Seperti kejadian sebelumnya, ia kembali menempelkan jari telunjuknya tepat didepan bibirku. Ia memintaku untuk diam. Aku paham, ia ingin menikmati keheningan pagi.
Pram lantas membuka pintu dapur dan berdiri disisi pintu. Suasana diluar masih gelap, dan titik-titik embun nampak berjatuhan, membasahi bumi. Aku menyusulnya lalu berdiri disisi pintu lainnya, disampingnya.
Sekilas ia memandangku, lalu kembali menatap lurus kedepan, tanpa sepatah katapun. Beberapa menit berlalu dan hawa dingin mulai terasa menusuk hingga ke tulangku. Aku lantas beralih, berdiri tepat dibelakang Pram. Tubuhku sangat dekat dengannya, hanya menyisakan sedikit ruang, sehingga aku bisa menyandarkan daguku di bahunya.
"Dingin." Gumanku, seraya melipat kedua tangan didepan dadaku.
Pram melirik ke arahku, disertai usapan dipipiku. Ia lantas mengulurkan kedua tangannya kebelakang, mendesak tubuhku untuk lebih mendekat lagi, merapat dengan tubuhnya. Kuikuti keinginannya, dan tanganku melingkar dipinggangnya, menguncinya tepat diperutnya.
Lama kami berdiam, melihat dedaunan yang basah karena titik-titik embun, melihat redup sinar bintang yang perlahan ternggelam karena hari menjelang pagi.
Beberapa saat berselang, Pram memutar tubuhnya sehingga kami saling berhadapan dan tatapan kami akhirnya bertemu.
"Kakinya masih pegel" tanya Pram sambil menyingkirkan beberapa helai rambut dikeningku.
Aku menggelengkan kepala.
"Sarapan yuk." Pram masih bersandar disisi pintu sambil memperhatikanku saat mempersiapkan nasi goreng buatanku.
Tiba-tiba ia mendekatiku dan memeluk tubuhku dari belakang. Kuhentikan sejenak kesibukanku dan menikmati hangat peluknya ditengah pagi yang dingin.
Sisi pipiku disebelah kiri diciuminya berkali-berkali dan kurasakan perlukannya semakin erat. Aku bisa merasakan kemaluannya yang telah mengeras menempel dibagian belakang tubuhku.
Kecupan-kecupan itu lambat laun memantik gairahku, apalagi kecupan itu menyasar sisi pipi, yang dekat dengan telingaku.
Tak tahan dengan godaanya, aku membalikkan tubuh, lantas menatap matanya dalam-dalam. Aku sedang bergairah!.
Tanpa membuang waktu, aku langsung melumat bibirnya dengan rakus, seiring birahi yang mulai menguasaiku. Pagi itu semakin sempurna ketika ia membalas ciumanku, melumat bibirku dengan penuh nafsu. Hatiku semakin bersorak ketika satu tangannya mulai bergerak membuka ikatan kimono handuk yang melilit dipinggangku.
Tanpa tertutupi celana dalam, tangan Pram langsung menjamah kemaluanku. Begitu juga dengan tanganku, sibuk meremas pentungannya yang masih terbungkus celana pendek.
*
Ia terus mendesak tubuhku yang telah terhimpit meja. Akhirnya aku tak punya pilihan lain, selain duduk diatas meja makan.
Sambil terus saling melumat bibir, kedua tangannya meremas gunung kembarku, sedikit lebih keras dari yang pernah ia lakukan sebelumnya. Pram sangat bernafsu sekali pagi ini.
Sekitar leherku pun tak luput dari kecupannya. Dan ketika tanganku menyelinap masuk kedalam celananya, kudengar hembusan nafasnya yang berat sedangkan lidahnya sibuk menari tepat dibagian bawah kupingku.
Sesaat kemudian, ia kembali melumat bibirku dengan buas, dan kubalas dengan lumatan yang buas pula pada bibirnya.
Dibawah, kedua tangannya sibuk memilin putingku yang telah mengeras. Sesekali dicubitnya dengan lembut, lalu kembali memilinnya. Ia benar-benar sedang dalam birahi tinggi.
Setelah puas menikmati bibirku, ia melepaskan ciumannya. Sejenak kami saling betatapan, hanya sekejap, lalu kembali berciuman.
Hanya sesaat, lantas ia melepaskan lumatannya pada bibirku. Kemudian ia bersimpuh dihadapanku, dan memandang kemaluanku dengan penuh nafsu karena posisi kedua pahaku kubuka selebar mungkin.
Gelombang nafasu yang menerpaku telah membuat kemaluanku sedikit basah. Sedikit cairan keluar dan mengalir perlahan melalui celah liang bagian bawahku, dan bermuara tepat dibagian bawahnya. Pram lantas sedikit membuka bibir bagian bawahku dan langsung menilati bagian dalamnya.
"Hhheeemmmpppp…" nafasku tertahan saat lidah itu menyentuh kemaluanku. Desahannku tertahan, karena aku tak ingin terdengar sampai keluar rumah. Akibat rangsangan yang begitu hebat, kedua tanganku menjambak rambutnya dan mendorongnya kedepan, ke arah kemaluanku. Aku ingin Pram menjilati seluruh bagian kemaluanku, aku ingin ia melahap bagian bawahku dengan kasar!
Diluar, langit perlahan mulai terang. Aku lantas mendorong kepala Pram agar menjauh dari kemaluanku.
"Kita ke kamar." Kataku.
Sambil bergandengan tangan, kami berlari kecil menuju ke kamar tidurku.
Pram berbaring ditengah ranjang, setelah sebelumnya aku membantunya melucuti seluruh pakaian yang ia kenakan.
Melihat tubuh telanjangnya semakin membuatku bergairah. Segera saja kulepaskan kimonoku dan menyusulnya.
Pram lantas mengarahkan tubuhku agar naik keatasnya. Ia meminta posisi 69, agar kami bisa saling mengerjai kemaluan masing-masing.
Ganasnya permainanku mampu diimbanginya. Kurasakan ia pun dengan lahap menyantap kemaluanku. Jarinya pun ikut terlibat bermain, keluar dan masuk dicelah sempit bagian bawahku.
Licin, basah dan penuh cairan yang terus mengalir keluar akhirnya membasahi tempat tidurku. Keadaan yang sama pun terjadi pada kemaluan Pram. Air liurku membasahi sekitar batang pentungannya, hingga menetes jauh kebawah, ke ranjangku. Aku tak perduli, aku ingin nafsuku terpuaskan.
Melalui jendela kamarku, kulihat langit telah terang. Pagi telah datang dan sebentar lagi mentari akan menampakkan wujudnya. Permainan ini harus segera tuntas agar aku tak terlambat masuk kerja.
Kusudahi permainanku dipentungan Pram, dan perlahan turun dari atas tubuhnya. Namun tampaknya Pram masih ingin menikmati bagian bawahku, sehinga wajahnya terus mengikuti, menempel erat dikemaluanku saat aku aku beranjak turun.
Ia menatapku heran, namun aku segera naik kembali ketasnya.
"Ibu yakin?" tanyanya saat satu tanganku terulur kebawah, ke pentungannya dan memposisikannya tepat didepan liang bagian bawahku.
Aku hanya menagngguk, sambil memberikan senyum padanya. Aku merasa sudah siap untuk melanjutkan permainan kami. Dan aku sangat menginginkannya.
Dengan mata terpejam, perlahan kuturunkan pinggulku dan pentungan Pram pun perlahan mulai memasuki bagian bawahku, seiring pinggulku yang terus menekan kebawah.
Aku menikmati setiap gesekan yang terjadi selama pentungan itu memasuki tubuhku. Benar-benar nikmat yang luar biasa!
Beberapa detik kemudian, pentungan itu telah tenggelam sempurna kedalam bagian bawahku. Aku berdiam diri sejenak, membiarkan otot-otot disekitar selangkanganku menyesuaikan diri dengan kehadiran pentungan Pram disana. Apalagi, ukurannya yang terbilang istimewa, lebih besar dan sedikit lebih panjang dari pentungan suamiku.
Saat kubuka mata, kulihat Pram masih memejamkan matanya. Dengan lembut kulumat bibirnya.
Setelah beberpa saat, aku mulai menggerakkan pinggulku. Benar saja, sesuai dengan bayanganku, kenikmatan yang kurasakan jauh lebih dahsyat karena seluruh rongga bagian bawahku dipenuhi oleh pentungannya. Ukurannya yang panjang pun semakin menambah kenikmatan karena terasa sampai menyentuh bagian terdalam kemaluanku.
Aku mendesah pelan dan terus menggoyang pinggulku, sementara Pram mulai aktif menggerayangi dadaku.
Sesekali kami berciuman, saling mengigit lembut bibir sementara jemarinya beraksi memilin putingku.
Karena dilanda birahi tinggi, pinggulku mulai bergerak liar, maju dan mundur, naik dan turun, semua dalam irama yang tak teratur. Gesekan antara pentungan dan celah bagian bawahku menghasilkan sensasi luar biasa besar.
Tak sampai beberapa menit, kemaluanku semakin basah dan licin. Tentu saja hal ini semakin mempermudah gerakan pentungannya didalam bagian bawahku.