Namun, seseorang memegang leher bawahnya dan menekannya, membuat Caise terkejut. "Cough..." Dia membuka mata dan melihat seorang pria menatapnya datar.
"Pendarahan pernapasan, itu dapat menutupi jalur udara yang keluar dari mulut. Jika hanya mengandalkan hidung, hidungmu akan sakit... Tetaplah bernapas pelan," katanya sambil menekan pelan leher bawah Caise, mengusap darah di bibir dan wajahnya.
"(Cough... Siapa dia... Kenapa dia membantuku?)" Caise menatap polos pria itu. "Aku Virendra... Jangan senang karena aku memihak Tuan Mandara," kata pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Virendra.
Lalu Tuan Mandara mendekat. "Bagaimana? Apa dia baik-baik saja? Kalau Leo sampai tahu hal ini, dia akan mengamuk... Aku tak berharap gadis ini mati," kata Tuan Mandara.
"Pendarahan pernapasan adalah hal langka, hanya dimiliki oleh seseorang yang bisa memprediksi masa depan melalui jaringan otak yang menyerap kekuatan jantung dan paru-paru... Dan aku yakin, ini hanya terjadi 1:100," jelas Virendra, menatap Caise dengan lirikan yang membuatnya terdiam.
"Lalu bagaimana? Apa dia baik-baik saja?"
"Seharusnya dia mati dengan satu hirupan napas, tapi dia gadis yang beruntung... Jangan memukulnya atau melakukan hal yang menyakitinya, atau dia akan mengulangi sakaratul mautnya," balas Virendra, lalu berjalan pergi.
Tuan Mandara teringat saat dia menampar Caise. "(Gadis ini lemah, tapi kuat soal penyakitnya. Tungu, ini penyakit kan?)"
Lalu Caise berbicara pada Tuan Mandara. "Aku mohon... Jangan sakiti Mas Leo..." Tatapannya lemah, namun siapa sangka pesona cantiknya mendadak muncul saat dia menatap Tuan Mandara.
Hal itu membuat Tuan Mandara terkejut. "(Apa?! Bagaimana bisa?! Rupanya dia memang cantik dan imut...)" ia tampak tak percaya.
"Ehem... Leo sedang dalam perjalanan untuk mengambil sesuatu yang kuminta demi dirimu. Aku mengikatmu di sini, dan dia mau mengambil barang itu. Untung saja aku cepat menemukan gadis sepertimu."
"Barang apa... yang diambil Mas Leo?"
"Kau mana tahu... Pil itu akan dijual mahal, kecuali jika belum diambil seseorang. Jika sudah, pekerjaan Leo akan bertambah sendiri," kata Tuan Mandara.
Hal itu membuat Caise tidak percaya. "(Rupanya dia melakukan semua ini hanya untuk membuat Mas Leo mengambil barangnya... Tapi kenapa Mas Leo menolak? Apakah dia tahu akhirnya akan begini...?)"
"Dengar ini," Tuan Mandara memegang dagu Caise, membuatnya terdiam menatap.
"Kau benar-benar gadis yang imut. Aku tidak tahan memakanmu, tapi mau bagaimana lagi, kau milik Leo... Jika aku sampai menyentuhmu, bahkan di area tangan pun, dia pasti akan mengetahuinya. Jadi aku hanya menggunakanmu sebagai umpan untuknya, tapi tidak berharap menyakitimu, karena aku tahu akhirnya," kata Tuan Mandara, membuat Caise terdiam.
"(Dia hanya ingin memojokkan dan memaksa Mas Leo melakukan perintahnya...)"
--
Leo sudah sampai di dermaga dan masuk ke perbatasan penjagaan. Di sana, ada seorang pria berbaju militer menghadangnya.
Leo menghentikan motor speed yang dia pakai. Rupanya, dia menggunakan motor speed berwarna hitam dengan garis merah.
"Pergilah dari jalanku, kau sialan," kata Leo.
"Apa kau punya kartu pekerja di sini? Kau bukan dari sini, dilarang kemari," pria itu menatap dan menolak Leo masuk. Lalu Leo membuka helmnya dan melepasnya.
"Sekarang, pergilah!"
Seketika, pria itu terkejut setengah mati. "T... Tuan Leo... Sudah lama kau tidak kemari. Apa ada perlu? Aku bisa membantumu."
"Aku butuh info soal kapan pengangkut kargo ke 59."
"Kapal itu sudah berhenti 4 hari yang lalu dan meninggalkan satu kargo yang telah dibeli Direktur Mandara. Tapi entahlah, itu sudah 4 hari lalu dan— He... Aku belum selesai bicara!!"
Leo menyela dengan memakai helmnya dan menyalakan kembali mesin motornya.
"Aku akan kembali," kata Leo sambil melewati palang penjagaan, membuat palang penjara rusak dan hancur.
Membuat serpihan nya terkena pria itu yang menatap kosong.
Ia memajukan motor miliknya hingga melewati banyak kargo di sana. Celah tersempit pun juga bisa ia lalui seperti seorang profesional. Tak heran Noah juga memakai motor yang sama miliknya, tapi warnanya berbeda.
Ia berhenti di depan kargo berwarna merah, menghentikan motornya, melepas helmnya, lalu turun.
Ia mendekat ke pintu kargo tanpa ragu-ragu. Seketika, dia menendang pintu itu dengan kaki kirinya. Pintu kargo itu terbuka rusak, terdorong ke dalam. Padahal, pintu kargo itu jelas sangat berat.
Ia masuk dan terdiam karena isi kargo itu benar-benar tak ada sama sekali barang apapun.
"(Sialan...)" ia kesal dan keluar, memakai kembali helm dan menyalakan motornya.
Pria penjaga tadi masih ada di sana merapikan pecahan palang pembatas yang tadi dihancurkan Leo. Ia mendengar sesuatu dari dalam dan menoleh. Leo memberhentikan motor dan mendekat padanya.
"Tuan Leo, apa ada sesuatu?"
"Hei... Di mana dan siapa yang membawa benda itu di kargo merah!!!???"
"D... Dress.... Hitam."
"Dress hitam... Maksudmu organisasi pembentuk terminator itu?"
"I... Iya... Mereka 2 hari lalu kemari dan menerobos mengambil benda yang aku tidak tahu, tapi yang pasti itu dari kargo merah itu."
"Cih... Akan membuat pekerjaanku bertambah. Sekarang, di mana mereka?"
"Maafkan aku... Aku tidak tahu."
"Cih!!!" Leo kesal dan melempar orang itu hingga jatuh. Ia lalu kembali pergi dengan motornya.
---
"Apa maksudmu... Dress hitam?" Caise terdiam kaku.
"Itu adalah organisasi pengambil... Melakukan apapun dengan kawanan terminatornya."
"Ter... minator?"
"Mereka kelompok bawahan dress hitam, akan sangat sulit melawan, apalagi wanita terminator Siberia itu."
"(Mas Leo.... Tidak... Sudah kuduga itu akan berbahaya,)" Caise menjadi khawatir.
---
Leo sudah sampai di gedung rahasia dress hitam.
"(Aku benar-benar sudah lupa tempatnya, semoga saja masih ada di sini,)" ia masuk begitu saja lewat belakang.
Sementara di dalam, seorang eksekutif besar, Tuan Kenith, mengambil pisau dan menancapkannya dari dekat di kotak barang berisi pil yang tadi akan diambil Leo.
"Ini sudah ke sekian kalinya aku mengambil barang dari sana dan ini benar-benar menyenangkan untukku. Apa seseorang akan datang mengambil? Huh, tidak akan!" kata Tuan Kenith.
Tapi tiba-tiba, sebuah peluru menembak ke pisau yang menancap itu, membuat Tuan Kenith terkejut dan menoleh ke arah peluru yang muncul. Rupanya, itu Leo.
"Kembalikan barang itu, kau membuatku repot!!" teriak Leo dengan kesal.
"Leo!!! Kau yang punya ini?"
"Bukan aku... Aku hanya mengambilnya," balas Leo sambil mendekat, tapi tak disangka-sangka seorang wanita terminator Siberia melompat untuk menendangnya dengan kakinya. Leo menoleh kecil dan tersenyum, dan di saat itu juga, ada yang membuat wanita itu melompat mundur. Dan rupanya itu Noah dengan sebuah tongkat pemukul saja.
"Kupikir kau datang sendiri," kata Tuan Kenith.
"Tak juga... Aku juga tidak mengundangnya," Leo membalas, lalu Noah memberikan tongkat pemukul itu ke tangannya.
"Cih... Aku hanya baru datang," cengir Noah.
"Sekarang berikan barang itu... Tuan... Kenith... Aku datang jauh-jauh hanya untuk itu, jadi berikan padaku," kata Leo sambil memasang wajah buas dengan senyuman membunuh, sambil meletakkan tongkat pemukul itu di pundaknya.
"Bagaimana jika aku membelinya?"
"Membeli?" Leo terdiam.
"Mati kau!!!" tiba-tiba, wanita Siberia itu kembali melompat, dan untungnya Noah menangkisnya, melindungi Leo.
"Lawanmu adalah aku!!" teriak Noah.
Sementara Leo masih berdiri, ia menghadap Tuan Kenith.
"Ini terlalu aneh, bukan? Lebih baik kau membawa uang daripada tertangkap karena barang ini. Bagaimana?" tatap Tuan Kenith.
". . Hm.... Itu mudah dan menguntungkan."
"(Bagus... Mudah sekali untuk menyetujuinya.)" Tuan Kenith menjadi tersenyum kecil. Tapi mendadak, tongkat pemukul itu melesat melewati samping kepala Tuan Kenith. Meleset sedikit saja bisa mengenai kepalanya. Hal itu membuatnya terdiam kaku setengah mati.
"Sebaiknya tutup mulutmu... Kau tahu bukan perasaanku berubah cepat. Aku bisa marah, aku bisa tenang, aku bisa bodoh dan aku bisa pintar. Masalah uang bukanlah masalah dunia kita, dunia kita adalah masalah larangan... Barang itu adalah tujuan utama aku datang ke mari," kata Leo sambil berjalan mendekat.
Sementara Noah masih bertarung dengan wanita terminator Siberia itu.
Wanita itu terus melemparkan serangan lewat kakinya, sikunya, dan kepalan tangannya.
"(Cih, dia terlalu kuat, aku bisa melihat ototnya,)" Noah menangkis serangan itu dengan kakinya terus menerus.
Hingga ia mulai kewalahan dan tak ada kesempatan untuk menyerang balik.
Tapi ada sesuatu yang membuatnya mendapat ide. Dia melihat sebuah boneka manekin kayu di sana, lalu menendang ke atas dan memukulnya mengenai kepala wanita itu. Tapi dia sama sekali tak tumbang, meskipun kepalanya sudah berdarah.
"(Gilak... Dia manusia atau iblis?)" Noah menjadi terkejut.
"Cih... Terlalu lemah," kata wanita itu sambil kembali menyerangnya.
"Haiz... Baiklah, terserah, waktunya singkat." Noah mengambil sesuatu dari baju belakangnya, dan tak disangka-sangka, itu adalah pedang panjang. Bagaimana itu bisa disimpan di sana?!?
"Apa...!!!?" wanita itu menjadi terkejut.
"Aku dari Jepang, jelas sekali ini harus kubawa selalu," kata Noah.
Leo yang melihat itu menatap datar. "Kita memang dari Jepang, kau bodo..."
"Hmp... Itu sama sekali lemah." Wanita itu meremehkan Noah yang terdiam dan tersenyum kecil. Ia berjalan melewatinya, membuat wanita Siberia itu bingung, tapi ia menjadi terdiam kaku seketika saat muncul goresan tebasan pedang di tengah wajahnya. Ia terbelah begitu saja, padahal Noah tak terlihat menggerakkan pedangnya sama sekali. Ia kembali memasukkan pedang itu ke dalam bajunya.
"Huf... Ini sudah lama untuk menggunakan teknik itu... Leo.... Aku pergi dulu," kata Noah.
"Ha!!!... Apa maksudmu bodoh? Kenapa aku mau pergi duluan!!??" Leo berteriak kesal.
"Kita akhiri saja ini, kau sialan!!!!" teriak Tuan Kenith sambil menyerangnya dengan pisau, membuat Leo terdiam.
Tapi Tuan Kenith menjadi terdiam saat ujung pisau hampir mengenai kepala Leo. Lalu ia tumbang begitu saja, dan rupanya Noah juga telah menusuknya dari belakang.
Pedang itu menusuk menembus badan nya dan darah menetes kemana mana dengan wajah Tuan Kenith yang tidak percaya, lalu Noah mencabut pedang nya dan mengibaskan nya untuk membersihkan darah itu.
"Cih... Kau membuat pedangku kotor," tak cukup bersih, Noah membersihkan pedangnya dengan kain. Ia telah membunuh dua orang dalam satu tempat menggunakan pedangnya. Leo berjalan ke kotak barang pil itu lalu membawanya.
"Gitu dari tadi, apa susah nya... Orang seperti itu pasti akan tetap kalah pada akhirnya..."