Di dalam hutan terlarang yang rimbun pepohonan, penuh makhluk mistis, diselimuti kabut tebal serta hewan liar sebagai penguasa-nya; nampak sosok tuan kecil berambut putih dengan mata merah sedang duduk di atas ranting pohon yang besar. Ia bernama Leonard, namun sering dipanggil Leon.
Duduk di tempat seperti itu bukan merupakan usahanya untuk terlihat misterius atau keren. Ia demikian adanya sekarang karena terpaksa! Paras tenangnya berubah menunjukkkan kekesalan, disusul ia mulai menjambak-jambak rambut panjang setengah punggungnya untuk melampiaskan kesalnya tersebut. Bila sang mama-nya mengetahui tindakannya ini maka ia akan terkena marah; mengingat sang mama membenci bila anak-anaknya bertindak destruktif ke diri sendiri.
"Maafkan Leon, Ma. Aku cuma amat kesal!! Argt!!" teriak Leon yang nampak seperti anak lelaki berumur 11 tahun. Ia masih kesal karena telat tahu kalau Lizbeth ternyata sudah memiliki relasi dengan Luna Grace! Leon harusnya lebih teliti, kan? Ia tidak mau rencana balas dendam-nya gagal. Tidak hanya balas dendam; ia juga ingin mendapatkan pujian dari papa-nya bila sukses.
"Andai Max tidak sok-sok an keren, maka bocah itu bisa jadi sekutuku," ucap Leon dengan helaan napas di pengujung kalimat. Ia memiringkan kepalanya sedikit dan mengangkat dagunya, menatap langit yang tertutupi oleh kabut. Kini ia terlihat sedang melakukan refleksi diri.
Ia lelah bekerja. Usai dari urusannya di sini, ia biasanya kembali ke rumahnya dengan bantuan portal. Itu pun di rumah dia punya pekerjaan. Kalau dipikir-pikir, apa gunanya ia punya tubuh anak kecil di sini kalau tidak bisa main-main seperti anak kecil lain dan malah terus-terusan bekerja saja? Hehe. Jelas solusinya apa, kan? Ia akan pergi ke kota untuk main-main saja.
"Luna Grace serta lainnya bisa menunggu," ujar Leon; memanjat turun dari pohon. Iya, memanjat saja. Jangan sedikit-sedikit memakai sihir. Ia harus menghemat 'Mana' agar bisa membuat portal dan lain-nya kapan pun ia mau.
***
Balai kota ramai dengan para pedagang dan para seniman; yang mana semuanya sibuk menjajakan produk dan/atau kemampuannya. Pengunjung juga begitu ramai sehingga beberapa kesatria terpercaya diutus untuk memastikan keamanan acara tersebut. Kesatria-kesatria tersebut ditunjuk langsung oleh sang Kaisar guna mengawasi pula kinerja para pemegang kekuasaan serta keamanan di sana.
Tindakan sang Kaisar yang memang sering terlihat memperdulikan para rakyat-nya telah mampu meraih simpati banyak orang. Namun mereka masih menyayangkan sang Kaisar yang tampak seperti memanjakan dua pangeran yang merupakan anak dari Permaisuri Minerva. Kedua pangeran tersebut harusnya lenyap saja; begitulah rata-rata pendapat sebagian besar rakyat kepada kedua pangeran tersebut.
Di antara keramaian terlihat Esther Grace (nenek-nya Luna) sedang menikmati atraksi akrobat kelililing. Bukannya buru-buru menemui sang cucu, Esther justru sibuk memanjakan dirinya, menikmati hidup selayaknya ia masih remaja dulu. Hm, toh ia memang menolak tua. Urusan-nya dengan sang cucu masih bisa dia urus nanti-nanti saja. Ia memang tidak bisa digolongkan ke tipe nenek idaman.
Beberapa meter jauhnya dari Esther berada; nampak Leon yang berpenampilan cukup berbeda dari ia yang biasanya. Leon mengikat rambut putihnya, termasuk menggunakan ikatan hitam untuk menutupi mata-nya. Dalam batin-nya, Leon terus menggerutu perihal 'Mana'-nya yang menipis sampai ia harus seperti ini. Tidak apa; anggap saja ini penyamaran identitas yang brilliant juga.
"Ah!" suara anak gadis khas terdengar di telinga Leon. Anak gadis tersebut reflek berteriak demikian karena Leon tidak sengaja menabrak pundaknya; dikarenakan kelelahan Leon setelah melakukan perjalanan jauh sambil menggunakan 'Mana' agar cepat.
Bagai takdir sudah menggariskan Lizbeth De Hillary adalah anak gadis yang tidak sengaja Leon tabrak. Lizbeth menatap ke arahnya cukup lama; seolah memikirkan sesuatu, hanya untuk diakhiri dengan Lizbeth meninggalkannya begitu saja. Pengawal pribadi-nya Lizbeth mengikuti sang majikan dari belakang, masih pula menyempatkan diri melirik sinis Leon seolah Leon sengaja menabrak Lizbeth.
Leon juga tidak berucap apa-apa pada Lizbeth yang pernah memproklamasikan diri sudah menjadi sahabat Luna tersebut; tidak pula memberikan respon pada pengawal Lizbeth yang kurang ajar. Hm, dengan nama belakang 'De Hillary' maka memang kemungkinan besar mudah bagi seorang Lizbeth untuk mendapatkan teman, kan? Walau pun status Lizbeth sebenarnya hanya anak angkat dari golongan De Hillary.
"....Anak itu hidup nampak sebagai bangsawan. Aku penasaran apa ia tidak bosan dengan gaya hidup seperti itu," gumam Leon lirih, melanjutkan perjalanan untuk membeli balon-balon kesukaannya.
Ia jalan, terus berjalan; sampai ia memutuskan berlari-lari layaknya anak kecil. Tidak sampai di situ, ia bahkan menyetujui geng anak kecil yang tiba-tiba mengajaknya main bersama karena Leon yang memakai menutup mata dikatakan unik dan menarik oleh anak-anak tersebut. Bersama mereka; Leon main lari-larian, main gelembung, bahkan main mandi bola bersama. Tiba di mana saatnya ia dan lainnya main mandi lumpur di tanah becek bekasr hujan; Leon hampir tersedak saliva-nya sendiri karena melihat sesuatu kejadian.
***
Memiliki tubuh anak kecil selalu ada untung ruginya. Luna menggunakan kesempatan ini untuk tiba-tiba mengeluarkan jurus 'ngambek khas anak kecil' karena ia tidak mau di bawa ke istana. Setelah melakukan pura-pura ngambek-nya, Luna kabur dari rumahnya sehingga kini ia berada di balai kota yang sedang mengadakan festival. Kaki kecil-nya terus berlari, berusaha mencari tempat persembunyian aman dari kejaran sang mama. Dalam batin Luna bersyukur ia memiliki kemampuan lari yang cepat sehingga bisa kabur dari mama-nya. Mengabaikan rasa bersalahnya; Luna memasuki sebuah tempat sirkus secara illegal dan bersembunyi di sana.
Eh? Lebih tepatnya Luna memasuki gudang-nya tempat sirkus? Ia berjalan dalam kegelapan, sembunyi-sembunyi. Ia menghela napas, merasa melakukan hal yang amat konyol. Apa boleh buat? Mungkin saja tindakannya ini akan dilaporkan orang tuanya ke pihak Kaisar William agar sang Kaisar memberikan ia belas kasih; lalu mungkin berujung Kaisar tidak jadi membawa-nya ke istana sebagai staff seni.
"..!!!!" Luna tersentak kaget. Ada yang membekap mulut-nya dari belakang! Ia mencoba berontak tetapi tidak bisa! Ia menginjak kaki orang yang membekapnya; namun tampaknya yang membekapnya seperti tidak punya indera perasa? Diinjak kuat tapi mengeluh sakit saja tidak.
"Shh! Tempat ini sangat berbahaya. Maaf sudah tidak sopan. Kalau kuhampiri baik-baik juga mungkin kau tidak akan mendengarkan," bisikan tersebut terdengar dari belakang tubuh Luna; yang mana terdengar seperti suara anak laki-laki yang tidak berbeda jauh dengan umurnya.
Anak misterius tersebut melanjutkan berbisik pada Luna, "Akan kulepaskan kau setelah ini, oke? Jangan berteriak dan dengarkan peringatanku tadi walau mungkin kau sulit percaya padaku. Tempat ini sangat berbahaya karena Alex saudaraku saja dikurung oleh mereka. Jangan sampai kau ikut dikurung."
Sesuai janji tadi Luna dilepaskan, membuat Luna reflek memutar badan untuk menatap sang pelaku. Luna mengambil dua langkah mundur, mendapati anak kecil berambut putih terikat dengan mata tertutupi kain hitam. Anak itu memang nampak lebih tua daripada Luna yang masih 9 tahun ini. Luna merasa janggal. Ia harusnya merasa waspada, kan? Hanya aura anak tersebut bukannya membuat ia was-was sekarang; malah kebalikannya. Entah perasaan tidak logis apa yang memasuki benaknya, namun Luna merasa anak tersebut tidaklah benar-benar berbahaya untuknya.
"Kau siapa?" tanya Luna; yang masih lebih memilih waspada, terlepas dari sugesti perasaan yang terasa tidak masuk akal. Tangan Luna arahkan ke dalam saku, menggengam pisau lipatnya di sana. Misal pun ia harus melawan atau/dan kabur, setidaknya ia harus ada interaksi dengan anak kurang ajar yang sempat membekap mulutnya tadi. Siapa lagi musuh tersembunyi-nya?
"Orang yang bisa kau andalkan. Namaku Leon. Aku tidak berbohong. Ini gudang berbahaya. Alex di kurung di salah satu kandang di sini. Aku pergi dulu," ucap Leon dengan nada datar dan berusaha santai.
Dalam batin Leon merasa kesal karena acara main-mainnya tadi terpaksa ia akhiri untuk menemui Luna di sini. Ini juga terkesan gegabah, tetapi ia tidak banyak pilihan lain. Tidak ada untungnya baginya bila Luna celaka di sini. Leon membalik badan, bersiap meninggalkan Luna namun kata-kata Luna menghentikannya.
"Aneh sekali. Apa kau mengenalku? Siapa yang menyuruhmu bertindak seperti tadi, Bocah?" Luna mengeluarkan pisau lipat yang ia buang, mulai terbimbangkan oleh jalan pilihan di depan mata.
Bila anak di depan Luna sekarang adalah calon malapetaka untuknya, bukankah lebih bagus bila Luna 'memberikan gerakan penyambutan' agar anak tersebut secepatnya? Anak tersebut belum lagi menatap ke arahnya. Haruskan Luna memberikan serangan mendadak sekarang? Atay ia saja yang terlalu paranoid? Apa maksud dari orang yang bisa Luna andalkan?
"Kau berpikir terlalu jauh. Aku tidak mau menjelaskan diriku pada-" ucapan Leon terpotong karena gerakannya dalam menghindari serangan pisau dari Luna. Leon membelakak kaget, menatap ke Luna dengan perasaan was-was. Segala kalimat tercekik lenyap di lehernya setelah melihat Luna sukses menarik lepas pengikat-penutup mata Leon dalam usahanya menyerang Leon tadi.
"....Mata itu-," Luna menatap mata hijau cerah serta pupil runcing Leon. Tidak ada sihir yang bisa membuat mata orang menyerupai mata khas pada De Jove; dengan kata lain yang di depannya ini adalah golongan tersebut. Kenapa pula anak ini harus memiliki mata tersebut?! Tunggu-. Kenapa para De Jove mulai mengusik hidupnya sekarang? Tangan Luna menjatuhkan penutup mata tadi. Tangannya yang masih memegang pisau lipat mulai gemetar; antara marah, takut, dendam serta cemas.
"…..Kenapa kau tega mencoba melukai-ku?" ucap Leon menatap Luna dengan pandangan sedih, seolah lupa dengan semua misi-nya di detik ini.
Leon sadar betul bahwa ia tidak seharusnya merasakan sakit hati. Sayangnya rasa itu sudah tumbuh di dada Leon. Luna selama ini memang target utamanya; namun setidak masuk akal apapun itu, Leon tidak pernah terbayangkan bahwa Luna akan mencoba melukainya seperti tadi. Mood Leon turun sampai di tahap minus. Marah dengan keadaan yang menimpanya sekarang, Leon mencipatkan portal dengan sisa 'Mana' yang ia punya; lantas hendak memasuki portal tersebut untuk meninggalkan Luna begitu saja.
Tangan Luna meraih tangan Leon, menghentikan anak tersebut dalam usahanya untuk pergi begitu saja. Luna yang sudah mulai bisa mengusai konflik diri pun memberikan senyuman formal tipis, "Tidak masuk akal bila seorang bangsawan kelas rendah sepertiku akan sukses melukai Yang Mulia. Mohon maafkan saya. Tadi saya hanya ingin memberikan sambutan saja, ingin melihat paras orang baik hati yang memberikan saya tadi peringatan."
Luna melepaskan pegangannya di tangan Leon, kemudian melanjutkan ucapannya dengan nada yang formal dan sopan, "Saya meminta maaf sudah menyentuh Yang Mulia. Saya hanya berharap Yang Mulia tidak pergi dengan salah prasangka terdahap saya." Luna membungkuk hormat setelahnya.
Luna mulai merasa janggal karena tidak ada respon. Ketika ia mengangkat lagi kepalanya, ia mendapati sosok Leon sudah pergi begitu saja. Luna memejamkan matanya; berusaha tenang dengan segala kejadian yang ujung-ujungnya selalu berkaitan dengan De Jove; seolah takdir hidup seorang Luna di novel ini memang kuat kaitannya dengan golongan tersebut.
Apakah Leon merupakan salah satu anak haram dari golongan De Jove seperti Ares? Kalau anak haram kenapa mata Leon tidak nampak buta? Apakah Leon ke sini karena utusan sang Kaisar William yang tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan kemampuan melukis Luna? Sembari berjalan keluar dari tempat tersebut; Luna hanya tertawa hambar dengan nada lirih. Ia baru saja mendaftarkan nama-nya ke list yang akan dimusnahkan De Jove dalam waktu secepat ini, benar? Ia tidak lagi bisa hidup dengan tenang.
Beberapa jam kemudian Luna bertemu dengan Emma sang mama, menolak mengatakan apapun. Ia merasa bersalah jikalau tindakannya tadi akan membuat ia dan keluarganya kehilangan nyawa begitu cepat di kehidupan kali ini. Kedua orang tuanya amat khawatir karena Luna terus menolak berbicara. Mereka bahkan berkata akan menolak permintaan Kaisar dengan Luna sang anak tersayang. Luna hanya menggelengkan kepala, lalu di malam hari Luna sudah mau berbicara; itu pun untuk meminta tidur bersama dengan kedua orang tuanya.
***
Terlihat sebuah kurungan raksasa yang tertutup oleh tirai hitam tebal, masih di gudang sirkus yang sama; bedanya sekarang sudah malam hari. Tangan pucat khas albino milik Leon membuka tirai tersebut, dilanjutkan dirinya menyandarkan dahinya ke jeruji besi di sana. Menit-menit selanjutnya dahinya merasakan hantaman kuat karena Alex sang rambut merah menyala justru membenturkan dahinya sendiri ke jeruji besi di mana Leon sedang menyandarkan dahi. Leon menatap mata merah Alex dengan iris hijau cerahnya. Darah segar mulai keluar dari dahi keduanya karena benturan tidak manusiawi tadi. Leon makin kesal melihat Alex yang malah menyeringai lebar bagai orang kesetanan karena baru menang perang.
"Kau sudah tidak waras? Dahiku jadi sakit, Bodoh!" teriak Leon dengan kesal. Terlepas dari apa yang ia ucapkan, ia masih menyandarkan dahinya di posisi yang sama. Kedua tangannya menggenggam jeruji besi, masih pula menatap ke Alex yang ia akui sebagai saudara di hadapan Luna.
"Sejak kapan aku waras? Hahahaha. Kau, aku dan saudara kita mana ada yang waras? Kenapa juga mata aslimu tidak kau tutupi? Dasar payah! Kekurangan 'Mana' atau terlalu hemat 'Mana'?" ejek Alex pada Leon dengan tidak tanggung-tangung. Alex menegakkan badannya sendiri, menoleh ke arah belakang untuk menatap ke naga peliharannya. Lebih tepatnya ia satu sel dengan nada tersebut. Suka rela satu sel, sukarela menjadi tahanan di sini.
"Diamlah, Wanita Tomboy Sialan Alexandra. Panjangkan sedikit rambutmu dan pakailah gaun. Kau makin mirip dengan laki-laki. Bukakan pintu sel ini. Aku mau menumpang tidur," gerutu Leon yang disambut dengan cibiran dari Alex atau lengkapnya Alexandra; pun Alex memang lebih senang dipanggil Alex.
Malam itu Leon benar-benar menumpang tidur di dalam sel-kurungan Alex dan naga-nya di dalam gudang sirkus tersebut. Alex mulai merasa sudah tiba saatnya berhenti main-main di dalam penjara tersebut; sudah saatnya membantu Leon. Mereka masihlah satu team. Mungkin metode balas dendam Leon gagal makanya ia nampak sedih? Leon tetap tidak mau bercerita walau Alex terus bertanya.
Apalah Alex yang dianggap gagal di langkah pertama oleh 'bos mereka'? Ia hanya bisa tertawa hambar dan kikuk tiap ingat kegagalan konyolnya tersebut. Lalu ia yang sekarang malah asyik main di sirkus? Jalan hidup se-absurd ini. Alex menggoyang-goyangkan pundak Leon untuk membangunkan anak lelaki tersebut.
"Hei, Leon. Apa aku orang yang absurd ya?" Alex makin merasa heran pada dirinya sendiri ketika ia makin refleksi diri. Ia yang masih denial dengan tindak-tanduknya pun butuh pendapat Leon.
"…..Bukannya membantuku tapi malah main-main jadi pelatih naga di sirkus. Ini tidak hanya melenceng dari tujuan balas dendam kita. Kau benar-benar kukira sudah gila, Alex. Aku paham darah keturunan kita banyak yang mengalami gangguan kejiwaan, jadi aku berusaha mengikhlaskanmu yang memang dari awal jarang kelihatan waras," Leon menjawab dengan menahan kantuk, lalu mendorong wajah Alex menjauh karena malas melihat wajah tersebut. Biarkah dia tidur dengan tenang!
Hanya Leon dan sang naga peliharaan Alex yang nampak tidur tenang malam itu. Alex masih termenung dan geleng-geleng dengan tindakannya sendiri. Ia menjambak rambut merahnya sendiri dengan kesal; berharap ia belum terlambat untuk bergabung lagi ke acara 'pesta balas dendam' ini. Ia menyeringai tipis, lalu berbaring di samping Leon. Tangan Alex meraih rambut panjang Leon; lantas ia menguyah rambut tersebut sebagai pelampiasan.
***
Di menara tempat Irene De Hillary berada; surat perintah Kaisar William pun tiba. Irene masih memegang erat surat tersebut seusai membacanya. Terangnya ruang kamar tidak bisa menghilangkan gelap jalan hidupnya. Ia tidak tenang bila hanya mendapatkan surat dari Kaisar. Ia butuh informasi-informasi dari Leon. Namun beberapa hari ini Leon tidak lagi mengirimi ia surat. Ia menggebrak meja dengan kesal, berdiri dari posisinya; mau tidak mau harus segera menemui Ares dan Logan bila sudah seperti ini. Surat perintah tadi berisikan komando untuk membunuh para pangeran anak dari Permaisuri Minerva. Sebuah kesempatan kuat untuk menunjukkan kemampuan 'produk' Kerjasama mereka; yaitu Ares dan Logan.
***
Bersambung