Ia terus mendesak tubuhku yang telah terhimpit meja. Akhirnya aku tak punya pilihan lain, selain duduk diatas meja makan.
Sambil terus saling melumat bibir, kedua tangannya meremas gunung kembarku, sedikit lebih keras dari yang pernah ia lakukan sebelumnya. Pram sangat bernafsu sekali pagi ini.
Sekitar leherku pun tak luput dari kecupannya. Dan ketika tanganku menyelinap masuk kedalam celananya, kudengar hembusan nafasnya yang berat sedangkan lidahnya sibuk menari tepat dibagian bawah kupingku.
Sesaat kemudian, ia kembali melumat bibirku dengan buas, dan kubalas dengan lumatan yang buas pula pada bibirnya.
Dibawah, kedua tangannya sibuk memilin putingku yang telah mengeras. Sesekali dicubitnya dengan lembut, lalu kembali memilinnya. Ia benar-benar sedang dalam birahi tinggi.
Setelah puas menikmati bibirku, ia melepaskan ciumannya. Sejenak kami saling betatapan, hanya sekejap, lalu kembali berciuman.
Hanya sesaat, lantas ia melepaskan lumatannya pada bibirku. Kemudian ia bersimpuh dihadapanku, dan memandang kemaluanku dengan penuh nafsu karena posisi kedua pahaku kubuka selebar mungkin.
Gelombang nafasu yang menerpaku telah membuat kemaluanku sedikit basah. Sedikit cairan keluar dan mengalir perlahan melalui celah liang bagian bawahku, dan bermuara tepat dibagian bawahnya. Pram lantas sedikit membuka bibir bagian bawahku dan langsung menilati bagian dalamnya.
"Hhheeemmmpppp…" nafasku tertahan saat lidah itu menyentuh kemaluanku. Desahannku tertahan, karena aku tak ingin terdengar sampai keluar rumah. Akibat rangsangan yang begitu hebat, kedua tanganku menjambak rambutnya dan mendorongnya kedepan, ke arah kemaluanku. Aku ingin Pram menjilati seluruh bagian kemaluanku, aku ingin ia melahap bagian bawahku dengan kasar!
Diluar, langit perlahan mulai terang. Aku lantas mendorong kepala Pram agar menjauh dari kemaluanku.
"Kita ke kamar." Kataku.
Sambil bergandengan tangan, kami berlari kecil menuju ke kamar tidurku.
Pram berbaring ditengah ranjang, setelah sebelumnya aku membantunya melucuti seluruh pakaian yang ia kenakan.
Melihat tubuh telanjangnya semakin membuatku bergairah. Segera saja kulepaskan kimonoku dan menyusulnya.
Pram lantas mengarahkan tubuhku agar naik keatasnya. Ia meminta posisi 69, agar kami bisa saling mengerjai kemaluan masing-masing.
Ganasnya permainanku mampu diimbanginya. Kurasakan ia pun dengan lahap menyantap kemaluanku. Jarinya pun ikut terlibat bermain, keluar dan masuk dicelah sempit bagian bawahku.
Licin, basah dan penuh cairan yang terus mengalir keluar akhirnya membasahi tempat tidurku. Keadaan yang sama pun terjadi pada kemaluan Pram. Air liurku membasahi sekitar batang pentungannya, hingga menetes jauh kebawah, ke ranjangku. Aku tak perduli, aku ingin nafsuku terpuaskan.
Melalui jendela kamarku, kulihat langit telah terang. Pagi telah datang dan sebentar lagi mentari akan menampakkan wujudnya. Permainan ini harus segera tuntas agar aku tak terlambat masuk kerja.
Kusudahi permainanku dipentungan Pram, dan perlahan turun dari atas tubuhnya. Namun tampaknya Pram masih ingin menikmati bagian bawahku, sehinga wajahnya terus mengikuti, menempel erat dikemaluanku saat aku aku beranjak turun.
Ia menatapku heran, namun aku segera naik kembali ketasnya.
"Ibu yakin?" tanyanya saat satu tanganku terulur kebawah, ke pentungannya dan memposisikannya tepat didepan liang bagian bawahku.
Aku hanya menagngguk, sambil memberikan senyum padanya. Aku merasa sudah siap untuk melanjutkan permainan kami. Dan aku sangat menginginkannya.
Dengan mata terpejam, perlahan kuturunkan pinggulku dan pentungan Pram pun perlahan mulai memasuki bagian bawahku, seiring pinggulku yang terus menekan kebawah.
Aku menikmati setiap gesekan yang terjadi selama pentungan itu memasuki tubuhku. Benar-benar nikmat yang luar biasa!
Beberapa detik kemudian, pentungan itu telah tenggelam sempurna kedalam bagian bawahku. Aku berdiam diri sejenak, membiarkan otot-otot disekitar selangkanganku menyesuaikan diri dengan kehadiran pentungan Pram disana. Apalagi, ukurannya yang terbilang istimewa, lebih besar dan sedikit lebih panjang dari pentungan suamiku.
Saat kubuka mata, kulihat Pram masih memejamkan matanya. Dengan lembut kulumat bibirnya.
Setelah beberpa saat, aku mulai menggerakkan pinggulku. Benar saja, sesuai dengan bayanganku, kenikmatan yang kurasakan jauh lebih dahsyat karena seluruh rongga bagian bawahku dipenuhi oleh pentungannya. Ukurannya yang panjang pun semakin menambah kenikmatan karena terasa sampai menyentuh bagian terdalam kemaluanku.
Aku mendesah pelan dan terus menggoyang pinggulku, sementara Pram mulai aktif menggerayangi dadaku.
Sesekali kami berciuman, saling mengigit lembut bibir sementara jemarinya beraksi memilin putingku.
Karena dilanda birahi tinggi, pinggulku mulai bergerak liar, maju dan mundur, naik dan turun, semua dalam irama yang tak teratur. Gesekan antara pentungan dan celah bagian bawahku menghasilkan sensasi luar biasa besar.
Tak sampai beberapa menit, kemaluanku semakin basah dan licin. Tentu saja hal ini semakin mempermudah gerakan pentungannya didalam bagian bawahku.
Hanya beberapa saat kemudian, kurasakan otot-otot disekitar bagian bawahku berkedut, berkontraksi hebat. Sebentar lagi aku akan mencapai klimaksku!
Gerakan pinggulku semakin cepat dan liar. Kakiku bak pegas yang bergerak sempurna, menahan beban bobot tubuhku saat pinggulku bergerak naik dan turun dalam tempo cepat. Suara benturan antara pahanya dan pinggulku benar-benar erotis, bahkan kaki ranjangku berdecit akibat panasnya permainan kami.
Cairan yang keluar dari kemaluanku semakin banyak, membasahi sekitar pangkal pentungannya. Aku benar-benar menikmati setiap detik pentungan itu menghujam liang bagian bawahku. Kedua tangan Pram masih sibuk menggerayangi gunung kembarku dan gerakanku pun berganti agar memudahkan Pram kembali mengisap dadaku. Sambil menyodorkan puting gunung kembarkuku ke mulutnya, pinggulku kembali bergerak maju dan mundur, gerakan memutar yang menjadi kesukaanku karena setiap bagian dalam liang bagian bawahku bisa tersentuh, bergesekan, yang menghasilkan kenikmatan tiada tara.
Gerakan itu pulalah yang akhirnya menghantarkan klimaksku, disertai desahaan panjang sementara kedua tangan Pram mencengkram kedua belah bongkahan belakangku. Dan ternyata, hanya beberapa detik berselang, Pram pun mencapai klimaksnya! Kurasakan semburan benih terjadi beberapa kali didalam bagian bawahku.
Aku langsung melumat bibirnya, dan menekan pinggulku semaksimal mungkin agar pentungannya semakin tenggelam dalam kemaluanku.
Tubuhku benar-benar lemas dan akhirnya jatuh dalam pelukan Pram. Aku bisa merasakan jantungnya sedang berdetak kencang, sama sepertiku. Tubuh telanjang kami saling berhimpitan, disertai keringat yang bercucuran.
Beberapa menit berlalu, Pram masih saja memelukku dengan erat. Jam di dinding menunjukkan hampir jam 6.30 pagi. Dibawah sana, kurasakan pentungan Pram telah meninggalkan liang bagian bawahku, sementara cairan benihnya mengalir keluar, membasahi selangkangan Pram, meluncur hingga ke permukaan ranjangku.
"Kok tadi kamu nanya ibu yakin atau enggak sih Pram?" tanyaku sambil membelai rambutnya beberapa saat kemudian.
"Gak apa-apa kok, cuman ingin memastikan aja. Takut kalo nanti sesudah terjadi, ibu nyesel."
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Segera aku kembali melumat bibirnya sebagai tanda, bahwa aku tak menyesal sedikitpun karena bercinta dengannya. Tampaknya Pram bisa memahami jawabanku, yang berupa ciuman hangat.
"Kamu nyesel?" tanyaku.
Pram menggelengkan kepala. Lantas kami berciuman kembali. Sebuah ciuman lembut yang lebih mengarah kepada ungkapan rasa sayang, bukan nafsu seperti kejadian tadi.
"Dduuuuuhhhh.. lemes.." gumanku seraya turun dari atas tubuhnya dan berbaring disisinya.
Bukannya membiarkanku beristirahat, Pram malah naik ke atasku dan mulai mencumbui wajahku lagi.