Chereads / Puber Kedua / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

 "Saya yakin, ibu pasti bisa melewati semua ini walaupun saya gak ada. Saya tau, ibu bukan wanita lemah."

Kata-kata yang ia ucapkan, hampir sama persis dengan kata-kata ibuku. 'Kami mendidik dan membesarkanmu untuk menjadi perempuan yang kuat, perempuan yang tangguh. Menangislah, tapi jangan pernah menyerah.'

"Makasih ya Pram."

'cuppp'

Kurasakan sebuah kecupan mendarat dikepalaku. Kualihkan pandanganku padanya. Redup sinar yang terpancar dari televisi tak mengaburkan penglihatanku. Pram balas menatpku. Tatapannya sungguh membuat jantungku berdebar. Aku tak kuasa untuk berlama-lama menatap matanya,

'Cuuupppp'

Sekali lagi ia mengecupku, tepat dikeningku saat aku memejamkan mataku perlahan.

Jarak wajah kami begitu dekat sehingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Beberapa kali kurasakan kecupannya yang hangat mendarat dikeningku, sementara tangan kanannya dengan lembut ditempelkannya dipipiku. Perlakuannya itu benar-benar membuatku terbuai. Pelukanku pada tubuhnya pun semakin kupererat.

'Cuup.'

Tiba-tiba kurasakan bibirnya mendarat dibibirku. Pram menciumku! Jantungku semakin berdebar, dan hawa hangat mulai menyelubungi tubuhku. Aku hanya bisa pasrah dan menikmati semua yang ia lakukan padaku.

Dengan mata yang masih terpejam, kubuka sedikit kedua bibirku. Sejurus kemudian, kurasakan hembusan nafasnya semakin mendekat, dan

'Ccuupp.'

Pram kembali mengecup bibirku. Tak seperti tadi, kali ini langsung sedikit melumat bibir atasku dengan lembut. Aku tak bereaksi apapun karena terlena dengan sikapnya yang romantis. Beberapa detik berlalu, giliran bibir bagian bawah yang dilumatnya.

Suasana dingin sangat mendukung, dan sikapnya yang romatis, ditambah lagi kenyataan bahwa telah sekian lama tubuhku tak tersentuh lelaki, perlahan membangkitkan gairahku.

Tanpa membuang waktu, aku membalas dengan melumat bibirnya. Kucoba mengikuti irama yang telah terbentuk, sebuah ciuman yang lembut dan perlahan, walalupun kurasakan gejolak nafsuku meningkat dengan cepat.

Pram tak menampik ketika satu tanganku menyelinap masuk kedalam baju yang ia kenakan. Bisa kurasakan detak jantungnya berdegup kencang dan suhu tubuhnya sedikit hangat ketika kuusap dadanya. Aku yakin, kami berada dalam kondisi yang sama, sama-sama telah telah terangsang dengan sempurna.

Hampir 5 menit berlalu, akhirnya ciuman kami terhenti. Perlahan kubuka mataku, dan kudapati wajahnya tepat didepanku. Tatapan matanya benar-benar teduh, dan aku yakin, kami menginginkan hal ini berlanjut.

Tanganku yang menyelinap dibalik bajunya beralih. Kuusap pipinya dengan lembut dan membelai rambutnya.

Aku benar-benar tak mampu menahan gejolak didalam diriku. Nafsu birahi seakan telah merasuki sekujur tubuhku. Hampir semenit berlalu setelah ciuman kami terhenti, giliran aku yang memulainya lagi.

Kecupanku dibibirnya berbalas dengan lumatan terhadap bibirku. Atas dan bawah, secara bergantian menjadi santapannya, begitu pun sebaliknya.

Satu tanganku kembali menyelinap masuk kedalam bajunya dan kembali mengusap dadanya yang terasa semakin hangat. Jemariku pun bergerak mempermainkan dadanya.

Sepertinya Pram telah terangsang, sama seperti aku, ketika kurasakan lumatan bibirnya semakin panas dan liar.

Satu tangannya mulai bergerak membelai perutku yang masih tertutupi pakaian, dan terus bergerak naik hingga kebagian payudaraku yang tersembunyi dibalik bra dan baju.

Aku mendesah pelan, suaraku tertahan oleh aksi saling lumat bibir ketika ia mulai meremas lembut dadaku. Seiring detik berlalu, birahiku semakin menggelora. Secara bergantian, kedua belah payugaraku dipermainkannya sementara bibir-bibir kami masih terus saling bertautan.

"Tunggu sebentar.." bisikku pelan.

Aku segera berlari kecil menuju ke kamar tidurku. Aku menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar ciuman dan rabaannya.

Didepan lemari besar yang berisi pakaianku dan pakaian Nova, kutanggalkan bajuku, sekaligus dengan pakaian dalam yang menutupi bagian vital tubuhku. Sebagai gantinya, kupilih selembar baju tidur berbahan satin dengan belahan dada rendah.

Dibaliknya, aku sengaja membiarkan tubuhku tak tertutupi pakaian dalam. Aku ingin menghabiskan sisa malam ini dengan menikmati belaian dan cumbuan Pram disekujur tubuhku. Aku ingin ia memuaskanku, aku ingin ia menuntaskan rasa hausku akan bercinta, setelah sekian lama tak merasakannya.

Sebelum membuka pintu kamarku, kuhembuskan nafasku untuk sekedar mencoba menenangkan pikiranku, meredan gejolak nafsu birahi yang menyelimutiku.

Dalam keremangan ruangan itu, aku berjalan pelan mendekati Pram. Ia tampak terkesima dengan penampilanku. Tanpa mengucap sepatah kata pun, kuraih tangannya, dan mengajaknya untuk memasuki kamarku.

Gayung pun bersambut, Pram menerima uluran tanganku, kemudian mengikuti langkahku memasuki kamar tidur.

Segera setelah pintu kamarku terkunci, aku kembali menciumnya. Rasa haus akan sentuhan lelaki membuatku lupa akan segalanya. Dibalik pintu kamarku, kami kembali bercumbu, tepat dibalik pintu, bukan diatas kasur empuk yang berjarak hanya beberapa langkah dari posisi kami bercumbu.

Seolah tak ingin menyia-nyiakan waktu, kami terus bercumbu, saling melumat bibir, saling mengigit lembut demi menyalurkan hasrat membara.

Kedua tangannya menempel erat dipinggangku, tak bergerak sedikitpun. Berlawanan denganku yang sibuk menjelajahi dadanya.

Setelah cukup puas menikmati bibirnya, kuarahkan kecupanku kebagian leher. Bukan sekedar mengecup, sesekali lidahku bergerak liar disana, menelusuri permukaan kulitnya hingga ke telinga. Perlakuanku ini sukses memantik birahi Pram. Hembusan nafasnya terasa hangat ketika menerpa kulitku dan terdengar begitu berat.

Setelah itu, Kedua tangannya pun mulai aktif bergerak. Perlahan namun pasti, satu tangannya bergerak naik, menelusuri perutku, hingga akhirnya berhenti di payudaraku. Tubuhku hanya tertutupi sehelai baju tidur tipis berbahan satin, sangat tipis sehingga Pram bisa dengan leluasa mengerjainya. Seperti yang kuinginkan, Pram kembali meremas lembut dadaku. Secara bergantian, kedua payudaraku dipermainkannya, kedua putingnya pun tak luput dari aksi liar jemarinya.

Pram membuatku semakin bernafsu. Dadanya kujilati, kedua putingnya kuhisap dengan buas setelah sebelumnya dengan sedikit kasar, aku melucti baju kaosnya, sementara tanganku mulai membelai kemaluannya yang masih tertutupi celana jeans.

Tangannya kembali meraih wajahku dan menuntunku untuk kembali berciuman. Lidah kami saling menari didalam rongga mulut secara bergantian, bahkan sesekali saling hisap.

Akhirnya, Kedua tangannya meraih tali yang menyangga bajuku, kemudian menurunkannya ke lenganku. Dan seketika, baju itu meluncur bebas kelantai tanpa halangan sedikitpun.

Kini, aku benar-benar telanjang, tidak ada lagi halangan yang berarti bagi Pram untuk menjamahku, untuk menikmati tubuhku.

Ia mendesakku kebelakang pintu kamarku, kemudian mulai mencumbui leher dan seluruh bagian payudaraku. Pram sangat agresif, selaras dengan keinginanku untuk merasakan kenikmatan sentuhan lelaki.

Saat satu putingku sedang dihisap, jemarinya ikut mempermainkan putingku yang lain. Dia benar-benar ingin menikmati tubuhku, dan aku menyukainya.

Satu tanganku memegang kepalanya yang sibuk menikmati dadaku, sedangkan satu tanganku yang lain kugunakan untuk mempermainkan bagian bawahku sendiri, demi menambah sensasi kenikmatan yang tengah kurasakan.

Sadar akan hal itu, satu tangan Pram segera menghalau jemariku yang tengah asyik bermain. Aku mengalah, dan selanjutnya jemarinya yang mulai bergerak liar disana.

Aku benar-benar kepayahan menerima rangsangan bertubi-tubi dari Pram, lututku terasa lemas, tak mampu menahan beban bobot tubuhku sendiri. Pram tak memperdulikan hal itu, ia masih terus asik melahap setiap jengkal dadaku, sementara dibawah sana, jemarinya menelusuri kemaluanku, mengusap, mempermainkan bagian intiku, menekannya, mengusapnya bahkan sesekali 1 jarinya menyelinap masuk kedalam celah sempit bagian bawahku.