Aku sedang membersihkan meja ketika 2 orang mahasiswa masuk dan mulai memilih menu makanan mereka. Aku harus segera membersihkan meja-meja karena mendekati waktu jam makan siang, sebentar lagi warung kecil ini akan ramai pengunjung.
"Mbak baru ya disini?" tanya seseorang dari mereka.
"Iya mas, baru hari ini kerja."
Dari kejauhan, kulihat ibu pemilik warung nampak tidak nyaman dengan kehadiran kedua orang tersebut.
"Sayang.. cakep-cakep jadi pembantu." Sambung temannya yang berkepala botak.
Aku menjadi tak nyaman, dan sedikit takut terhadap mereka. Setelah meja tersebut selesai kubersihkan, mereka langsung menempatinya. Tepat saat aku membalikkan badan dan hendak beranjak kedapur, kurasakan salah seorang dari mereka meremas pantatku.
"Ckckckckckckcā¦ pantatnya montok..!" gumannya.
Shock, dan takut membuatku berdiri mematung tak jauh dari kedua orang itu sementara mereka tertawa setelah melakukan pelecehan itu.
Beberapa pengunjung warung pun tak ada yang berani menegur mereka.
Di depan pintu, kulihat Rita, Topan dan serombongan teman-teman Pram berdiri disana, Pram pun ada disana, berdiri dibelakang Rita. Mereka menyaksikan apa yang baru saja terjadi.
Seketika Pram maju, menabrak bahu Rita dan menghampiriku.
"Ibu baik-baik aja?"
Aku hanya berdiri mematung, tidak menjawab pertanyaan Pram. Aku shock.
Pram lantas mendatangi kedua orang tersebut.
'Bbbrraaaaaakkkk'
Pram menjambak rambut orang tersebut lalu menghantamkan wajahnya ke meja. Seluruh pengunjung warung kaget mendengar suara keras benturan tersebut.
Seorang yang lain hendak berdiri dan memukul Pram, namun Topan dan kedua temannya segera berdiri disamping Pram.
"Lo diem..Duduk lo!!" bentak Topan pada orang yang hendak memukul Pram, yang berkepala botak.
Rita menghampiriku lalu memelukku.
Sekilas kulihat darah menetes dari hidung orang yang wajahnya dihantamkan ke meja oleh Pram.
"kamu udah kuliah, udah dewasa, tapi gak tau cara menghormati perempuan" kata Pram.
'Bbbrrraaaakkkk'
Sekali lagi Pram menghantamkan wajah orang itu ke meja. Semua yang ada disitu terdiam. Pram terlihat begitu emosi. Wajahnya memerah dan tatapan matanya terlihat begitu tajam mengintimidasi.
"Udah Pram, gue yang urus" Topan menarik lengan Pram, menjauhkannya dari kedua orang itu.
"Siapa nama lo?"
'Ppllaaakkkkk!!'
Sebuah tamparan diberikan pada orang yang wajahnya berdarah.
"SIAPA NAMA LO?!" bentak Topan lagi.
"Rio bang."
"Kalo lo..?" tanya Topan pada seorang yang lain.
"Diki bang"
"Udah lama gue perhatiin lo berdua. Sering gangguin cewek-cewek dikampus ini. Gue tau lo anak jurusan mana, lo angkatan berapa, lo tinggal dimana. Gue tau semua. Dan ini jadi peringatan pertama dan terakhir buat lo berdua. Sekali lagi lo kurang ajar sama cewek-cewek disini, gue jamin, lo bakalan babak belur dan masuk penjara. PAHAM..?!"
"Iya bang."
"Sekarang lo minta maaf sama mbak itu."
Kedua orang itu menghampiriku dan meminta maaf, namun aku tak menjawab apapun karena rasa takut dan shock masih menguasai tubuhku. Aku bahkan bersembunyi dibelakang tubuh Rita.
Akhirnya, kedua orang itu pergi dan ibu pemilik warung mengijinkan aku untuk beriatirahat sejenak, sekedar untuk menenagkan diri.
"Kalian makan duluan." kata Pram seraya memegang tanganku pergi dari tempat itu.
Pram membawaku kebagian belakang kampus, ke sebuah bangunan tempat yang sepertinya berfungsi sebagai gudang. Tempat itu sangatlah sepi karena terletak dibagian sudut kompleks kampus.
"Ibu baik-baik aja kan?"
Lama aku terdiam, dan akhirnya Pram memelukku. Kurasakan ia mengusap punggungku dengan lembut.
Beberapa saat kemudian, ia melepaskan pelukannya, namun kedua tangannya masih melingkar di pinggangku.
"Iya.. ibu baik-baik aja Pram. Ibu cuman shock, ibu takut."
"Sekarang udah gak apa-apa kok bu. Mereka emang anak-anak kurang ajar. Tapi mereka pasti gak akan berani macem-macem lagi."
"Iya.. makasih ya Pram."
Entah apa yang terjadi padaku jika Pram tak ada disaat seperti ini. Dia semakin menunjukkan kepeduliannya, semakin menunjukkan tanggungjawabnya terhadapku, yang bukan siapa-siapa baginya. Aku hanya ibu kostnya, hanya ibu kost. Aku bukan saudaranya, bukan pula seseorang yang istimewa. Tetapi caranya memperlakukanku, perhatiannya, membuatku semakin yakin, dia benar-benar pemuda yang istimewa.
"Pram, kita balik ke warung yuk. Kasian ibu, pasti kerepotan. Ini kan jam makan siang."
Pram mengangguk. Sekali lagi aku memeluknya sebagai ucapan terima kasih. Dan seperti biasanya, dalam setiap pelukan kami, ia selalu mengecup keningku, suatu perbuatan yang sungguh membuatku merasa terlindungi dan disayangi olehnya.
Seperti dugaanku, ketika kami sampai disana, warung makan itu telah dipenuhi oleh para pengunjung. Dan aku pun kembali bekerja karena keadaanku sudah lebih baik dan tenang. Karena kesibukanku, aku tak menyadari kepergian Pram.
Aku baru bisa bersantai sejenak ketika jam makan siang berakhir, karena pengunjung yang datang hanya sedikit.
Ternyata pekerjaan ini tidak semudah yang aku bayangkan. Kakiku terasa pegel karena harus mondar mandir antara dapur dan bagian depan warung.
Aku sedang bersantai didapur, mengistirahatkan kakiku ketika si ibu pemilik warung datang menghampiriku.
"Maaf ya mbak, tadi ibu gak bisa bantuin mbak. Ibu gak berani mbak, ibu takut."
"Iya, gak apa-apa kok bu. Saya juga gak kenapa napa kok. Saya baik-baik aja bu."
"Ya syukurlah kalo begitu. Mbak jangan kapok kerja disini ya."
"Enggak kok bu.. ibu tenang aja.. saya masih mau kerja disini kok."
"Makasih ya mbak."
"Mbak udah lama pacaran sama mas Pram..?"
"Heheheheheheheā¦ enggak kok bu, gak begitu kok. Kita gak pacaran kok. Kita cuman pura-pura aja. Saya kasian liat Pram selalu dikerjain teman-temannya karena dia jomblo, jadi ya kita pura-pura aja pacaran biar mereka gak ngejek lagi."
"Oaalaaahhhh mbak, mbak. Ibu kira kalian pacaran, hahahahahaha.."
"Pram itu emang baik mbak, dari awal kuliah disini gak pernah macem-macem, gak pernah aneh-aneh. Baru hari ini aja ibu lihat Pram marah seperti itu."
"Oooo gitu ya. Jadi ibu udah lama dong kenal sama Pram."
"Iya mbak, sejak dia masuk kuliah disini. Orangnya sopan, baik, ramah. Ibu jarang nemuin mahasiswa seperti Pram."
"Kalo Nita ibu kenal?" tanyaku penasaran.
"Nita yang mana ya mbak? Ibu kenal banyak mahasisawa disini. Banyak yang namanya Nita mbak."
"Itu lho bu, yang cantik banget itu, kulitnya putih, rambutnya sebahu."
"Ooo itu mbak Anita. Udah lama ibu gak lihat dia mbak. Kalo dulu seing makan disini, tapi udah lama banget itu. Ibu cuman pernah dengar gosip aja beberapa bulan lalu, kalo Anita mau menikah. Tapi ibu gak tau, bener atau enggak. Soalnya ibu cuman denger dari cerita anak-anak kampus yang lagi makan disini."
"Ooo gitu."
"Anak itu memang cantik, tapi terlalu pendiam mbak. Mungkin dia gak punya banyak teman dikampus."
Percakapan kami terhenti ketika ada suara dari arah depan memanggil si ibu. Sepertinya ada pengunjung yang datang.