Jantung Ilene mencelos mendengar ucapan Ibunya. Ayahnya terkena serangan jantung? Tapi bagaimana bisa? Ayahnya selalu terlihat segar bugar dan tidak pernah mengeluh penyakit berat apapun.
"Aku segera kesana, Bu" balas Ilene tidak kalah panik. Ia segera menaruh gagang telepon itu pada tempatnya.
"Ada apa? Kenapa wajahmu jadi pucat seperti itu?" tanya Darrel bingung. Ia menghampiri Ilene yang terlihat gusar.
"Ayah, ayah masuk rumah sakit," jawabnya dengan suara terbata.
Darrel ikut terkejut dengan kabar ini.
"Kalau begitu ayo kita pergi," putusnya segera.
Ilene menganggukkan kepalanya, ia membiarkan Darrel sibuk mengambil kunci mobil.
****
Ilene menggigiti kuku jarinya, ia berlari kecil menghampiri ibunya yang tengah mondar mandir di depan ruang unit gawat darurat.
"Bu, gimana Ayah?" Tanya Ilene.
Ibunya menggeleng lemah lalu terisak, wanita paruh baya itu enggan membuka mulutnya dan hanya tangisan yang berbicara. Ilene menarik tubuh Ibunya lalu memeluk tubuh ringkih itu, ia ikut menangis. Darrel hanya terdiam di sudut, terlalu bingung untuknya berkata sesuatu dalam kondisi seperti ini.
Selang beberapa menit, Dokter yang merawat ayahnya keluar dari ruangan. Bayangan sekilas ayahnya dengan berbagai kabel yang melilit tubunya membuat perasaannya remuk redam. Ia tidak menyangka sosok yang menyenangkan dan menenangkan itu kini terbaring lemah tak berdaya disana dengan nafas satu-satu yang terdengar mencekam dari layar monitor. Mereka segera menghampiri sang dokter guna meminta penjelasan.
"Bagaimana suami saya, Dok?" Tanya ibunya tidak sabar.
Dokter mengangkat kedua tangannya meminta agar mereka berdua tenang.
"Syukurlah karena Pak Hendrawan segera dilarikan ke rumah sakit. Selang beberapa menit saja, nyawanya bisa tidak tertolong,"
Bahu Ilene merosot mendengar nyawa ayahnya berada dalam bahaya tadi. Namun, di sisi lain hatinya juga merasa lega karena ayahnya bisa selamat.
"Apa yang terjadi sebenarnya pada Ayah saya Dok?" Tanya Ilene cemas.
"Beliau terkena serangan jantung. Jantungnya mengalami masalah beberapa bulan terakhir, namun Beliau baru kali ini merasakan gejala yang ekstrim. Untuk saat ini Beliau tidak boleh mengalami stress dan kelelahan agar tidak mudah drop,"
Telinga Ilene berdenging mendengar penuturan dokter di hadapannya. Jantung ayahnya bermasalah? Kenapa harus ayahnya yang mengalami hal ini? Kenapa harus disaat ia berniat bercerai dengan Darrel?
Ilene terkejut saat tiba-tiba tubuhnya ibunya yang berada di sampingnya limbung sejenak. Untunglah, ia segera menahan siku ibunya sehingga tubuh ibunya tidak jatuh. Ibunya terlihat sangat shock mendengar penjelasan dokter.
"Bu, Ibu gak apa-apa?" Tanya Melinda cemas.
Ibunya tidak menjawab dan terlihat pucat. Darrel segera menghampiri mereka lalu ikut menahan tubuh Bu Wesnari agar berdiri dengan baik, "Sebaiknya kita bawa Ibu beristirahat," saran pria itu.
Ilene menganggukkan kepalanya menyetujui saran Darrel. Mereka segera meminta ruangan lain untuk ibunya.
Ilene meremas rambutnya saat melihat tubuh kedua orang tuanya tidak berdaya. Air matanya menetes satu-satu. Kenapa segala masalah harus datang bertubi-tubi kepadanya? Saat dia belum menyelesaikan masalah rumah tangganya, kenapa ayah dan ibunya harus collaps seperti ini?
Sebuah tangan kekar meremas bahunya dari arah belakang, Ilene menoleh lalu melihat Darrel berdiri disana dengan wajah prihatin. Pria itu kemudian membuka lengannya sebagai isyarat. Ilene paham, ia segera menghambur ke dekapan Darrel lalu menangis sekuat-kuatnya. Ia tidak sanggup. Ia tidak sanggup menghadapi masalah ini sendirian. Ia menangis tersedu-sedu disana, membiarkan tangan suaminya membelai dan menenangkannya. Melupakan fakta bahwa Darrel melakukan itu hanya untuk sebuah simpati.
****
"Gimana Bu, Ibu udah baikkan?" tanya Ilene saat melihat ibunya sudah terlihat lebih tenang.
Ibunya menghela nafasnya lalu bangkit dari ranjang, "Ibu mau ketemu Bapak, Len," pinta ibunya.
Ilene menganggukkan kepalanya lalu membantu ibunya turun dari ranjang, mereka kemudian berjalan perlahan menuju ruangan ayahnya.
Ilene terenyuh melihat Darrel yang kembali sigap membantunya merawat kedua orang tuanya. Pria itu berinisiatif menjaga ayahnya sementara ia pergi menemui ibunya.
Darrel segera bangkit dari duduknya saat melihat ibunya datang lalu membantu mereka mendekat ke ranjang. Orang yang memperhatikan mungkin mengira bahwa keluarga mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna dan normal.
Ilene menghela nafasnya kasar mencoba menahan air mata yang kembali menggenang di kelopaknya. Satu-satu Ilene, saat ini ia harus fokus hanya kepada orang tuanya.
Tubuh ayahnya terlihat bergerak lemah, pria yang menurut Ilene paling kuat itu terlihat rapuh dengan segala alat-alat penunjang kesehatan yang membelit sekujur tubuhnya. Ayahnya membuka kelopak matanya pelan lalu tersenyum lemah.
"Ayah, Ayah baik-baik aja?" Tanya ibunya cemas.
Ayahnya mengangguk pelan, bibirnya yang pucat terlihat membuka mulut, "Len.." panggilnya parau.
Ilene segera mendekat, ia tersenyum mencoba terlihat tegar di hadapan ayahnya. "Ayah gak apa-apa?" Tanya Ilene sambil meremas tangan ayahnya.
"Ayah gak apa-apa, Ayah cuma lelah," balas ayahnya lembut.
Ilene tersenyum mendengar perkataan ayahnya, "Ayah pasti cepat sembuh,"
Ayahnya mengangguk lemah, ia terlihat melihat sekeliling lalu memanggil Darrel, "Darrel...."
Darrel yang sedari tadi hanya terdiam di sudut segera menghampiri mertuanya cepat. Ayahnya tersenyum lalu menggamit tangan Darrel. Secuil hati Ilene terasa tercubit melihat hal itu. Ayah dan Ibunya terlihat sudah sangat menyayangi Darrel. Bagaimana perasaannya jika mereka mengetahui bahwa Darrel menikahinya hanya untuk sembunyi dari kelemahan yang ia miliki?
"Nak, Ayah punya permintaan untuk kalian," Suara ayahnya terdengar parau dan setengah memohon. Ilene terdiam, perasaannya menjadi buruk saat ayahnya menatap mereka dalam sambil meremas tangan mereka.
Darrel menatap pada Ilene sekilas, namun kemudian membalas perkataan ayahnya, "Ada apa Ayah? Kami akan berusaha mewujudkan permintaan Ayah jika kami bisa,"
Jantung Ilene berdebar keras, ia sangat mengenal ayahnya. Entah bagaimana ia bisa mengetahui apa yang sebenarnya ayahnya akan minta pada Darrel. Pasti soal dirinya.
"Ayah minta kamu selalu menjaga Ilene, Ayah harap kalian selalu bersama hingga ajal menjemput,"
Ilene menelan ludah dengan susah payah, Darrel terlihat bingung lalu menatap dirinya sekilas. Ilene hanya mengangguk pasrah, untuk sekarang mereka tidak ada pilihan selain mengiyakan perkataan ayahnya. Ia bisa menjelaskan situasi mereka pada ayahnya nanti jika jantung ayahnya sudah membaik.
"Saya akan menjaga Ilene selamanya," jawab Darrel mantap.
Hati Ilene mencelos mendengar jawaban Darrel. Ia memalingkan wajahnya menyembunyikan air mata yang kembali menerobos kelopak matanya. Selamanya? Apakah pernikahan mereka bisa berlangsung selamanya? Entahlah.
Ayahnya tersenyum puas mendengar ucapan Darrel. "Ayah sudah tenang jika Ilene ada yang menjaga. Tapi, ada satu hal lagi yang Ayah inginkan dari kalian,"
Wajah Ilene kembali menengadah. Ia mengangkat alisnya menatap ayahnya bingung. Ada lagi? Apa lagi yang ia harapkan dari mereka? Selain pernikahan anaknya yang tentram dan bahagia, apa lagi yang orang tua inginkan dari pernikahan anaknya? Otaknya berpikir keras. Tiba-tiba perasaannya kembali memburuk. Oh tidak, jangan itu.
"Ayah ingin punya cucu dari kalian,"
Setelah mendengar hal itu, Ilene merasa jantungnya yang malah berhenti berdetak.