Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 30 - Chapter 30 Time

Chapter 30 - Chapter 30 Time

Setelah masuk ke kamar hotel, tiba-tiba Leo menjatuhkan dirinya dan Caise sendiri di ranjang.

"Ah... Mas Leo, apa yang terjadi?" Caise menjadi terkejut.

"Huf... Aku benar-benar lelah," kata Leo sambil masih memeluk Caise di ranjang.

"Mas Leo... (Apa dia benar-benar melakukan perjalanan ke Siberia sampai di Persia ini? Dia benar-benar hebat,)" Caise terdiam membelai kepala Leo.

Lalu ia melihat punggung Leo yang terdapat bekas luka goresan di bajunya.

"Mas Leo... Apa kau tidak sadar dari tadi? Aku juga memberitahu hal ini, kau sedang terluka, dan kenapa kau tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali? Bahkan bajumu basah karena darahmu," tatap Caise.

"Tidak, kenapa apa? Aku tidak merasakan sakit. Sepertinya kau mengatakan itu karena aku kotor, ya," Leo bangun duduk menatap sambil melihat bajunya sendiri.

"Mungkin kau harus mandi dulu, dan berganti baju. Setelah itu aku akan mengobatimu.... Atau tidak usah mandi, luka mu akan sakit," kata Caise.

"Aku akan mandi, agar Caise betah bersamaku. Kau juga ingin mandi, bukan? Mari mandi bersama," kata Leo dengan wajah semangat.

"Apa?!!" Caise terkejut setengah mati.

"Kenapa, Caise? Kau suka mandi bersama, kan?"

"Yang suka itu kamu... Jangan samakan!"

"Kalau begitu ayo mandi bersama sekarang juga," tatap Leo dengan senyum. Caise terdiam. "(Wajah itu... Kenapa aku merasa Mas Leo menyembunyikan wajah serius tadi di depanku? Apa dia mencoba menjalin sesuatu denganku? Aku ingin tahu lebih lanjut soal dia... Tapi... Dia seorang kriminal... Apa aku harus bisa jatuh cinta padanya? Aku takut dia akan berbuat buruk... Tunggu, kenapa aku berpikir ini lagi... Bukankah aku sudah menerimanya...)" Caise menatap kosong, lalu perlahan mengangkat tangannya dan memegang pipi Leo, membuat Leo terdiam menatap Caise juga.

"Mas Leo... Aku... ingin... Kau cepat mandi duluan, aku akan menyiapkan obatnya," tatap Caise. Suasana berubah.

"Tapi... Aku ingin mandi bersamamu..." Leo menatap memelas.

"Mas Leo... Aku belum menunjukkan tubuhku padamu, kenapa harus sekarang?" Caise menatap malu.

"Kau akan menjadi milikku, tentu saja jangan heran jika memang sekarang... Lagipula, aku tak bisa menggosok punggungku... Ugh... Lukaku sungguh sangat sakit, aku tak bisa menemukan di mana letaknya. Bagaimana jika aku tidak hati-hati? Rasanya akan sangat sakit jika kena sabun... Caise... Aku mohon..." Leo memohon seperti harimau kecil yang meletakkan kepala dan tangannya di paha Caise yang masih duduk di ranjang.

"Ck, kamu kan kuat... Tak apa, kan?" Caise menatap tajam.

"Aku menarik kata-kataku kembali... Aku sakit... Sungguh sakit..." Leo kembali beralasan dan bertingkah memelas.

"(Sudah dipastikan, dia mencoba merayuku...)" Caise menghela napas panjang. "Baiklah..."

"Akhirnya!!" Leo menjadi senang dan bersemangat, seketika dia memeluk Caise dan menggendongnya di dadanya.

"Apa yang!? Apa yang kamu lakukan!? Turunkan aku!" Caise terkejut sambil memberontak pelan.

"Aku tak sabar..." Leo berjalan ke kamar mandi.

Mereka sampai di kamar mandi, dan Leo meletakkan Caise di atas wastafel.

"Mas Leo! Aku bisa jatuh!" Caise memegang erat baju Leo.

"Kau ringan, wastafel tak akan membuatmu jatuh," balas Leo, lalu dia mundur dan melepas baju atasnya.

Seketika Caise terdiam tak percaya melihat itu. Ia bahkan menutup mata dan wajahnya.

Tapi Leo memegang tangannya. "Lihat aku, Caise..."

Caise menatap dan melihat Leo hanya memakai handuk di pinggangnya, membuat wajah Caise memerah. "(Aku belum pernah melihat Mas Leo telanjang, kenapa tubuhnya begitu diidamkan banyak orang...)" Ia menatap, tapi terdiam saat melihat banyaknya luka di tubuh Leo. Caise terdiam, lalu memegang leher Leo dengan pelan, membuat Leo terdiam.

"Mas Leo... Kamu benar-benar berjuang keras untuk mendapatkanku... Entah apa yang harus kulakukan untuk menyetujui kamu," tatap Caise ragu.

Leo juga terdiam menatap bawah, lalu menghela napas panjang dan memegang tangan Caise, mencium telapak tangan Caise. Mereka saling menatap. "Aku akan senang jika kau menerima aku, hanya sekadar menerima. Aku tak berharap kau menyukai atau mencintaiku karena aku tidak memaksamu. Aku hanya senang jika kau tidak terganggu oleh keberadaanku dan menganggapmu sebagai gadis yang harus dijaga," kata Leo menatap sangat dekat.

Caise terdiam, lalu mendekatkan wajahnya dan menutup mata. Bibir mereka bersentuhan dan saling mencium. Leo memegang pinggang Caise, dan tangan Caise melingkar di leher Leo. Mereka mencium cukup lama, dengan ciuman yang perlahan dan tidak agresif.

Setelahnya, mereka melepas ciuman dan saling menatap. Caise menatap penuh kilauan, lalu memegang kedua pipi Leo dan mendekat untuk mencium hidung Leo, membuat Leo menutup mata. Dia mendekat dan menjilat pipi Caise, membuat Caise terkejut menatapnya.

"Mas Leo... Kita tak bisa melakukannya di sini..." Caise menatap.

Leo mendekat berbisik, "Kalau begitu, lepas bajumu..."

Tak lama kemudian, Caise hanya mengenakan kemejanya saja tanpa bawahan apapun. Ia menatap Leo yang duduk di kursi kecil membelakanginya.

Leo menoleh ke Caise dan mengangkat satu alisnya. "Kenapa tidak melepas semua bajumu?"

"Um... Kupikir ini sudah cukup terbuka," jawab Caise sambil menarik ujung kemejanya. Leo menatap paha Caise yang begitu putih.

Hal itu membuatnya membuang pandangan. "(Kendalikan dirimu...)" Dia menggeleng, lalu berkata, "Kamu sudah siapkan obatnya?" tatap Leo.

Caise menunjukkan kotak pertolongan pertama. Ia mendekat, berdiri di belakang Leo, dan mulai menyiapkan alat untuk mengobati luka Leo. Tapi, ia melihat punggung Leo dan memegangnya perlahan, membuat Leo terdiam merasakannya.

"(Tidak... Tidak... Aku harus fokus...)" Caise menggeleng, lalu mulai mengobati lukanya. Ia menemukan banyak luka sobek dalam. "Mas Leo, apa jika aku jahit, itu akan baik-baik saja?" tanya Caise.

"Ya, ini baik-baik saja..." balas Leo.

Tak lama kemudian, dia selesai mengobati dan menutup luka di punggung Leo.

Caise menghela napas panjang. "(Cukup banyak dan melelahkan...)"

"Caise... Di depan masih," kata Leo.

Seketika Caise terkejut, wajahnya bertambah merah. "La... Lakukan sendiri..." Dia menatap sambil menyengir.

"Tapi... Aku bukan dokter..."

"Aku juga bukan dokter."

"Kau dokter... Kau akan jadi dokter suatu saat nanti. Keterampilanmu sangat hebat," kata Leo membuat Caise terdiam dan berwajah malu.

"Aku tak bisa..." Ia membuang pandangan.

Leo terdiam, tapi terpikirkan ide dan berdiri, membuat Caise terkejut menengadah.

Leo menyenderkan tubuhnya di samping bak mandi, seperti berdiri dan duduk sedikit. "Ini akan memudahkanmu dalam posisi... Caise, obati aku," kata Leo sambil memegang dadanya dengan senyum ramah.

Caise terdiam, menelan ludah, lalu berjalan mendekat. "Aku akan mulai..." Ia menatap.

Beberapa menit kemudian, Caise kembali menghela napas panjang. Ia bahkan sampai berkeringat.

"(Aku... Lelah...)" Dia menjatuhkan jarum jahit. Tapi untungnya sebelum Caise menutup mata lelah, Leo memegangnya dan memeluknya. "Terima kasih, kau bekerja keras..." tatapnya.

"Um... Tunggu... Aku akan mandi..." Caise mendorongnya dan masuk ke bak mandi. Namun, ia belum melepaskan kemeja yang ia pakai.

Leo terdiam, lalu merasakan sesuatu di bawahnya. Dia menoleh dan terkejut, langsung memegang selangkangannya. "(Sialan... Kapan aku begini...)" dia lebih memilih berlutut di luar bak mandi. "Kau mau aku ambilkan sabun?" tatapnya.

Caise menoleh. "Masuklah ke sini, kenapa ada di bawah?" Caise menatap bingung.

"Um, Caise... Bisakah kamu mandinya cepat? Aku membutuhkan kamar mandi ini..." Leo menatap dengan sembunyi-sembunyi, membuat Caise bingung.

"Kenapa?" Caise menatap dekat. Tapi siapa sangka, kemejanya yang basah membuat jiplakan tubuhnya yang begitu menawan dan menggoda.

Leo yang melihat itu menggigit bibirnya sendiri. "Tolong, aku butuh beberapa menit saja..."

Caise bingung, lalu tak lama kemudian dia memakai handuk jubah. Ia menoleh ke Leo yang membelakanginya sambil menundukkan wajah.

"Mas Leo, sebenarnya apa yang terjadi?" Caise menatap.

"Ehem... Hanya butuh beberapa waktu... (Kupikir aku akan kuat, tapi ternyata tidak... Ini mungkin karena obatnya,)" Leo membalas.

Namun, karena penasaran, Caise perlahan mendekat dan melihat. "Mas Leo!!"

"Akh... Caise!!" Leo terkejut.

Di saat itu juga, Caise melihat di antara handuk yang menutupi pinggang Leo, sesuatu menonjol dan tampak keras.

Caise terkejut melihat itu. "Astaga... Ukurannya gede banget..." Dia berwajah merah.

Tapi Leo menutupinya dengan tangannya. "Ehem... Butuh waktu..."

"Kenapa? Kenapa tidak lakukan saja... Aku tahu kamu berdiri karena aku, bukan?" Caise menatap memelas.

"Maaf, tapi aku belum siap mengotori gadis kecil sepertimu."

"Gadis kecil!! Apa maksudmu?!"

"Ma... Maksudku, aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku cinta pada hati, bukan pada fisik... (Payah, bagaimana aku bisa menjelaskannya...)"

"Jadi, kamu suka padaku tanpa mengharap hal seperti ini?" Caise menatap.

"Jika dalam hal ini, aku ingin melakukan semuanya, tapi sebelumnya, aku harus mendapatkan persetujuanmu..." kata Leo.

Caise terdiam. "Aku... Aku juga tidak siap." Balasnya seketika, berbalik, dan berjalan pergi dari kamar mandi, membuat Leo terdiam membuang napas panjang. "(Sialan... Kenapa harus sekarang...)"

Sementara itu, Caise menjatuhkan dirinya dan tidur di ranjang besar itu. Ia terbaring sambil melihat ke langit-langit, masih hanya menggunakan handuk jubah itu. Dia memikirkan ukuran milik Leo. "(Kenapa Mas Leo bisa se 'hot' itu... Dia pasti model pria dominan...)" pikirnya, tapi ia menggeleng. "(Apa yang sebenarnya aku pikirkan, ini sungguh memalukan...)"

"Mas Leo... Apa kau sungguh menyukaiku, atau ada maksud tersembunyi kau menyukaiku... (Yang kuingat, dia pertama kali bertingkah saat kita berdua, mengingat aku mengobatinya, dan sekarang aku ingin melihat luka itu, bagaimana dia merasakan sakitnya...)" Caise terdiam. Seketika ia bangun duduk.

"(Aku bisa melihatnya... kan.)" Ia menoleh ke pintu kamar mandi.

"(Apa Mas Leo sedang... Hah?! Masturbasi?!)" Dia terpaku sambil berwajah merah.

"(Sebaiknya aku menunggunya saja... Jangan sampai mengganggunya,)" Caise kembali terdiam.

Namun siapa sangka, sudah 1 jam berlalu membuatnya terdiam menatap jam dinding di kamar hotel itu, lalu dia menggeleng menyadarkan diri dari melamun.

"(Aduh... Kenapa lama sekali... Apa Mas Leo sedang tidur?)" ia bingung.

Lalu beranjak dari kasur dan berjalan membuka pintu, terlihat Leo membelakanginya hanya dengan handuk, selesai mandi. Ia memegang rambutnya yang basah dan melirik pelan ke belakang, di mana Caise terdiam kaku melihat sebuah tato di punggung Leo. Tato yang menutupi punggung atasnya. Leo menoleh ke belakang dari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Ma... Maafkan aku... Apa kamu sudah selesai?" Caise menatap.

"... Sebenarnya... Tak mau turun." Leo mengatakannya dengan wajah ragu.

"Apa?! Kok bisa?!" Caise tampak tak percaya.

"Ehem... Aku sudah melakukannya selama satu jam, bukan... Tapi entah kenapa, berapa kali aku mengocok, kenapa tetap tidak mau turun? Apa karena aku terus teringat tubuhmu?" Leo putus asa, berjongkok di bawah sambil meremas rambutnya dengan pusing.

"Um... Kalau begitu, aku ingin melakukannya..." Caise menatap dengan wajah menggoda, membuat Leo terdiam melihat itu.

"Apa kamu tidak suka?" Caise menatap kecewa.

Namun mendadak, Leo memegang kedua bahunya. "Aku suka," balasnya dengan antusias.