Lalu terdengar Noah berjalan ke ruangan itu. "Leo..." Dia menatap pria terminator itu yang mati di tempat. "Leo, bagus.... Sekarang ayo kita kembali segera...." Dia mendekat ke kotak pil yang tadi tumpah lalu memungutnya, tapi ia terdiam karena Leo membisu dari tadi.
"Leo?" Dia menoleh, lalu melihat darah menetes terus ke bawah Leo, hal itu membuat Noah terpaku dan langsung beranjak mendekat.
"Hoi... Leo!!" Dia berteriak, bahkan menampar Leo, membuat Leo terpaku. Dia menggelengkan wajahnya dengan adanya bekas tamparan Noah di pipinya.
"Akhhh.... Sialan.... Beraninya kau menamparku!!" Leo menatap kesal.
"Kau mulai berpikir kosong lagi... Kau terluka begitu parah..." Noah menatap.
Leo terdiam. "Ini rasanya sungguh sakit, aku tidak berbohong...." tatapnya.
"Aku juga tahu, sialan, tubuhmu babak belur begitu.... Satu-satunya cara..." Noah menunjukkan pil merah yang dilapisi plastik itu.
Leo yang melihat itu menjadi terkejut. "Apa kau gila.... Akh... Aduh...." Dia kesakitan di tengah kekesalannya.
"Obat ini memiliki efek menghilangkan segala sakit yang di derita luka tubuh.... Kau harus minum ini... Lagi pula kau dulu sering mengonsumsinya...." tatap Noah.
"Aku tak mau melakukan itu lagi.... Aku ingin lebih fokus ke Caise... Kau tahu kan obat itu punya efek lain juga!"
"(Obat ini, memang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, karena yang ada di dalam obat ini memberikan respon pada otak untuk fokus mencari suatu hal yang akan membuat tubuh lupa akan luka. Salah satunya, mungkin melakukan hubungan seksual... Hasrat yang tinggi akan terjadi jika meminum ini tapi efek lain nya dapat mencegah sakit luka...) Meskipun itu memiliki efek yang buruk. Percaya saja kau hanya minum sekali saja dan jangan bayangkan apapun... Bukalah mulutmu!!" Noah akan menjejalkan obat itu.
"Akhh tidak.... Aku tidak mau!!"
"Leo!! Ini hanya sekali.... Jika kau pingsan terus mati di sini... Caise akan menangis.... Apalagi kau merasakan luka yang bahkan membuatmu tak bisa bergerak saat ini... Lebih baik turuti aku!!" Noah langsung menyuapinya dengan kasar, membuat Leo langsung menelan obat itu.
"Ekh.... Cough... Cough... Sialan... Aku akan membunuhmu..." Leo menatap kesal, tapi suaranya menjadi rintih dan lemah, seketika dia langsung jatuh, membuat Noah terdiam.
Ia lalu mendengar suara langkah kaki, membuatnya menoleh. Rupanya Kazumi membawa kain putih. "Ini cukup untuk memperban lukanya."
"Oh, baiklah, terima kasih." Noah menerimanya. "Bisa kau bantu aku?" tatapnya, lalu Kazumi mengangguk dan mereka berlutut menatap Leo yang tak sadarkan diri.
"Apa dia akan bangun?"
"Yah, setelah kita selesai, dia akan bangun," balas Noah. Yang benar saja, Leo langsung bangun duduk dengan tatapan kosong.
"Baiklah, dia bangun, ayo Leo, kita kembali," tatap Noah.
Tapi tiba-tiba kerahnya terpegang Leo, membuatnya tertarik dan mendekat. "Jika kau memberikan obat itu lagi, aku akan membunuhmu," tatapnya dengan tajam. Obat itu membuat urat darah merah terlihat di leher Leo.
"Ah, i... Iya... Ten... Tu," Noah tampak gemetar.
Lalu Kazumi memberikan baju atas Leo yang tadi dilepas untuk memperban lukanya. Leo terdiam menatap Kazumi, tak mau tahu apa yang terjadi, dia hanya menerima dan berdiri.
Noah mengambil kotak itu bersama Kazumi yang membantunya.
Leo masih terdiam di tempatnya. Dia merogoh saku celana dan menyalakan rokoknya, di asap pertama yang dia keluarkan, dia teringat Caise. "(Aku tak bisa merasakan darahku mengalir.... Mungkin karena obat itu... Caise.... Aku harap kau masih menunggu aku.)"
--
"(Mas Leo... Kenapa ini lama sekali... Aku benar-benar lapar dan lemas...)" Caise tampak pucat perlahan.
Sepertinya dia tidak diberi makan maupun cemilan dan hanya diikat duduk dari tadi.
"Akh... Kenapa Leo lama! Apa jangan-jangan dia memang mati..." Tuan Mandara tampak kesal hingga dia menoleh ke Caise yang terkejut mendengar perkataannya tadi. "(Mas Leo... Mati?!!)"
"Percuma saja, dia tidak bisa mengambil kotak itu... Aku akan membunuhmu saja..." kata Tuan Mandara. Hal itu tentu saja membuat Caise terkejut. Lalu Tuan Mandara berdiri dan mengambil pisau di meja agak jauh dari tempatnya tadi, lalu kembali mendekat pada Caise.
"Apa... Apa yang kau lakukan... Jangan lakukan!!!" Caise menjadi ketakutan.
"Aku akan membunuhmu saja, Leo tidak akan kemari," kata Tuan Mandara.
"Tidak!! (Mas Leo... Aku mohon kemarilah...)" Caise ketakutan dan bahkan menangis.
Saat pisau itu akan mendekat, tiba-tiba pintu ruangan itu hancur terdobrak kaki seseorang yang membuat Tuan Mandara menoleh dengan terkejut, rupanya itu Leo.
Leo juga melempar kotak itu di depan mereka. "Berikan Caise padaku!!!" teriak Leo seperti harimau yang mengaum.
"Mas Leo," Caise menatap padanya dengan masih ada air mata. Lalu Leo menoleh, wajahnya tiba-tiba berubah khawatir.
"Caise," ia berjalan mendekat dan melepas ikatan Caise.
"Mas Leo... Kau baik-baik saja?" Caise berdiri sambil menatap. Tapi ia pastinya juga terkejut karena seluruh tubuh Leo benar-benar terluka parah dan bajunya berantakan. Leo terdiam sedih dan memeluk Caise. "Maafkan aku..." Dia memeluk sangat erat, membuat Caise terdiam kaku.
"Mas Leo... Aku juga minta maaf," Caise melanjutkan tangisnya.
"Tidak, Caise... Aku yang harusnya minta maaf. Aku tak bisa menjelaskan padamu semuanya... Aku takut kau tidak akan siap dan ini semua terjadi. Maafkan aku, harusnya aku yang memberitahumu..." Leo menatap menyesal, sungguh sangat menyesal.
"(Rupanya benar... Gadis ini membuatnya seperti bayi,)" Tuan Mandara yang melihat itu menjadi terkejut sendiri melihat ekspresi Leo yang tadi berubah drastis.
"Mas Leo... Tak apa-apa," Caise mengelus pelan punggung Leo meskipun kasar karena luka. Dari belakang Caise, Tuan Mandara yang melihat itu menjadi terdiam kaku karena Leo yang menghadap padanya memasang wajah marah padanya.
Leo memasang wajah seram itu saat memeluk Caise dan menghadap Tuan Mandara.
Tuan Mandara menelan ludah ketakutan, tapi ia menjadi tersenyum kecil. "Ehem... Kau bisa pergi, Leo... Tapi jika kau tidak mau melakukan dariku lagi, aku terpaksa melakukan ini lagi... Kau harus mengerti itu."
Leo terdiam dengan wajahnya lalu menggendong Caise di dada. "Ah... Mas Leo," Caise menjadi terkejut. "Turunkan aku... Aku bisa jalan sendiri," tatapnya, tapi ia menjadi terdiam ketika melihat wajah serius Leo. "(Wajah Mas Leo... Menjadi serius!!?)"
Lalu Leo berjalan pergi dari sana, dan Tuan Mandara bisa bernapas lega.
Dia membawa Caise keluar di jalan gelap dan sepi itu. Tapi tiba tiba langkah Leo berhenti melihat seseorang di depan.
"Mas Leo?" Caise menatap bingung lalu melihat di depan, seketika ia terkejut karena itu gadis bulan, Luna.
"Leo...." panggil nya dengan bernada pada Leo.
"(Apa itu gadis bulan?!)" Caise masih menatap tak percaya dan dia melihat dari bawah sampai atas. "(Wajahnya... Hampir mirip dengan ku... Dia sungguh sangat cantik... Aku bahkan tak secantik itu... Apa dia akan membawa Mas Leo pergi?)" dia tampak khawatir.
Tapi Leo hanya memasang wajah serius. "Luna... Kita sudah berakhir... Aku sudah mengatakan nya padamu... Mandara tak ada hubungan apapun lagi dengan ku, kau pun juga..."
"Jadi? Kau meninggalkan ku sekarang? Bersama dengan gadis yang ada di tangan mu?" Luna menatap tajam pada Caise yang tak nyaman, dia bahkan masih di gendong Leo di dada.
"Aku tidak meninggalkan mu karena Caise... Kau yang memulai ini duluan... Jangan ganggu hidup ku lagi..." kata Leo dan dia melangkah berjalan melewati Luna yang mengepal tangan.
"Hanya gadis biasa!" teriaknya membuat Caise terkejut mendengar nya. "(Aku seperti direndahkan beberapa kali jika aku berada di dekat Mas Leo...)" dia tampak kecewa.
"Caise..." Leo memanggil.
Tapi Caise juga bicara. "Mas Leo... Turunkan aku, aku bisa berjalan sendiri."
"Tidak perlu, kau pastinya lapar... Aku tahu dia tidak memberimu makan... Dan apa ini," Leo memegang pipi Caise yang tampak merah sedikit.
"Ah um... Ini baik-baik saja..."
"Katakan padaku, Caise..." Leo menatap serius membuat Caise terdiam.
"Apa dia menyakitimu? Dia menamparmu?" tambah Leo, tapi Caise menggeleng tak mau mengatakan.
"Aku akan membunuhnya nant—
"Mas Leo..." tiba-tiba Caise menyela. Dia memegang kedua pipi Leo. "Kamu tak pernah memasang wajah ini padaku..." Caise menatap khawatir. Rupanya Leo memang memasang wajah serius bahkan pada Caise, dia belum merubahnya dan sekarang dia benar-benar terdiam.
"Caise..." Dia menatap bawah dengan tatapan yang sungguh sedih sambil mengencangkan memegang tubuh Caise. "Aku benar-benar minta maaf padamu... Gadis bulan tak pernah aku cintai... Tolong percayalah padaku... Aku tak tahu lagi harus melakukan apa untuk membuatmu kembali lagi padaku," ia tampak kecewa.
Tapi ada yang menyentuhnya, yakni tangan lembut milik Caise yang mengusap wajah Leo, membuat Leo menatapnya.
"Kau sudah melakukan ini... Aku minta maaf, ini semua kesalahan paham... Aku tahu kau tersiksa oleh gadis bulan, dan jika kamu memang menyukaiku, aku tidak akan melakukan hal yang sama seperti gadis bulan meskipun aku tidak tahu sepenuhnya... Aku bisa menerima kamu dengan baik," kata Caise. Dia mengusap rambut Leo ke belakang dan mencium kening Leo, membuat Leo terdiam menutup mata merasakan kecupan itu.
"Caise... Terima kasih," Leo menatap.
"Jadi, jangan bertingkah seperti anak kecil lagi..." tatap Caise. Lalu Leo mengangguk dan melanjutkan jalannya.
Tapi Caise terdiam berpikir dengan ragu lalu mengatakan sesuatu. "Apa kau memilih ku dari pada Gadis Bulan itu? Tapi kenapa?" tatapnya.
Leo yang mendengar itu menjadi terdiam, lalu menjawab. "Karena kau manis.... Kau seperti kucing kecil yang harus aku lindungi, kau imut... Aku menyukai sikap mu Caise..."
"Dan kamu tahu bahwa aku bukan gadis biasa?" Caise menatap.
Leo terdiam sejenak mencerna itu. "(Apa maksudnya?) Er.... Tentu kau bukan gadis biasa... Kau gadis yang hebat..."
"(Padahal aku bukan gadis biasa....)" Caise tampak kecewa.
Leo yang melihat itu menjadi berpikir untuk mencairkan suasana. "Kau ingin memakan apa?"
"Um, sebenarnya aku ingin mandi dulu saja... Tubuhku tidak nyaman karena..." Caise membuka bajunya, dan rupanya baju dalamnya ada bekas darah, membuat Leo terkejut. "Darah, kenapa?"
"Mas Leo juga berdarah-darah, bukan? Bahkan ini... Aku bisa merasakan banyaknya lukamu tersentuh. Apa kamu tidak kesakitan..." Caise menatap.
Leo terdiam sejenak lalu menghela napas panjang. "Sebaiknya kita cari tempat dulu." Ia melihat sekitar dan rupanya menemukan hotel di sana, seketika dia tersenyum seringai.
Leo berjalan masuk ke dalam hotel, membuat Caise tersadar. "Tu... Tunggu, apa yang akan kau lakukan, tidak..." Caise ketakutan.
"Ada apa, Caise?" Leo terdiam bingung.
"M... M.... Mas Leo... Kamu mau apa?"
"Tidurlah di sini, rumah sangat jauh. Apa kau tahu ini di mana?"
"Di mana?"
"Jadi dia tidak memberitahumu, kita ada di Persia."
"Apa..." Caise menjadi terkejut.