Chapter 4 - Chapter 4

Di sisi lain, Lena dan Lina mengalihkan pandangannya dari Edric setelah melihat Edric berjalan menjauh dari mereka. Mereka saling pandang dengan wajah yang masih memerah, bukannya masih terangsang akibat godaan Edric tadi, melainkan gara-gara melihat kepedulian Edric kepada putri mereka.

"Kenapa wajahmu ikut memerah, Kak?! Jangan bilang pikiranmu juga sama denganku, ingin memberi Edric anak yang benar-benar darah dagingnya!" Menaik-turunkan alis saat berucap, Lina mencoba menggoda Kakaknya yang terkenal sedikit pemalu.

"Enak aja! Aku enggak semesum dirimu tau!" Jawaban singkat Lena sebelum memalingkan muka dari Lina, terlalu malu untuk mengakui kebenaran yang dikatakannya.

Sedangkan Lina tidak terima tuduhan 'orang mesum' yang dilayangkan padanya. "Apa hubungannya ingin punya anak sama mesum?! Lagian, di antara kita yang paling mesum kan Kakak! Coba diingat-ingat, siapa yang menyarankan untuk Threesome di WC umum, di dalam kolam renang, pinggir jalan, dan~!"

"Cukup! Jangan bahas itu!" Ejekan Lina dihentikan di tengah jalan. Lena tak kuasa lagi mendengar hal-hal memalukan yang disebutkan Lina, sampai-sampai ingin sekali menggali lubang untuk menyembunyikan wajahnya yang lebih merah dari sebelumnya.

Setelah Lena menyuruh berhenti, tidak ada lagi yang berbicara, diam di tengah suara berisik yang berasal dari TV. Selang beberapa saat, Lena mengucapkan sebuah kalimat. "Ga cuma kamu yang ingin melahirkan anaknya Edric, aku juga! Tapi sepertinya hal itu mustahil terwujud mengingat kemarin ayah memberitahu bahwa aku telah dijodohkan dengan atasannya!" Sekarang di wajah Lena hanya ada kesedihan.

"Apa, Kakak juga?!" Terkejut Lina mendengarnya. "Kalo aku bukan Ayah, tapi Ibu, dia bilang ingin menjodohkanku dengan rekan bisnisnya yang seorang duda tiga anak! Bukan masalah duda yang aku permasalahkan, umurnya itu loh udah 50 tahunan ke atas!" Lina memutar matanya, dan beberapa kali terlihat memukul bantal sebagai tanda sebal atas keputusan sepihak ibunya. "Ibu juga tidak memberiku pilihan untuk menolak lagi, bagaimana denganmu Kak, apakah sama denganku?!" Berbeda dengan Lena yang bersedih, Lina masih bisa tersenyum, tampak itu bukan masalah besar yang sulit untuk diatasi.

Hal itu membuat Lena heran, meski begitu dia menyimpan keheranannya, dan lebih memilih menjawab pertanyaan Lina terlebih dulu. "Hampir sama, bedanya cuma dia bukan seorang duda!" Lena menghela napas atas nasib buruk yang harus mereka terima.

"Sangat jengkel! Entah kenapa semenjak kita menjadi korban pemerkosaan, perlakuan ayah dan ibu sangat berbeda! Dulu di sayang-sayang bak harta berharga, sekarang tak lebih seperti alat tukar!" Sekali lagi, Lina memukul-mukul bantal yang ada di pangkuannya untuk meluapkan emosinya.

Sementara Lena yang menatap TV dengan tatapan kosong tidak menanggapi ucapan Lina. Tidak tahu apa yang harus ditanggapi, kenyataannya memang begitu.

"Oh iya, bagaimana menurutmu, haruskah hal ini diberitahukan ke Edric?! Mungkin saja dia punya jalan keluar, terlebih tidak mungkin kan dia akan membiarkan kekasihnya diambil orang lain!" Lina menatap Lena untuk meminta sarannya.

Sebenarnya tanpa meminta saran dari Lena, dari awal Lina memang berniat memberitahukan hal itu ke Edric, dan dia yakin Edric bisa mengatasinya, makanya di dalam dirinya tidak ada kekhawatiran sama sekali saat diberitahu akan ada dijodohkan.

"Hah?!" Lena balik menatap Lina dengan tatapan terkejut. "Apa ka~!" Belum sempat menyelesaikan kalimat, terdengar suara Edric yang berbicara dari arah belakang mereka.

[Buset dah! Apa kalian sedang horny, bisa-bisanya saling tatap-tatapan begitu!] Yang diikuti suara pintu tertutup.

Mereka serempak melirik ke arah sumber suara, mendapati Edric mulai berjalan ke arah mereka dari pintu kamar.

"Horny gundulmu! Kami sedang berdiskusi, apakah perlu memb~ mmm mmm mmmm!" Lina berniat memberitahu Edric tentang masalah perjodohan. Namun siapa sangka, tiba-tiba Lena menutup mulutnya, membuat sisa kalimat yang ingin diucapkannya menjadi gumamman yang tidak jelas.

Rasa penasaran mengapa Lena melakukan hal itu memenuhi pikirannya, dia pun meliriknya untuk meminta jawaban, dan dijawab dengan sebuah bisikan yang amat pelan. "Jangan asal ceplas-ceplos tanpa memikirkan akibatnya! Bila Edric dengan orang tua kita berseteru, yang ada malah membuat Edric dalam masalah! Kau tahu sifat orang tua kita bagaimana!" Kalimat itu diucapkan Lena dalam posisi mulut tertutup, hanya bibir yang sedikit bergerak untuk menghindari diketahui oleh Edric.

Seketika mata Lina membelalak, ucapan Lena telah menyadarkannya. Awalnya dia ingin menyuruh Edric untuk mengancam orang tua mereka menggunakan rahasia tentang tragedi pemerkosaan agar mau membatalkan perjodohan, makanya dia tenang-tenang saja. Sekarang tahu bahwa mustahil membatalkan perjodohan itu membuatnya sedih sebagaimana Lena.

Selesai memperingatkan Lina, Lena melepaskan mulutnya Lina sekaligus mengalihkan perhatiannya kembali pada Edric. "Hehehe! Kita sedang berdiskusi tentang persiapan menghadapi bencana yang dimaksud Profesor Shi Shan! Hasilnya, kami memutuskan untuk membeli pasokan makanan sebanyak-banyaknya karena itu adalah modal utama untuk bertahan hidup! Benar begitu kan Lina?!" Di atas, Lena memperlihatkan senyum yang dipaksakan. Sedangkan di bawah, bagian yang tidak bisa dilihat Edric karena terhalang sandaran sofa, Lena memukul kaki Lina dengan maksud untuk memberitahu Lina agar membenarkan kebohongan.

"Y-Ya... Ya benar! Itu maksudku!" Lina juga ikutan memperlihatkan senyum yang dipaksakan.

Gelagat aneh yang mereka perlihatkan tidak mengundang rasa curiga yang dimiliki Edric. Dia masih tetap berjalan sembari mendengarkan apa yang mereka ucapkan, hingga tak terasa ucapan Lina berakhir bertepatan dengan dirinya yang sampai di belakang sofa.

"Aku juga berpikir begitu!" Sama seperti di awal tadi, melompati sofa itu untuk duduk di antara mereka. Lalu melanjutkan perkataannya yang sempat terpotong gara-gara tindakannya. "Namun rencana fix-nya, tunggu hasil rapat dengan yang lainnya nanti!" Menyandarkan punggung ke sandaran sofa, dan menaikkan kaki ke meja. Edric berniat menikmati waktunya untuk rebahan sebentar, menunggu para pelayannya datang berkumpul.

Biasanya kalau dia sudah dalam posisi bersantai seperti ini, para wanitanya akan melakukan sesuatu yang disukainya, memijit tubuhnya atau sekedar memeluk untuk membuat dirinya merasa nyaman. Apa yang disebutkannya terbukti, selang beberapa milidetik setelah rebahan, Lena juga ikut rebahan, memeluk lengan dan menyandarkan kepala pada pundaknya.

Sementara itu di lengan kanannya, dia tidak merasakan Lina memeluknya. Ini tentu membuat dirinya keheranan lantaran di antara para wanitanya, Lina yang paling suka menempel padanya bak prangko.

"Yaelah malah bengong, emang lagi mikirin apaan sih?!" Dalam keheranannya, Edric melirik ke arah Lina, hanya mendapati Lina sedang menatapnya dengan tatapan kosong.

Pertanyaan dari Edric menyadarkan Lina. "Apa?!" Sekalinya sadar langsung balik tanya ke Edric. Dia tidak memperhatikan yang sedang terjadi di sekitar, pikirannya barusan sedang melayang jauh, masih memikirkan cara membatalkan perjodohan tanpa melibatkan Edric.

Jeda beberapa milidetik, Lina langsung menyesali kata yang barusan keluar dari mulutnya. Dia baru ingat, salah satu hal yang dibenci Edric adalah diabaikan, dan anehnya secara tidak sengaja dia melakukan hal yang sangat dihindarinya itu. "Maaf!" Buru-buru Lina memegang lengan Edric dengan kedua tangan untuk meminta maaf.

Permintaan maaf itu sepertinya sia-sia, ekspresi santai yang ada di wajah Edric pun sudah tidak lagi terlihat. Sekarang yang ada hanya jutek sebagaimana saat mood lagi turun.

"Oh iya, saat semuanya datang, langsung saja suruh mereka ke kamar!" Mengabaikan pertanyaan Lina, Edric berbicara kepada Lena menggunakan nada datar.

Setelah melihat anggukan dari Lena, Edric bangkit dari rebahannya, berniat ingin pergi dari situ. Namun saat berjalan selangkah, langkah kakinya terganggu gara-gara Lina memegangi tangannya.

"Edric, jangan marah! Maaf, aku benar-benar tidak sengaja! Tadi... aku sedang memikirkan sesuatu!" Sudah ada masalah tentang perjodohan, sekarang harus ditambah masalah pertengkaran dengan seseorang yang dicintai cuma gara-gara masalah sepele, mau tak mau hal ini meningkatkan kesedihan yang ada di wajahnya.

Sayangnya Edric tidak peduli ekspresi yang diperlihatkan Lina itu, bahkan sama sekali tidak meliriknya. "Seingatku, dulu Lena juga pernah melakukan hal yang aku benci itu, dan pada saat itu juga aku mengatakan kepada kalian berdua untuk terbuka sesama anggota keluarga di sini! Kalau ada masalah, katakan, kita hadapi bersama-sama, jangan disimpan sendiri agar secara tidak sengaja melakukan hal yang aku benci itu! Yah sepertinya percuma membahas hal itu lagi, pasti juga tidak kamu dengerin!" Selesai berbicara, Edric melepaskan tangannya dari genggaman Lina, lalu melanjutkan langkahnya pergi menuju pintu kamar dengan langkah cepat.

"Edric, bagaimana kamu tega! Kita sudah lama bersama, cuma gara-gara masalah sepele kita harus bertengkar seperti ini?!" Masih tidak ingin menyerah, Lina masih berusaha mencoba membuat Edric tidak marah.

Hanya saja cara yang digunakan sangat salah, menyebut kejadian di mana Lina mengabaikan pertanyaan dari Edric merupakan suatu hal sepele. Lina tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya itu telah memancing emosi Edric.

Setengah perjalanan lagi sampai di depan pintu kamar, Edric tiba-tiba berhenti. "Justru gara-gara histori kita, aku tidak akan memukulimu karena mengatakan diabaikan adalah hal sepele! Kalo kamu orang asing, sudah dari tadi kamu akan tergeletak di lantai!" Edric berbicara tanpa membalikkan badan, dan langsung pergi begitu saja setelah selesai.

"Kamu..." Sangat mengejutkan mengetahui sifat Edric yang berubah cuma gara-gara hal sepele, ini membuat Lina penasaran. Namun rasa penasaran itu harus disimpan terlebih dulu, ada hal lain yang lebih penting, yaitu meminta maaf agar mereka bisa berbaikan kembali. "Edric!" Lina mencoba bangkit, ingin mengejar Edric yang sudah akan memasuki kamar.

Namun, Lena yang dari tadi diam saja, hanya mendengarkan pertengkaran mereka, secara mengejutkan menghentikan Lina. "Lina, stop! Jangan terus-terusan mengejar Edric, yang ada malah semakin membuatnya marah! Tenangkan pikiranmu, dibuat santai, nanti juga ga ada sehari sudah balikan!" Lena berusaha menenangkan Lina.