Chapter 5 - Chapter 5

Usaha yang dilakukan Lena memiliki efek, Lina tidak berusaha lagi mengejar Edric, memilih duduk kembali. Kali ini posisi duduknya sedikit berbeda, duduk sambil memeluk lutut, dan menyembunyikan wajahnya di antara dua kakinya.

"Kamu pasti penasaran mengapa Edric begitu sensitif dengan yang namanya diabaikan?!" Lina masih diam, tidak terlihat niat untuk menjawab pertanyaan Lena. Meski begitu, Lena tetap meneruskan omongannya. "Aku menyuruh bawahan ayah untuk menelusurinya! Hasilnya, dipastikan mengapa Edric bisa begitu karena trauma yang diidapnya saat masih kecil!" Di jeda ini Lina mengangkat wajahnya untuk menatap Lena, sebagai tanda tertarik akan topik yang sedang dibahas. "Menurut laporan anak buah ayah, dikatakan Edric selalu diabaikan oleh orang-orang yang dicintainya! Pertama orang tuanya, setelah orang tuanya bercerai, Edric yang saat itu masih duduk di bangku SD, diabaikan orang tuanya dengan cara dibuang ke panti asuhan, yang mana panti asuhan itu bukan sembarang panti asuhan lantaran untuk mendapatkan sesuap nasi diharuskan saling bertarung! Kedua para pacarnya, mulai dari pacar saat masih duduk di bangku SD hingga SMP, semua mengabaikan Edric hanya karena telah menemukan pria yang lebih kaya! Kurang lebih seperti itu, sebenarnya masih ada lagi, bahkan banyak, mungkin bila diceritakan semua, kita bisa menginap di sini sampai dua hari ke depan!" Lena mengakhiri omongannya dengan sebuah senyum bahagia, merasa senang melihat Lina tidak bersedih lagi.

Mengetahui semua itu, reaksi yang bisa diberikan Lina hanya menghela napas di dalam batin. Rasa penasaran sudah terbayarkan, sekaligus memendam rasa jengkel kepada Lena yang menyembunyikan rahasia sebesar itu darinya.

Sebenarnya dia tidak keberatan sih tidak diberitahu hal itu, hanya saja yang membuat dirinya keberatan adalah, sebagai saudari kembar mengapa Lena tidak berusaha mengalihkan perhatian Edric saat akan membangunkannya dari lamunan, atau mungkin Lena sendiri yang mencoba membangunkan dirinya.

Sangat yakin Lena sengaja membiarkannya agar Edric marah kepadanya, mungkin ini bentuk balas dendam akibat kemarin dia tidak memberinya contekan saat mengerjakan soal UAS mata pelajaran matematika, mata pelajaran yang tidak Lena kuasai.

"Apa kamu ingin jalan-jalan untuk mencari udara segar?!" Melihat Lina yang bengong saja, dia pikir Lina keingat kembali tentang masalah pertengkaran dengan Edric. Jadi dia berniat mengajaknya keluar agar lebih cepat melupakan hal itu.

Niat baik Lena tidak disambut baik oleh Lina yang memendam rasa jengkel kepada Lena. "Tidak, terima kasih! Aku mengantuk, ingin pulang saja!" Setelah mengatakan itu, Lina pergi begitu saja meninggalkan Lena yang masih duduk di sofa.

"Ada apa dengan anak itu, mengapa nada bicaranya terdengar sangat jutek?!" Gumaman pelan Lina yang diikuti kemunculan ekspresi heran di wajahnya. "Yah apapun itu, aku harus menyusulnya! Emosinya sedang tidak stabil, akan sangat berbahaya mengendarai mobil!" Cepat-cepat Lina bangun dari sofa, dan berlari menyusul Lena yang terlihat sudah membuka pintu depan.

Sementara saudari kembar itu pergi, mari kembali di mana Edric sedang berada, yaitu di dalam kamar tidur. Kamar itu bergaya klasik, ada ranjang berukuran king size yang didominasi warna merah, lampu tidur di kanan kirinya yang masing-masing di sangga meja nakas. Lalu di samping meja nakas sebelah kanan, ada sebuah meja rias yang amat panjang, dari ujung hingga ke ujung, tidak mengherankan mengingat di sini ada lebih dari 10 wanita.

Kemudian di samping meja nakas sebelah kiri, ada sebuah lemari yang juga panjang dan besar, mungkin setara 5 lemari yang dijadikan satu. Dari ujung ke ujung, lemari itu hanya menempati setengahnya saja, sedangkan sisanya diisi ruang kosong dan meja yang sepaket dengan sofa berbentuk huruf 'L' yang terletak di sudut sebelah kiri dari pintu kamar.

Setelah melihat semua barang yang ada di dalam kamar itu, pasti bertanya di mana Edric sedang berada. Jawabannya, Edric sedang duduk di sofa itu dengan arah pandangan yang tertuju pada Avelyn dan Evelyn yang tertidur pulas di ranjang.

"Apakah aku terlalu keras kepada mereka, marah hanya karena hal sepele seperti itu?!" Ditengah kesunyian yang ada di dalam kamar, Edric tiba-tiba berbicara sendiri.

Topik yang sedang dibicarakannya mengenai mereka yang pernah tersakiti gara-gara sifatnya yang kekanak-kanakan, yang mana akan selalu marah saat dirinya diabaikan, khususnya mereka di sini adalah Lena dan Lina.

Secara tidak diketahui mereka adalah ibu dari kedua putrinya, jadi saat mereka membuat kesalahan itu, dia ingin sekali membuat pengecualian untuk tidak marah kepada mereka. Sayangnya praktik dari keinginannya itu sangat sulit diwujudkan, selalu saja emosi yang mengendalikan pikirannya, menghalanginya berpikir rasional untuk mengimplementasikan keinginannya itu.

Mungkin untuk mewujudkan keinginannya, pertama-tama yang harus dilakukannya tentu menghilangkan sifat konyol itu dengan cara membalas dendam kepada orang-orang yang menjadi penyebab sifat itu muncul.

"Seandainya aku tahu di mana mereka berada, sudah sejak dari dulu balas dendam ini terlaksana!" Sama seperti yang sudah-sudah, yang bisa dilakukannya hanya meratapinya.

Ini bukan pertama kali baginya berencana membalas dendam, dan awal-awal rencana itu mencuat, dia sangat giat sekali mencari keberadaan mereka. Sayangnya kota ini terlalu besar untuk seorang diri mencari, jadi sudah pasti hasilnya nihil. Yah sebenarnya ada juga cara termudah menemukan mereka, yaitu mengancam sanak-saudara para pelaku yang masih tinggal di daerah ini. Sayangnya hal itu tidak dilakukannya karena sangat bertentangan dengan ideologi dirinya yang pantang menyakiti orang yang tidak ada hubungannya.

Saat sibuk melamun, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka yang menarik perhatiannya. Dia menengok ke arah pintu, mendapati seorang wanita berusia 43 tahunan dengan tipe tubuh curvy dalam balutan Business Dress Code berwarna hitam sedang menutup pintu dengan arah tatapan yang tertuju kepadanya.

Ada dua hal yang mencolok tentang wanita itu. Pertama seputar wajahnya, hanya ada sekotak kecil mata sebelah kiri yang dapat dilihat. Sementara bagian lainnya tertutup sesuatu seperti masker putih dan rambut akibat gaya rambut yang memang modelnya menutupi mata sebelah kanan. Kedua seputar tubuhnya, ada payudara besar berukuran kurang lebih S-cup, atau T-cup, atau mungkin U-cup, entah berapa ukurannya yang pasti payudara itu benar-benar 'gigantic'. Ukuran yang tidak pernah sekalipun orang bayangkan bakalan ada, mungkin akan masuk ke rekor dunia bila dipublikasikan.

Sudah memiliki tubuh bagus serta tipe payudara favorit kebanyakan pria, sangat disayangkan ada satu hal yang kurang dari wanita itu, yaitu wajah yang cantik. Ketika wanita itu berjalan ke arahnya, segala sesuatu yang menutupi wajahnya disingkirkan, memperlihatkan wajah yang kondisinya 60% rusak akibat ada bekas luka. Setidaknya, rupa wanita itu yang sekarang masih mending bila dibandingkan sebelum bertemu dengannya.

Yap, wanita itu adalah Huffe Lassie atau harus dipanggil Rose setelah menjadi bagian dari Garden Maiden. Selain menjadi anggota pertama yang bergabung, Rose juga menjadi wanita yang paling disukainya. Jangan ditanya alasannya mengapa, jawabannya jelas di depan mata, payudara gigantic. Itu merupakan aset yang tidak semua wanita bisa miliki, juga bisa dibilang unik, dan karena keunikan inilah dia sangat menyukainya. Saking sukanya, bahkan dia rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk memperbaiki kondisinya.

Ingatannya masih segar akan kondisi Rose ketika pertama kali dia menemukannya. Tergeletak di bawah kolong jembatan dengan posisi mulut tersumpal, tangan plus kaki terikat, dan lebih buruknya lagi dalam keadaan sekarat akibat luka bakar yang dideritanya. Pada waktu itu, tidak hanya bagian wajah yang terluka, tubuhnya juga, kalau di total secara keseluruhan mungkin 80%, dan 80% luka itu sudah menunjukkan tanda-tanda pembusukan.

Sangat sadis, dan tidak berperikemanusiaan memang pelakunya, bukannya langsung membunuhnya malah menyiksanya dengan cara membuatnya mati perlahan seperti itu. Berdasarkan uraian dari Rose ada dua pelakunya, suaminya Rose dan seorang wanita yang entah siapa, dugaan Rose itu adalah wanita simpanan suaminya.

Tak peduli siapa yang bersama suaminya Rose, intinya setelah kesehatan membaik, Rose melakukan penyelidikan. Diketahui segala macam harta, mulai dari mobil, apartemen, perusahaan, semuanya telah beralih kepemilikan ke suaminya Rose.

"Sudahkah kamu melaksanakan perintah yang aku titipkan ke Lily?!" Melihat jarak antara dirinya dengan Rose hanya 3 meter lagi, dia memulai sebuah topik pembicaraan.

Rose tidak langsung menjawab, malah menambah kecepatannya berjalan, dan setibanya di depan Edric, Rose menampilkan sebuah senyum cerah yang mungkin bagi sekalangan orang luar akan menganggap senyum itu menyeramkan gara-gara mukanya yang rusak. "Aku melimpahkannya kepada yang lain! Soalnya Lena tiba-tiba datang memberitahuku untuk menghibur Tuan Muda yang katanya sedang marah!" Di jeda ini, Rose mulai mempersiapkan sesuatu yang biasa digunakan untuk menghibur Edric. Pertama-tama, Rose melepas blezer hitam yang dikenakannya, dan sembari melakukan itu, dia melanjutkan omongannya. "Jadi, Tuan Muda ingin dihibur menggunakan cara apa, Titsjob kesukaan Tuan Muda atau Tuan Muda ingin membuat sebuah request?!" Blezer jatuh ke lantai, Rose melanjutkannya dengan membuka satu per satu kancing yang ada di kemeja putihnya.

Muka yang jauh dari standar kecantikan tidak menghalangi Rose untuk bersikap genit di depan Edric. Dia begitu percaya diri, bahkan tidak nampak sekecil apapun ekspresi risi di wajahnya saat melakukan semua itu. Ada dua alasan yang mendasari mengapa Rose begitu percaya diri, tidak minder akan kekurangannya.

Pertama, hutang budi Rose yang begitu besar kepada Edric karena telah menyelamatkan nyawa serta memberinya kehidupan yang baru. Rose ingin membayar hutang budi yang mustahil dilunasi itu dengan cara mengabdikan diri kepada Edric, akan menuruti segala macam perintahnya, dan kebetulan perintah awal yang paling ditekankan Edric setelah merekrutnya ke dalam Garden Maiden adalah percaya diri dengan penampilannya.

Kedua, janji yang ditepati. Saat perekrutan, Edric menjelaskan bahwa menjadi anggota Garden Maiden artinya juga menjadi wanitanya. Terlepas kondisi fisiknya seperti apa, Edric berjanji akan mencintai mereka, dan hingga sekarang janji itu masih ditepati. Karena itulah tidak ada alasan bagi Rose untuk merasa risi akan penampilannya.