Chereads / Istri impian / Chapter 2 - Dapat kerjaan

Chapter 2 - Dapat kerjaan

"Saudari Yuni Sasmita," tanya wanita paruh baya dengan kepala menunduk membaca berkas surat lamaran.

"Iya Bu," sahut Yuni memperhalus suaranya.

Yuni yang sudah terbiasa berbicara tegas dan keras karena tuntutan pekerjaan sebelumnya, berusaha melunakkan nada bicaranya.

"Apa alasan Anda melamar posisi sebagai staf marketing di perusahaan kami? Anda tahu sendiri kalau perusahaan kami masih berskala kecil dan menurut surat resume pengalaman bekerja anda sebelumnya di perusahaan berskala multi-nasional. Saya butuh alasan jujur dari saudari Yuni."

--Mampus, aku harus mengarang alasan apa. Masa iya aku kasih tahu ibu ini kalau mantan bosku hampir berbuat mesum padaku--

Wanita paruh baya itu sangat terkejut membaca isi resume pengalaman kerja Yuni. Tentu saja wanita yang bekerja sebagai kepala HRD itu ingin segera menerima Yuni bergabung dalam perusahaan ini. Tapi dia malah meragu setelah menelaah riwayat pekerjaan terakhir Yuni di perusahaan ternama Jakarta.

"Eh itu Bu, saya mau mencoba tantangan baru di tempat lain. Saya sudah tiga tahun bergelut di bagian akuntan dan terus terang saya sudah mumet. Oleh sebab itu, saya melamar sebagai staf marketing di tempat ini. Ibu tenang saja, saya bukan 'kutu loncat' dan 'pegawai spanyol'. Tolong Ibu percaya sama saya dan beri saya kesempatan untuk membuktikan diri," Yuni memberi senyuman ramah saat si pewawancara menatap ke arahnya.

"Di surat ini, kamu menuliskan kalau kamu tidak memiliki orangtua dan berasal dari Surabaya. Apa kamu masih memiliki kerabat?"

Yuni menggeleng kencang.

"Lantas kamu hidup sebatang kara?" wanita paruh baya itu tampak tidak percaya.

Kali ini kepala Yuni mengangguk.

Tentu saja Yuni memahami sikap orang yang baru mengenal dirinya menganggap dia hanya membual. Nyatanya memang seperti ini..Bambang..

Mau nyalahin siapa kalau Yuni berjuang hidup seorang diri selepas lulus SMA. Dia bahkan memutuskan untuk merantau ke ibukota yang terkenal dengan julukan 'Mak Tiri yang kejam'.

"Waduh, kalau kamu melakukan kesalahan dan kami tidak tahu siapa kerabatmu, ke mana kami harus mencari kamu untuk dimintai pertanggungjawaban?" tanya wanita paruh baya itu meninggikan nada suaranya.

Ini pertanyaan yang sangat mudah untuk Yuni jawab.

"Tuhan, Bu. Andai saya masih mempunyai kerabat sekalipun, perusahaan juga tidak bisa minta kerabat saya untuk bertanggungjawab atas perbuatan salah saya. Tanggung jawab saya terhadap Tuhan jadi Ibu bisa tenang," sahut Yuni dengan percaya diri.

Mulut wanita yang duduk di hadapan Yuni terbuka menganga dengan mata melotot. Dalam hati, Yuni menertawakan ekspresi lucu ibu itu.

"Ya ampun Gusti, perpanjang sabarku, perluas imanku, dan mudahkan sesi interview ini," tangan wanita paruh baya itu menadah ke atas, berdoa pada sang pencipta.

Dalam hati, Yuni menertawakan tingkah konyol si pewawancara.

"Amin Bu. Jadi apa saya diterima bekerja di perusahaan ini?" Yuni memutuskan untuk langsung to the point.

Walaupun terkesan bersikap kurang ajar, Yuni sudah tidak peduli. Bila tempat ini menolaknya, dia bisa bergegas ke tempat lain yang hari ini juga memanggilnya datang interview.

Betapa lihainya otak Yuni dalam hal mencari pekerjaan. Dia sudah menyebar surat lamaran kerjanya ke beberapa perusahaan selama seminggu terakhir dan hari Jumat ini, tiga perusahaan mengundangnya hadir ke tempat mereka untuk melakukan sesi wawancara. Salah satunya tempat ini.

Wanita paruh baya itu tidak terkejut lagi mendapati pertanyaan tak sopan Yuni apalagi setelah jawaban Tuhan yang dia dapati.

--Sikap wanita muda ini sungguh mengesalkan tapi sayang bila ditolak-- batin si Ibu berperang dengan logikanya.

Pada akhirnya logika si Ibu yang menang melawan batin dan si Ibu mengusap pelan bagian dadanya untuk menenangkan diri.

"Ehm, kamu diterima bekerja di tempat ini," gumam wanita paruh baya itu.

Senyum lebar diberikan Yuni untuk wanita paruh baya itu. Batin Yuni bersorak kegirangan mendapat kabar bahagia.

"Tapi kamu harus menjalani tiga bulan masa percobaan yang biasa kami sebut masa training. Setelah tiga bulan, kamu baru dianggap pegawai kontrak. Hari senin jam delapan pagi kamu datang mencari saya di ruangan ini untuk menandatangani kontrak kerja. Ada yang mau kamu tanyakan?" Wanita paruh baya itu hanya bermaksud basa-basi seperti biasa dia lakukan.

Dan Yuni tidak mau menyia-nyiakan kesempatan sesi tanya jawab ini.

"Boleh tahu gaji kotor dan gaji bersih saya berapa?"

Tanpa menunggu lama, seakan hapal di luar kepala, wanita paruh baya itu langsung menjawab pertanyaan Yuni.

"Gaji sebulan tiga juta lima ratus ribu rupiah. Satu minggu mendapat uang makan di Jumat sore sejumlah dua ratus ribu rupiah. Tidak ada namanya uang transportasi karena sudah include dalam uang makan. Di akhir bulan, ada uang bonus kerajinan jika pegawai datang dan pulang tepat waktu. Ada lagi yang mau ditanyakan?"

"Apa staf marketing diberikan uang kompensasi sebagai pengganti pulsa ponsel yang disebabkan urusan pekerjaan?"

Di kepala Yuni sudah terbayang-bayang, pulsa gratis yang dikompensasi oleh perusahaan jadi Yuni tidak perlu mengeluarkan koceknya untuk membeli pulsa prabayar. Lumayan bisa berhemat.

Wanita paruh baya itu hampir saja menertawai Yuni, tapi dia berhasil mencegah dirinya dengan mengulum senyum tertahan di bibir. Tapi jadi tampak seperti ngeden, menurut Yuni.

"Tentu saja tidak ada hal yang seperti itu. Kamu itu nanti sebagai staf marketing bukan sales. Tugas kamu didalam perusahaan menawarkan produk bukan berkeliling dari satu toko ke toko yang lain. Mayoritas semuanya sudah langganan tetap perusahaan jadi kamu hanya perlu mengangkat telepon kantor untuk keperluan bisnis. Simpan saja ponsel kamu di laci karena bos kita tidak suka melihat pegawainya memainkan ponsel di saat jam kerja. Ada lagi yang mau ditanyakan, saudari Yuni?" tanya wanita paruh baya itu.

Untuk sementara Yuni belum memikirkan pertanyaan lainnya untuk ditanyakan. Dia masih bisa memikirkan pertanyaan lainnya di rumah sebelum menandatangani kontrak kerja senin nanti.

"Sudah tidak ada Bu. Terima kasih sudah mengundang saya datang untuk wawancara hari ini. Ibu sudah tepat memilih saya bergabung bekerja di sini. Semoga Ibu dilimpahi kesehatan, kekuatan dalam bekerja, dan kebahagiaan. Ini doa dari anak yatim piatu yang pasti didengar Gusti Allah. Saya permisi dulu ya Bu. Selamat siang," setelah berkata panjang lebar, Yuni bergegas bangkit dari 'kursi panas' yang sudah dia duduki selama hampir satu jam lalu melangkah keluar dengan langkah lebar.

Wanita paruh baya itu tercengang kehilangan kata-kata selama beberapa menit bahkan sampai punggung Yuni sudah menghilang dari balik pintu pun, wanita itu masih belum sadar terhadap sekitarnya.

Wanita itu baru tersadar saat dering ponsel memenuhi ruangan. Dia menggeleng kepalanya lalu bergegas menerima panggilan masuk yang rupanya dari bos.

"Iya Pak?"

"Bagaimana hasil wawancaranya?"

"Sudah selesai Pak. Saya memilih kandidat terakhir."

"Oke."

Panggilan masuk terputus begitu saja.

------