Hanya beberapa saat kemudian, kurasakan otot-otot disekitar bagian bawahku berkedut, berkontraksi hebat. Sebentar lagi aku akan mencapai klimaksku!
Gerakan pinggulku semakin cepat dan liar. Kakiku bak pegas yang bergerak sempurna, menahan beban bobot tubuhku saat pinggulku bergerak naik dan turun dalam tempo cepat. Suara benturan antara pahanya dan pinggulku benar-benar erotis, bahkan kaki ranjangku berdecit akibat panasnya permainan kami.
Cairan yang keluar dari kemaluanku semakin banyak, membasahi sekitar pangkal pentungannya. Aku benar-benar menikmati setiap detik pentungan itu menghujam liang bagian bawahku. Kedua tangan Pram masih sibuk menggerayangi gunung kembarku dan gerakanku pun berganti agar memudahkan Pram kembali mengisap dadaku. Sambil menyodorkan puting gunung kembarkuku ke mulutnya, pinggulku kembali bergerak maju dan mundur, gerakan memutar yang menjadi kesukaanku karena setiap bagian dalam liang bagian bawahku bisa tersentuh, bergesekan, yang menghasilkan kenikmatan tiada tara.
Gerakan itu pulalah yang akhirnya menghantarkan klimaksku, disertai desahaan panjang sementara kedua tangan Pram mencengkram kedua belah bongkahan belakangku. Dan ternyata, hanya beberapa detik berselang, Pram pun mencapai klimaksnya! Kurasakan semburan benih terjadi beberapa kali didalam bagian bawahku.
Aku langsung melumat bibirnya, dan menekan pinggulku semaksimal mungkin agar pentungannya semakin tenggelam dalam kemaluanku.
Tubuhku benar-benar lemas dan akhirnya jatuh dalam pelukan Pram. Aku bisa merasakan jantungnya sedang berdetak kencang, sama sepertiku. Tubuh telanjang kami saling berhimpitan, disertai keringat yang bercucuran.
Beberapa menit berlalu, Pram masih saja memelukku dengan erat. Jam di dinding menunjukkan hampir jam 6.30 pagi. Dibawah sana, kurasakan pentungan Pram telah meninggalkan liang bagian bawahku, sementara cairan benihnya mengalir keluar, membasahi selangkangan Pram, meluncur hingga ke permukaan ranjangku.
"Kok tadi kamu nanya ibu yakin atau enggak sih Pram?" tanyaku sambil membelai rambutnya beberapa saat kemudian.
"Gak apa-apa kok, cuman ingin memastikan aja. Takut kalo nanti sesudah terjadi, ibu nyesel."
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Segera aku kembali melumat bibirnya sebagai tanda, bahwa aku tak menyesal sedikitpun karena bercinta dengannya. Tampaknya Pram bisa memahami jawabanku, yang berupa ciuman hangat.
"Kamu nyesel?" tanyaku.
Pram menggelengkan kepala. Lantas kami berciuman kembali. Sebuah ciuman lembut yang lebih mengarah kepada ungkapan rasa sayang, bukan nafsu seperti kejadian tadi.
"Dduuuuuhhhh.. lemes.." gumanku seraya turun dari atas tubuhnya dan berbaring disisinya.
Bukannya membiarkanku beristirahat, Pram malah naik ke atasku dan mulai mencumbui wajahku lagi.
"Habisnya ibu nggemesin sih." Jawabnya sambil menghujani wajahku dengan ciuman.
"Eh, nggemesin gimanaaa?"
"Ya nggemesin aja. Pokonya nggemesin." Jawabnya.
"Kamu ini…." Balasku sambil mengusap kedua pipinya.
"Semalam ibu dipijetin, eh paginya udah dibikin lemes lagi." Candaku.
"heheheheheheh… nanti malam saya pijetin lagi deh."
"Enggak Pram, Ibu becanda aja kok."
Lama kami berdiam diri, dan Pram masih menikmati empuknya gunung kembarku yang ia gunakan sebagai alas kepalanya. Aku seperti sedang memanjakan putri kecilku, Nova.
Dengan gemes Pram menciumi kedua gunung kembarku, bahkan meninggalkan jejak memar disana. Sebuah kecupan pun disematkannya pada kedua putingku, lalu turun dari ranjang.
"Mau kemana?"
"Mandi bu, bentar lagi ibu kerja lho."
"Mandi disini aja, sama ibu." Kataku seraya turun dari ranjang.
Sambil saling menyabuni tubuh, kami bercanda, tertawa dengan riang, seperti anak kecil yang tak memikirkan tentang kehidupan.
"Curang ihh.. dari tadi yang disabunin cuman dada sama kemaluan ibu aja." Gumanku.
"Iya.. biar samaan bu, dari tadi ibu juga cuman sabunin burung aja." Balasnya.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya. Dan dia benar, sejak beberapa saat lalu, aku secara tak sadar selalu menggengam pentungannya, mengusapnya hingga menimbulkan banyak busa sabun disana.
Pram lantas bersimpuh dihadapanku, lalu membimbing satu kakiku untuk menapak diatas kloset duduk yang ada disamping. Kemaluanku pun terpampang sempurna karena kedua pahaku terbuka lebar.
Kuhidupkan shower agar aliran airnya membersihkan sabun yang masih menempel disekitar kemaluanku, karena aku yakin, Pram akan mengoralku, ia akan melahap bagian bawahku lagi.
Disertai air yang terus mengalir, Pram memandangi kemaluanku dengan seksama. Entah mengapa, aku senang ia memandangi kemaluanku seperti itu. Aku suka tatapannya pada bagian bawahku. Aku bahkan membuka bibir kemaluanku untuknya, agar ia puas memandangi seluruh bagiannya.
"Bu…" katanya sambil menyusupkan jari telunjuknya kedalam belahan bagian bawahku yang sedikit merekah.
"Kalo ibu pipis, airnya keluar lewat mana???"
Satu tanganku yang tadinya memegang kepalanya kugunakan untuk menutup mulutku, agar suara tertawaku tidak sampai terdengar keluar. Aku benar-Benar tertawa keras namun tertahan karena mendengar pertanyaannya yang konyol!
Gairahku pun hilang seketika!
Pram pun tertawa, namun tak beranjak dari posisinya.
"Haaadduuuhhhhh kamu ini ada-ada ajaaaaa Pram.!" Seruku.
"Lho.. saya serius bu, nanya beneran." "Kalo ibu pipis, airnya keluar lewat mana??" sambungnya lagi.
Aku yakin, Aku akan terjebak lebih lama lagi dikamar mandi jika tak segera menjawab pertanyaannya karena sepertinya Pram masih menunggu jawaban dariku.
"Ya udah, nih lihat.." kataku seraya kembali membuka bibir kemaluan, sementara Pram mendekatkan wajahnya ke arah kemaluanku.
"Kalo perempuan pipis, airnya keluar sini." Kataku seraya menunjuk ke arah lubang kencing yang letaknya tak jauh dibawah Bagian inti.
"Ooo lewat sini.." gumannya sambil menyentuhnya.
"Iiihhhhh… geliiii Pram…!"
"Jangan digituiinnnnn, nanti pipis beneran lhooo!" sambungku.
"Baguslah.. biar sekalian liat ibu pipis" balasnya sambil terus memainkan itu.
Birahiku perlahan mulai muncul kembali, namun sepertinya Pram tidak memperdulikannya. Ia kembali menjilati bagian bawahku, tepat dibagian itu-nya dan meninggalkan air liurnya disana.
Lalu ia kembali memainkan jemarinya. Usapannya sukses memancing gairahku, dan juga merangsang air seniku untuk keluar.
Hanya beberapa saat kemudian, air seni itu keluar, meluncur deras mengenai tubuh Pram. Sedikit bagian wajahnya terkena, karena terlambat menghindari kencing yang tiba-tiba keluar.
"Ooo.. kalo cewek pipis gitu yaaa.." gumannya.
"….."
Entah apa yang ada di benak Pram dengan semua keluguannya itu. Dan sekali lagi, birahiku hilang seketika! Berganti dengan rasa lucu akibat tingkahnya.
*
Hampir jam 8.30 kami tiba di kampus Pram. Sekumpulan wajah-wajah yang kami kenal berada didekat pintu masuk kedalam area gedung, sambil berbincang-berbincang.
"Cieeeeee.. romatis banget tuan dan nyonya ini." Ledek Topan.
Aku tertawa mendengar celotehnya sambil berjalan disisi Pram, menuju ke arah mereka.
"Sayang.. lihat deh.. ini akibat kalo keseringan tidur malam sendirian. Otaknya jadi rada kurang dikit." ceramah Pram sambil menatapku dan jari telunjuknya mengarah pada Topan.
"Bangkeeee…!" maki Pram. Ia tak mampu membalas ejekan Pram.
"Eh… tunggu tunggu..! Emang kalian kalo tidur berdua???" tanya rita dengan wajah serius.
"Sayang.. ini contoh nyata kalo keseringan peluk guling waktu bobo, padahal udah punya cowok." Jawabku sambil melihat wajah Pram dengan serius, sementara jari telunjukku mengarah pada Rita.
"BODOOOOOOO AAAMMMAAATTTT…!" balas Rita dengan wajah kesal.
Kami semua tertawa melihat Rita yang nampak kesal karena ejekanku.
"Udahhh. Jangan ngomongin yang enak-enak mulu. Bentar lagi ujian noh." Potong Salah seorang teman Pram yang bernama Galang.
Pram mengantarku terlebih dahulu ke warung sebelum mengikuti ujiannya.
"Pram, nanti selesai ujian jam berapa?"
"Jam 10 bu."