Lama-kelamaan, gerakan jemarinya semakin bertambah cepat, bahkan tubuhku sampai bergoyang dibuatnya. Perlakuan yang sama pun terjadi di kedua gunung kembarku, jilatan-jilatannya berubah menjadi hisapan-hisapan yang sangat keras, diselingi gigitan yang tak kalah keras di kedua putingku, secara bergantian dan membabi buta.
Aku merasakan sedikit kesakitan di bagian bawah dan kedua putingku, namun entah mengapa, aku sangat menyukainya, aku sangat menikmatinya. Aku bahkan meremas rambut Pram dengan sangat keras dan menekan kepalanya kearah gunung kembarku.
"Aayyoooo… terussssiinnn sayangggggg.. cepetiiinnnnn…!" racauku sambil terus menjambak rambutnya.
Pram memenuhi permintaanku, dan kenikmatan yang kurasakan semakin berlipat ganda.
Hanya beberapa detik berselang, untuk pertama kalinya aku sampai terkencing akibat permainan cepat dankasar Pram di bagian bawahku. Aku merasakan ledakan klimaks yang hebat untuk kedua kalinya! Tubuhku menggelinjang hebat seraya berusaha menutup rapat kedua pahaku, namun apa daya, Pram menahannya dan kedua jarinya terus menusuk kasar hingga urine yang keluar perlahan perlahan terhenti.
Keringat bercucuran, sekujur tubuhku bak sedang diguyur air. Basah seluruhnya, demikian juga dengan Pram.
Aku melupakan rasa cemas dan khawatir karena pintu yang terbuka lebar. Aku benar-benar terlarut dalam badai kenikmatan yang baru pertama kali kurasakan. Mataku terasa sayu, aku benar-benar lemah tak berdaya dengan kedua pahaku yang masih terbuka lebar, menghadap ke arah luar rumahku. Aku tak lagi memperdulikan jika ada orang lain melihatku.
Urine yang keluar dari kemaluanku membasahi lantai kermaik berwara putih. Beberapa bagian cairan kekuningan itu nampak menggenag. Sebagian lagi membasahi ujung sofa yang kududuki.
Pram nampak tersenyum bangga, lalu dengan lembut mengusap rambutku. Aku membalas dengan mengusap pipinya, sambil tersenyum.
Pram lantas merebahkan tubuhku dan tetap membuka lebar kedua pahaku. Satu kakiku kutekuk, dan kuangkat keudara, lalu diikuti oleh tubuhnya yang berbaring disisiku. Ia lantas memposisikan kemaluannya tepat di depan liang bagian bawahku. Akhirnya, Pram ingin menyetubuhiku!
Aku sangat senang, dan sangat menantikan kehadiran pentungannya dalam liang kenikmatanku.
Dan benar saja, Pram mulai mendorong pentungannya, memasuki liang bagian bawahku. Kali ini ia bermain dengan sangat lembut dan santai.
Ia seolah ingin menikmati permainan kami. Tubuhku yang tadinya lemas pun tak lagi kurasakan. Aku kembali bergairah setelah melihat pentungan Pram mulai memasuki liang kenikmatanku.
Sambil menggoyang pinggulnya, kami kembali berciuman, saling melumat bibir dengan lembut dan penuh perasaan.
Sesekali kami saling melemparkan senyum, lalu kembali berciuman Puas melumat bibir, ia menjilati sekujur leherku, sesekali digigitnya dengan lembut. Aku yakin, bekas gigitannya itu pasti meninggalkan memar diatas permukaan kulitku.
"Eeeehhhmmmmppp.. teruus sayang.. puasinnnnn ibu…"
"Ibu suka..?" tanyanya ditengah deru nafasnya.
"Ibuuuu… sukaaaa… "jawabku terbata-terbata karena tiba-tiba Pram menusukkan pentungannya dengan keras dan sangat dalam.
"Aaaaaakkkhhhhhh…. Ibb… ibbuuu suka anumu sayanggggg.." lagi-lagi Pram mengentakkan pinggulnya sehingga pentungannya masuk lebih jauh, hingga terasa mentok.
Pentungan Pram terus menghujam liang kenikmatanku dengan lancar, karena cairan kental dan bening mulai kembali mengalir keluar dari bagian bawahku. Mataku memandang sayu ke arah luar, tak memerdulikan pintu yang masih terbuka lebar.
Kemaluanku yang terisi penuh oleh pentungan Pram bisa saja menjadi tontonan orang lain yang mungkin tiba-tiba muncul didepan pintu.
Puas dengan posisi menyamping, Pram lantas kembali menuntun tubuhku untuk duduk. Bongkahan belakangku diposisikannya tepat ditepian sofa. Kedua pahaku terbuka lebar, dengan lutut tertekuk.
Kedua tanganku memegang bagian belakang lutut, untuk menahan posisi tersebut, sesuai keinginan Pram.
Setelah merasa nyaman dan siap, Pram kembali memasukan pentungannya. Masih seperti tadi, ia menikmatinya dengan memaju mundurkan pinggul dalam tempo sedang, namun menusuk sangat dalam, hingga seluruh bagian batang penianya tenggelam sempurna dalam liang kenikmatanku.
Aku bergidik memandang keluar masuk pentungan itu, pemandangan yang sangat aku sukai dan semakin menambah sensasi kenikmatan yang kurasakan.
Sesekali kami saling berciuman ditengah tusukan pentungannya pada liang kenikmatanku.
"Ayooo sayang.. terussss... puaskan ibu…."
"sampe kamu puasss…" gumanku ditengah kenikmatan hujaman pentungannya.
Pram kembali melumat bibirku, kedua tangannya yang kasar dan kekar menjamah gunung kembarku, memilin putingnya, sementara tusukan pentungannya terasa lebih cepat.
"Aaakkkhhhhhhhh….. ibuuu keluarrrr sayaaanggggg…!" Aku mendapatkan klimaks yang ketiga kalinya! Akibat rangsangan bertubi-tubi yang ia berikan digunung kembar dan kemaluanku.
Hanya beberapa detik berselang, Pram pun mencapai puncak klimaksnya ditengah hujaman yang dalam di liang bagian bawahku.
Kurasakan benihnya menyembur deras dalam rahimku, lantas mengalir keluar melalui sedikit celah yang tersisa saat Pram menggoyang pinggulnya. Ia terus menyetubuhiku bahkan setelah beberapa saat sepermanya telah keluar!
Cairan kental berwarna kehijauan itu telah bercampur dengan cairan klimaksku.
Pram ambruk. Tubuhnya jatuh perlahan menimpa tubuhku. Kusambut ia dengan pelukanku dan mengecup pipinya. Kakiku melingkar di pinggulnya dengan sangat erat untuk menahannya, menjaga agar ia tak menarik keluar pentungannya. Aku ingin merasakan saat terakhir pentungan itu didalam tubuhku. Bisa kurasakan otot-otot selangkanganku sedang berkontraksi, meremas pentungan Pram yang masih terbenam disana.
Beberpa saat berlalu, kurasakan pentungan Pram telah meninggalkan liang bagian bawahku. Benih bercampur cairan klimaksku pun perlahan mengalir keluar, membasahi ujung sofa yang kududuki. Pentungan Pram kembali mengecil.
Beberapa menit berselang,
"Duuuuuhhhhh.. manja banget sih pacar ibu ini." Protesku sambil mengusap punggungnya. Ia masih memanjakan dirinya diatas tubuhku, dalam dekapanku.
"Kayak Nova aja.." sambungku.
"Seharusnya ibu dong yang dimanjain, dibeli-belai." Protesku lagi dengan bercanda.
Pram tertawa, lantas beringsut turun dari atas tubuhku.
"Sofanya basah.." gumanku sambil melirik ke ujung sofa yang kududuki, tepat dibawah kemaluanku.
Ia lantas menarik lenganku dan memaksaku berdiri mengikuti langkahnya, mendekati pintu yang terbuka.
Setelah kegilaan yang kami lakukan, bercinta dihalaman belakang, lalu diruang tengah dengan pintu terbuka lebar, aku sedikit khawatir, Pram ingin bercinta diteras samping rumah, yang berhadapan dengan 3 kamar kost. Jantungku berdebar tak karuan!
Sejenak ia mengintip, mengeluarkan kepalanya, seperti sedang mengawasi suasana sekitar luar rumahku. Dengan cepat ia menarik lenganku mengikuti langkahnya menuju ke kamarnya.
Sesampainya disana, ia lantas menarik tubuhku masuk kedalam, lalu mengunci pintunya. Aku pasrah, jika Pram ingin menyetubuhiku lagi dikamarnya.
Inilah kegilaan lain yang kulakukan bersamanya, berkeliaran disekitar pekarangan rumahku dengan keadaan telanjang. Aku benar-benar tidak menyadari dan tidak tahu darimana datangnya semua ini. Semua terjadi, dan mengalir begitu saja. Aku hanya melakukannya sesuai dengan naluriku, dan aku menyukainya. Tidak ada paksaan sama sekali, aku melakukan semuanya dengan senang hati.
Tidak seperti dugaanku, ia mengajakku berbaring diatas kasurnya. Ia ingin kami beristirahat. Tubuhku dipeluknya erat.
"Ibu kira kamu mau ngajak ibu bercinta lagi." Gumanku sambil bermanja diatas tubuhnya.
"Emang ibu masih mau?"
"Hehehehehe… ibu istirahat dulu ya, masih lemes. Kamu hebat sih, kuat banget, bikin ibu kecapekan."
"Habisnyaa ibu sih.. nggemesih.." balasnya sambil mengusap rambutku.
"Nggemesin gimana?" tanyaku penasaran sambil menatapnya.
"Ya nggemesin.. pokoknya nggemesin banget.."
"Iisshhhh.. iya nggemsin gimana? Apanya yang nggemesin..?? Tanyaku lagi sambil merengut.
"Eehhhmmm… anu…" Pram tampak ragu berterus terang padaku.
"Anu apa sih sayang? Hayo jujur... ibu udah jujur sama kamu lhooo."
"Iyaa… anu.. bongkahan belakang ibu itu lhoooo ngemesin.. Enak banget kalo dimasukin dari belakang. Empukk."
"Oooo… maksud kamu kamu senang ngentotin ibu pake gaya doggie gitu?" tegasku.
"Iyaa.. gitu maksudnya."