Chereads / Istri impian / Chapter 3 - pengkhianat

Chapter 3 - pengkhianat

Yuni baru saja selesai mengurus kepindahannya. Dia menyewa kamar kost baru yang berletak di belakang gedung-gedung perkantoran. Karena biaya sewa yang tak murah, membuat Yuni terpaksa menguras uang simpanannya yang cuma sedikit sehingga menyisahkan lima lembar uang berwarna merah di dompetnya. Yuni terancam mengemis.

'Mari kita room tour kamar kost baru Yuni',

Kamar kost baru Yuni memiliki ukuran tiga kali lima dengan kamar mandi dalam. Berada di lantai bawah. Begitu membuka pintu kamar, terlihat kasur lipat berukuran single bed. Lalu ada lemari baju plastik berukuran kecil. Hanya itu furniture yang dipinjamkan pemilik bangunan pada para penyewa. Ruangan dilengkapi penyejuk udara AC. Tidak terdapat kaca jendela di semua kamar. Jadi wajar bila tarif sewa kost satu juta lima ratus ribu per bulan, yang tergolong murah.

Yuni sengaja memilih pindah kemari dengan satu tujuan yaitu menghemat biaya transport. Bukankah perusahaan tempat kerja barunya tidak memberikan uang tunjangan biaya transportasi bagi para pekerja? tentu saja Yuni yang pandai berhitung, telah melakukan kalkulasi. Tempat kost lamanya memang hanya lima ratus ribu rupiah per bulan tapi jarak yang jauh membuat Yuni harus menggunakan dua bus kota untuk tiba di tempat kerja. Menurut kalkulator Yuni, pindah ke kost yang dekat dengan perusahaan merupakan satu-satunya solusi yang tepat, hemat, dan bermanfaat.

Satu-satunya yang tidak cocok dengan Yuni dari tempat tinggal barunya adalah rumah makan. Di daerah sini cuma ada restoran fast food yang tentu saja bakal membuat dompet Yuni makin menipis. Selama bertahun-tahun, Yuni hanya mampu makan di warteg karena dia memilih hidup hemat. Dan kini dia harus bertahan hidup hanya mengandalkan uang lima ratus ribu sampai dia menerima uang makan di hari Jumat depan.

"Hai, orang baru ya?" sapa seorang gadis muda berusia sekitar dua puluh tahun.

Yuni menoleh ke asal suara dan mendapati sosok gadis muda berdiri didepan pintu kamar dengan kepala melongok kedalam.

Tangan kanan Yuni bergerak menggosok lantai dengan kain pel dalam posisi jongkok. Pintu kamar kost sengaja dia buka lebar supaya udara pengap kamar berganti udara bersih dari luar.

"Iya," sahut Yuni singkat, padat, dan jelas. Jelas enggan bercakap-cakap.

Rupanya gadis muda itu tidak menyadari sikap dingin Yuni terhadapnya. Gadis itu masih mengajak Yuni mengobrol.

"Aku Amel, tinggal di kamar sebelah. Aku mahasiswi tingkat akhir di UNJ. Kakak namanya siapa?"

--Kenapa gadis ini malah ngajak kenalan sih. Orang lagi beberes dan malas ngobrol-- batin Yuni.

Dia berpura-pura tidak mendengar suara Amel. Tangan Yuni bergerak gesit mengelap lantai kamarnya sementara Amel berdiri di muka pintu mengamati kegiatan Yuni. Amel tidak beranjak pergi dan Yuni memilih mengabaikan Amel.

Setelah berdiri beberapa menit akhirnya Amel sadar kalau Yuni enggan bercengkerama dengannya. Amel memilih menyingkir dari hadapan Yuni. Dia melangkah pergi.

Yuni melirik pintu yang sudah ditinggal pergi Amel, Yuni menghembus napas lega. Jantung Yuni masih berdetak tak karuan sejak tadi melihat wajah Amel dihadapannya. Sosok Amel yang pernah hadir di kehidupan masa lalunya.

--Cantik tapi sombong. Nggak banget deh-- gumam Amel membanting pintu kamarnya hingga menutup.

Suara berisik dari kamar sebelah terdengar oleh Yuni. Gumaman Amel juga masih tertangkap telinga Yuni walau terdengar samar.

--Huh dasar bocah. Sifat emosi Amel kayaknya turun-temurun-- batin Yuni

Usia Amel dan Yuni hanya terpaut tiga tahun saja. Jadi siapa sih yang masih bocah, hadeuh ada-ada aja cewek kalau ngumpul.

------

"Akhirnya," ucap Yuni tersenyum lebar setelah menandatangani kontrak kerja selama setahun kedepan.

--Selamat datang uang-uang. Ayo penuhi dompetku-- batin Yuni membayangkan dompetnya akan kembali terisi penuh lembaran uang.

Wanita paruh baya yang Jumat lalu mewawancarai Yuni ternyata bernama Ike Sumike. Ike yang memiliki tubuh tambun mengantar Yuni menuju meja kerjanya. Yuni mengekor di belakang Ibu Ike. Sementara melangkah, ekor matanya mengamati kegiatan para pekerja yang ternyata sedang sibuk bekerja padahal waktu kerja baru saja dimulai beberapa menit yang lalu.

Tanpa menoleh ke belakang, Ike tahu kalau Yuni merasa heran melihat betapa giatnya para karyawan bekerja di perusahaan mereka.

"Mereka sudah mulai bekerja sebelum waktu kerja dimulai dan masih terus bekerja hingga waktu kerja usai. Kami memiliki etos kerja yang tinggi seperti orang Jepang. Bos juga menghargai kerja keras kami makanya kami diberikan bonus akhir tahun yang cukup besar."

Mendengar kata bonus, semangat Yuni kembali menggebu. Dia tentu tidak boleh melewatkan uang di akhir tahun nanti.

"Bagaimana cara mendapat bonus akhir tahun yang Ibu sebutkan baru saja?" tanya Yuni tanpa tedeng alih-alih.

"Tentu saja dengan penilaian kinerja kerja karyawan dan juga jumlah omzet yang meningkat ikut berpengaruh. Makanya kamu harus dapat menaikkan omzet perusahaan jadi kamu bakal dapat bonus gede di akhir tahun."

Mata Yuni berbinar-binar mendengar kata 'bonus gede' dan dia tentu saja ingin mendapat itu.

Yuni bergeser merapat ke tubuh Ibu Ike lalu dicondongkan badannya agak ke depan supaya bisa berbisik.

"Kalau boleh tahu, kisaran bonus gede yang pernah didapat karyawan di sini berapa ya?" bisik Yuni didekat telinga Ibu Ike. Dia kembali memposisikan tubuhnya ke posisi semula.

Meskipun terkesan kurang ajar, Yuni merasa harus menanyakan hal ini dari awal. Dia berniat membangun citra positif dari awal dia bekerja. Tujuan utamanya kini berfokus pada bonus gede yang dibicarakan Ibu Ike.

Sementara itu, Ibu Ike tidak lagi merasa heran mendapat pertanyaan blak-blakkan dari mulut Yuni. Dengan senang hati, Ibu Ike membocorkan apa yang dia ketahui sebagai staf HRD.

"Setahu saya pernah ada yang mendapat bonus tahunan hingga mencapai dua puluh lima juta. Dia merupakan senior marketing yang sudah bekerja bareng bos sejak awal bos merintis usaha ini," ucap Ike mengucapkan kalimat hiperbola.

Ike hanya berupaya menyemangati Yuni agar fokus pada pekerjaannya dengan iming-iming bonus yang bernilai besar. Mana Ike duga Yuni begitu mudah percaya.

"Wah, berarti saya bisa mendapat bonus sebesar itu juga. Saya pasti bisa, Bu," ucap Yuni bersemangat.

"Eh, iya Yun. Kamu mungkin bisa capai hasil maksimal jika bekerja maksimal," sahut Ike melontarkan kalimat bijaksana.

Sampailah mereka di salah satu kubikel meja kerja yang berdempetan dengan pintu ruangan. Menurut pengamatan Yuni, pintu di samping meja kerjanya seperti pintu belakang ruang kerja seseorang.

"Ini meja kerjamu dan bos yang akan mentraining pekerjaan padamu. Saya balik dulu ke meja kerja saya. Permisi Pak Bos," teriak Ibu Ike bergegas pergi meninggalkan Yuni yang berdiri mematung.

--Apa-apaan itu. Kenapa aku jadi diajarin langsung sama bos. Waduh gawat-- batin Yuni sudah gelisah saja.

Berdasarkan pengalaman kerja terakhirnya, bos harus dia hindari sebisa mungkin. Lantas kini dia malah harus berurusan selama beberapa waktu dengan bos barunya.

Cepat-cepat Yuni menurunkan pandangan mengamati seragam kerja yang melekat di tubuhnya saat ini.

Dia melihat atasan kemeja biru muda berlengan panjang dipadukan dengan bawahan celana katun berwarna hitam yang memiliki panjang hingga mata kaki. Dia mendesah lega setelah puas mengamati pakaiannya yang sopan dan tertutup.

"Ekhm... kamu pegawai baru yang ditempatkan sebagai staf marketing?" tanya suara berintonasi bass dari belakang punggung Yuni.

Kulit Yuni meremang seketika saat suara bos barunya masuk ke telinganya. Suara yang tidak asing dan sampai saat ini masih diingat jelas oleh Yuni. Yuni menarik napas dalam guna menenangkan dirinya agar tidak menghajar wajah bos barunya.

Perlahan, benar-benar pelan, Yuni memutar tubuhnya sambil mengangkat tegak kepalanya. Tatapannya lurus ke depan hingga matanya melihat wajah bos barunya yang juga tengah menatapnya. Bedanya Yuni menatap sinis ke arah bos barunya sedangkan bos baru Yuni membuka lebar matanya.

"Iya Pak," sahut Yuni pura-pura bersikap ramah.

Wajah Yudianto Purnomo seketika berubah menjadi pucat pasi seolah darahnya dihisap keluar karena sapaan Yuni.

'Ya enggak mungkinlah Yuni punya kekuatan sihir hitam penghisap darah manusia. Hehehe'

"Yuni ....."

-----