apa kau sudah gila-?!" protes Logan menatap Irene dengan tidak percaya; lebih terkejut pula setelah sang kakak tiba-tiba menggunakan suaranya, seolah teringat lagi cara untuk berbicara.
"Jangan masukkan lagi aku ke-" ucapan Ares juga pada akhirnya terpotong karena ia dan Logan sudah didorong dengan kekuatan fisik dan sihir agar memasuki ruangan tersebut. Ares bisa merasakan ketakutan serta segala kenangan lama dari kehidupan sebelum-sebelumnya tentang ruangan tersebut telah kembali ke benaknya. Jantung-nya terasa berdetak begitu cepat hingga bagai ingin menghancurkan jantung itu sendiri.
Pintu ruangan ditutup dan dikunci sihir dari luar, menyisakan Logan dan Ares yang terkunci di dalam. Telinga Logan terasa sakit mendengar teriakan histeris Ares, disusul ia terdiam bungkam dan bingung karena tiba-tiba Ares pingsan di hadapannya. Reflek menangkap tubuh sang kakak juga musnah karena kengerian hawa ruangan tersebut. Suara rintihan makhluk tidak kasat mata terdengar, membuat Logan merinding. Ini halusinasi untuk rasa takut atau apa? Ia membelakangi Ares, melihat dalam ruangan yang begitu gelap; dengan kata lain ia tidak bisa melihat apa-apa.
"!!!" ia reflek menghindar ketika ada cambuk merah tiba-tiba muncul menyerangnya; yang berasal dari posisi seberangnya. Logan berusaha menggunakan sihirnya untuk menciptakan api; baru teringat metode ini sekarang karena tadi terlalu gugup. Ruangan tersebut kosong. Ya, kosong tetap tiba-tiba cambuk merah selalu bisa muncul untuk berusaha menyerangnya dan Ares.
Sebelum cambuk tersebut muncul untuk menyerangnya lagi, Logan mendudukkan tubuh Ares di pojok ruangan. Ia prihatin serta bingung-sedih melihat Ares yang biasanya kuat dan melindunginya kini justru kehilangan kesadaran serta tidak ada pelindungan di depannya. Berbalik badan untuk membelakangi tubuh Ares; Logan menatap lurus ke arah depan, bersiap untuk segala serangan. Ini gilirannya untuk melindungi Ares!
"Kita akan baik-baik saja, Papa," ucap Logan; yang mulai merasa kalau ruangan tersebut menyerap 'Mana'-nya. Bajingan! Kenapa 'Mana'-nya saja harus diserap?! Ia bisa kehilangan nyawa bila 'Mana'-nya habis! Sial. Kekuatannya bisa menurun dengan cepat kalau begini!
Benar saja, perlahan api yang ia ciptakan pun padam karena 'Mana'-nya berkurang. Ruangan kembali menjadi gelap gulita. Serangan cambuk merah datang, Logan masih bisa menghindari-nya beberapa kali. Tenaga menurun, akhirnya satu cambukan mengenai dadanya; membuat ia jatuh ke belakang, setengah menindih tubuh Ares. Berteriak sakit sudah reflek, tetapi apa boleh buat dengan kondisi begini? Ia mengubah diri untuk menatap Ares yang nampak gemetaran karena trauma dengan mata terbuka lebar. Logan memeluk tubuh Ares, menutupi tubuh Ares dengan tubuh-nya sebisanya; guna menghindarkan Ares dari segala serangan cambuk biadap tersebut.
"Papa, semua akan baik-baik saja," ucap Logan berusaha menyemangati Ares; sembari menanggung semua cambukan di tubuh belakang-nya; setidaknya ia berharap kalau Ares tidak akan terluka separah dirinya. Mereka pernah berjanji untuk saling melindungi, namun ayolah- apa riwayatnya melindungi sang kakak-papa hanya sampai di momen ini saja?
Di luar ruangan tersebut, beberapa penyihir merinding ngeri ketika genangan darah keluar dari bawah pintu ruangan; menandakan pertumpahan darah di dalam ruangan sudah teramat jauh. Rasa tidak tega hampir membuat mereka membukakan pintu ruangan terkutuk tersebut. Sayangnya perintah mengatakan pintu baru boleh dibuka besok pagi dan mereka tidak berani melawan perintah seorang De Hillary seperti Irene. Mereka tidak bisa mendengar suara apapun dari dalam; namun ke-anehan begitu kental karena darah yang terus keluar merembes dari bawah pintu tidak kunjung berhenti. Sebanyak apa darah dua orang anak kecil? Ini sungguh tidak wajar.
***
Halaman penuh bunga matahari yang nampak elok dan megah; disinari oleh Mentari penuh kehidupan serta kehangatan. Di sana nampak Luna (9 tahun) tengah belajar menari dengan anggun bersama Emma sang mama. Reagan sang papa duduk di kursi roda; tersenyum hangat melihat tarian indah agung dari dua orang yang paling ia cintai; yaitu Emma sang istri dan Luna sang anak. Hidup di dunia yang tidak sempurna, namun kebersamaan ketiganya terasa menciptakan surga kecil untuk mereka.
"Luna akan tumbuh besar dan cantik seperti Mama!" teriak Luna dengan semangat; pun ditariannya kali ini, lagi-lagi ia melihat bayangan kehidupan sebelumnya bagaimana Ares dipaksa bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri. Senyum cantik serta manis di bibir Luna tidak goyah dengan kilas kejadian tersebut; sudah mulai terbiasa menahan perasaan aslinya jauh di dalam, berusaha juga menikmati surga yang sekarang sedang ia rasakan; menutupi neraka masa lalu-nya.
"Hm? Luna mau istirahat?" tanya Emma; tidak menanggapi ucapan Luna tadi dikarenakan paras Luna yang nampak lebih pucat tanpa Luna sadari. Ia berhenti menari guna untuk menarik Luna kecil ke dalam pelukannya; terdiam ketika merasakan tubuh Luna gemetar seperti menahan tangis setelah ia tarik ke dalam pelukan.
"Mama, bukankah tidak adil bila Luna meninggalkan orang yang Luna cintai demi untuk keselamatan Luna sendiri? Apalagi bila orang tersebut rela mati berkali-kali demi Luna?" pertanyaan tersebut keluar dari bibir Luna sebelum Luna bisa benar-benar sadar bahwa dirinya tengah terkontrol oleh perasaannya; dimana perasaan-nya telah menutupi kemampuan pikir otak-nya. Namun tetap saja! Ares pernah bersimbah darah dan berkali-kali mengorbankan segalanya untuknya; lantas bisa-bisanya Luna harus melupakan hubungan mereka dan menempatkan keselamatannya di atas segalanya?!
Emma terkejut dan bingung dengan pertanyaan Luna. Tidak mengerti darimana sumber pertanyaan tersebut. Apa pertanyaan tersebut normal juga diutarakan oleh anak umur 9 tahun? Tidak ingin melukai perasaan anak-nya dengan seperti mengentengkan pertanyaan tersebut, Emma sang mama mengambil jeda untuk berpikir solusi.
Emma membelai lembut rambut panjang indah Luna, lalu menjawab, "Jangan tinggalkan orang tersebut bila begitu adanya. Namun memang diri sendiri tetap yang diutamakan. Bila Luna selamat dan mampu mempunyai kekuatan, maka di saat yang tepat kau bisa meraih tangan orang itu. Di saat yang tepat itu, Luna akan bisa melindungi orang tersebut. Hati Luna selalu bersama orang tersebut, tetapi saat dimana Luna menunjukkan isi hati Luna haruslah di saat yang tepat."
Luna masih memeluk Emma sang mama; tertegun diam mendengar jawaban sang mama. Ia mengangguk dalam diam-nya, merasa lebih lega dan nyaman setelah mengambil keputusan ini. Ia tidak bisa benar-benar mengkhianati ikatan lamanya dengan Levi/Ares. Ia melepaskan pelukannya dari sang mama, lantas mengecup lembut pipi sang mama sembari membisikkan ucapan terimakasih.
Beberapa jam setelahnya keluarga Grace (Reagan, Emma dan Luna) tersebut terkejut ketika surat dari kaisar datang ke rumah mereka! Surat dari kaisar datang ke bangsawan kelas rendah seperti mereka! Dikatakan bahwa Kaisar William mengagumi karya-karya lukisan Luna maka sang kaisar menginginkan Luna untuk menjadi seniman di istana, melukis untuk sang kaisar! Luna yang masih berumur 9 tahun tidak tahu akan ada plot-twist seperti ini! Memang ia sudah lama menjuarai banyak acara lukis serta sering masuk di dalam koran tetapi bukankah plot-twist ini terlalu jauh?! Keributan dalam kebingungan tidak bisa dihindarkan lagi.
"Tidak kuijinkan! Selama aku masih hidup, Luna tidak boleh mendekati keluarga terkutuk itu!" ucap Reagan yang nampak naik darah, berusaha menyobek surat tersebut namun surat tersebut direbut duluan oleh Emma.
"Apa kau sudah gila?! Ini permintaan dari istana! Kau tidak bisa menyobek surat ini secara sembarangan! Tenangkan dirimu, Reagan!" ucap Emma panik, segera menata surat yang sudah terlipat-lipat rusak tidak karuan karena ulah Reagan. Emma tidak mau keluarga kecilnya dalam bahaya hanya karena keteledoran sang suami.
"Ha! Kau begini karena kau masih menyukai William, huh? Jangan pikir aku tidak tahu kalau kau dulu pernah ada hubungan dengan orang itu!" teriak Reagan; merasakan api cemburu lamanya tersulut kembali. Pernikahannya dengan Emma memang pernikahan 'keterpaksaan' pada awalnya, dimana sebelum dengannya Emma memang diam-diam menaruh hati pada William sang kaisar.
"Jaga ucapanmu di depan Luna!" Emma merasakan amarah merasukinya. Ia tidak percaya bahwa suaminya akan membuka masa lalunya di depan anak mereka yang masih 9 tahun. Teriakan kesalnya tersebut nampaknya sukses menyadarkan Reagan yang kini mulai menampakkan penyesalan.
Luna masih duduk diam di kursi-nya; kehilangan arah pikir setelah tahu ternyata Emma sang mama pernah menyukai William sang kaisar?! Mama-nya pernah menyukai ayah kandung Ares?! Apa ini alasan Reagan papanya selama ini nampak vokal membenci De Jove?! Persaingan cinta segitiga? Tungu-tunggu! Ini ia masih belum bisa memutuskan untuk ikut ke istana atau tidak; tetapi kenapa malah ada hal seperti ini?! Ah. Lagipula bila seorang kaisar yang meminta, apa bisa ia dan keluarganya menolak?! Aduh! Luna bingung harus memikirkan yang mana duluan.
***
Bersambung