Aku menghubungi Pram, memintanya untuk menjemputku karena aku membawa serta sebuah tas berukuran besar yang berisi pakaianku. Aku berencana untuk tinggal sementara waktu dikota, mencari lowongan pekerjaan, dan melihat kemungkinan jika ada peluang untuk membuka usaha kecil-kecilan sebagai rencana cadangan, jika aku belum menemukan pekerjaan.
Pram menyanggupinya, namun karena ia harus kuliah sampai sore hari, ia baru akan menjemputku malam harinya. Aku tak mempermasalahkannya, yang penting aku harus segera kembali ke kota dan memulai lagi mencari pekerjaan. Berat rasanya untuk berpisah dengan Nova, putri kecilku, namun aku tak punya pilihan lain. Aku harus melakukannya, demi kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Pram menepati janjinya untuk menjemputku. Ia tiba ketika hari sudah gelap.
"Kamu udah makan, Pram?"
"Belum bu, tadi habis kuliah langsung berangkat kesini, takut kemalaman."
"Kalo begitu, kita makan malam sama-sama, biar nanti gak kelaparan dijalan" ajak ibuku.
Kehadiran Pram dirumahku selalu membawa suasana yang ceria. Nova, putri kecilku selalu ingin berada didekat Pram, sehingga Pram pun sedikit kesulitan dalam menyantap makanannya. Pram tidak keberatan dengan hal itu, ia malah nampak sangat menikmatinya.
Hampir pukul 10 malam, aku dan Pram pun pamit.
"Nak pram, bapak titip Rindi ya, nak"
"Iya pak."
Dan seperti bisanya, Pram menyalami tangan kedua orangtuaku dan mencium punggung tangan mereka. Tak lupa, Pram mencium pipi Nova yang tengah tertidur lelap dalam pelukan ibuku.
Setelah aku memeluk dan menyalami kedua orangtuaku, kami pun berangkat.
"Kamu sehat Pram?"
"Sehat bu."
"Ibu gimana, baik-baik aja kan?"
"Kayaknya hampir semua orang yang ibu kenal sudah tahu masalah rumah tangga ibu."
"Ibu malu, Pram." Keluhku.
Pram mengendarai mobil dengan lambat, karena jalan yang berkelok-kelok diatas perbukitan. Gelap dan sepi, karena tidak ada lampu penerangan jalan raya.
"Bu, kalo ibu masih mikirin apa kata-kata orang diluar sana, ibu gak bakal maju, gak bakal move on. Kalo bisa sih, ibu fokus aja sama langkah hidup ibu. Toh selama ini, mereka bukan orang yang ngurusin hidup ibu, bukan orang yang peduli sama ibu, sama Nova."
"Jangan dipikirkan bu, cuekin aja." Sambungnya lagi.
"Iya sih, kamu benar Pram."
Suasana sepi kembali mengitari kami, hanya deru suara mesin mobil yang membelah kesunyian perbukitan dalam gelap malam. Banyak hal yang kembali silih berganti merasuki kepalaku, salah satunya komentar pedas rekan kuliahku di grup media sosial.
"Pram, menurut kamu ibu kurang apa?"
"Hah..?? Maksudnya??"
"Ya kalo menurut kamu sebagai laki-laki, ibu ini kurang apa?"
"Haduuhhhh… bu. Kurang gimana? Maksudnya gimana?"
"Eeemmmm.. ibu kurang seksi ya? Kurang pinter diranjang ya?"
Pram terkejut dengan pertanyaanku.
"Maaf ya bu, saya kenal ibu belum lama lho. Dan kalo menurut saya, seksi itu tergantung selera masing-masing aja kok. Kalo urusan ranjang.. ya, hhmmmm, yang saya rasakan sih, ibu hebat."
Aku malu mendengar jawaban Pram, lantas menundukkan wajahku yang aku yakin memerah.
"Kamu udah pernah bercinta, Pram?"
"Belum."
"Hhaahh..?? Beneran..??"
"Bener bu. Belum pernah. Pacaran juga belum pernah."
"Berarti waktu malam itu, kamu baru pertama.."
"Hehehehehehe… iya bu, pengalaman pertama."
"Tapi kok kamu pinter gitu?? Kayak udah pengalaman."
"Hhmmm.. kalo itu sih, ngikutin naluri aja, sama pernah lihat film bokep."
"Haaduuhhhhh.. kamu ini. Ternyata masih perjaka ting-ting."
Pram hanya tertawa, sementara aku masih terkejut dengan pengakuannya.
"Tapi kamu pinter, kayak udah berpengalaman." Sambungku.
"Masa sih..? Eeeemmmm… ibu puas gak?"
"Ihhhh.. kok nanya gitu sih??" tanyaku balik karena malu.
"Ya pengen tau aja sih bu, ibu puas apa enggak? Atau mungkin malah gk suka?"
"Duuuhhhh.. kok jadi bahas gituan sih?! Protesku karena malu.
"Lhooo.. tadi kan emang kita lagi bahas urusan ranjang." Balas Pram.
"Kalo saya sih puas sama permainan ibu, beneran puas." Sambungnya lagi.
"Haduuuhhhhhh… Prammmm… udah ah.. ibu malu..!!" protesku sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.
"Ya penasaran aja sih bu, pengen tau aja penilaian ibu."
"Duuuuhhhhh, kamu ini makin nakal aja Pram."
"Ya udah kalo kamu mau tau pendapat ibu."
"Jujur aja, ibu puas malam itu." Lanjutku.
Aku yakin wajahku merah padam karena telah berkata jujur tentang apa yang aku rasakan saat malam itu.
Pram adalah laki-laki pertama memberiku pengalaman pertama merasakan klimaks lewat oral sex, hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya saat bercinta dengan suamiku.
Aku pernah menonton dilm porno beberapa kali, sebagai sarana untuk belajar, agar lebih pintar dalam melayani suamiku. Namun ternyata, realita berkata lain, suamiku kepincut dengan perempuan lain. Pahit, sungguh pahit kenyataan hidupku.
Suasana gelap disepanjang jalan menghadirkan pemandangan indah dilangit yang cerah. Ribuan, mungkin jutaan bintang bersinar, kerlipnya sempurna memperindah langit malam.
Hampir jam 12 malam kami tiba dirumahku, dikota pelajar.
"Bu, saya pamit ya, mau langsung istirahat, besok ada ujian."
"Ooohhh, besok kamu ujian?? Kok gak ngomong sih?? Kalo ngomong kan ibu gak akan ganggu kamu Pram." Protesku.
"Gak apa-apa kok bu, lagian cuman 1 mata kuliah aja. Sekalian juga lihat Nova, soalnya kangen sama dia."
"Ya udah, kamu istirahat dulu, makasih ya Pram."
Tampaknya Pram telah membersihkan rumahku, karena di setiap sudut ruangan, setiap perabotnya bersih dari debu, walaupun telah lama kutinggalkan. Dia benar-benar melaksanakan amanah yang kuberikan padanya untuk menjaga rumah ini.
Sejak peristiwa perselingkuhan suamiku, aku memiliki kebiasaan baru, sebuah kebiasaan yang buruk yaitu bergadang sampai larut malam. Terkadang badanku terasa lelah, namun mataku belum bisa tertutup karena begitu banyak hal yang tiba-tiba muncul dikepalaku. Aku telah berbaring dikamar tidurku, dan berharap agar bisa terlelap dengan segera, namun, lagi-lagi harapanku tak terwujud.
Aku kembali teringat akan perkataan rekan kuliahku yang sangat pedas. Mungkin, ada kebenaran yang terkandung dari tulisannya tersebut, bahwa sebagai cewek, sebagai ibu, harus pandai merawat diri untuk suami. Dalam hal ini aku setuju, namun apakah hanya karena hal itu, lantas suamiku berselingkuh?? Apakah aku sudah tidak menarik lagi dimatanya? Sebuah pertanyaan yang akan selalu menjadi penganggu bagiku.
Disisi lain, aku pun mengamini apa yang diucapakn oleh Pram, bahwa cantik itu relarif, tidak ada standar yang jelas untuk kategori cantik. Sebuah pemikiran dari dunia abu-abu yang masih jadi perdebatan. Tanpa sadar, akhirnya aku tertidur, terlelap dengan begitu banyak pertanyaan dikepalaku.